Chapter 30

121 13 6
                                    

Two Years Later

Aku berjalan untuk membukakan pintu yang sedari tadi diketuk. Kubuka pintu putih perlahan dan nampaklah sesosok lelaki sedang tersenyum lemah dengan matanya yang sayup, bau alkohol menyelimuti dirinya. Aku menghitung mundur tiga detik, dan seperti yang sebelum-sebelumnya, lelaki ini mulai kehilangan keseimbangannya.

Sembari berdecak kesal, aku menarik dirinya masuk dan membaringkannya di sofa lalu melepas bajunya yang penuh dengan bau alkohol, menggantinya dengan kaos santainya yang sudah kusiapkan sebelumnya. Sesudah itu, aku menyelimutinya dan beranjak ke balkon.

Ditemani angin malam dan pemandangan kota yang tak pernah tidur, aku mengerjakan tugasku yang harus dikumpulkan besok. Beruntung aku sudah mengerjakannya jauh-jauh hari, jadi aku punya lebih banyak waktu bersantai malam ini. Aku menengok ke arah Zayn yang sedang tertidur, sekali-kali mengigau.

Mari ku ceritakan.

Setelah kami lulus, kami berdua memutuskan untuk melanjutkan pendidikan kami di New York, dan membeli apartment. Cash juga tak jarang datang kemari untuk bermain atau sekedar berbincang, dan bahkan meminta makan. Amber melanjutkan kulihanya di Jepang, ia bilang ia ingin menjadi animator.

Tentang Zayn, sejak kami pindah ke New York, ia lebih sering mabuk-mabukan, pergi ke frat party hampir setiap malam, walau terkadang aku juga ikut dengannya, bahkan yang dapat kuyakini, ia pasti sudah tidur dengan banyak gadis. Terakhir kali aku pergi ke frat party bersamanya, aku melihatnya menggendong seorang senior ke salah satu kamar. Aku tidak tahu apa motivasinya, namun yang kutau aku merasa aneh, aku merasa dia mulai hilang dari jangkauanku, walau sebenarnya ia selalu berada di sampingku. Aku mulai merasa dia bukanlah Zayn yang kukenal, aku yakin ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku. Dan yang tak ku ketahui, aku mulai merasa sakit hati dengan fakta ia tidur dengan banyak gadis, prioritasnya bukanlah aku lagi, dan aku justru takut, aku akan kehilangannya seperti dulu, atau seperti aku juga kehilangan Harry.

Ah, berbicara tentang Harry, aku masih tidak tahu bagaimana kabarnya. Dia seperti menghilang ditelan bumi. Apa aku marah dengannya? Tidak juga, aku hanya masih merasa kecewa tentang kejadian di club. Don't blame me for that, I'm just an ordinary girl that can be hurt too.

Tapi aku juga masih menyimpan perasaan padanya, apakah aku salah? Bagaimana pun juga, ia bahkan belum mengatakan hubungan kami berakhir. What should i expect tho?

"Sherlly, Sherlly," aku menoleh ke arah Zayn di sofa, masih sama dengan keadaannya saat aku meninggalkannya, tertidur. Ia pasti mengigau, jadi aku diamkan saja.

"Sherlly,"

"Sher,"

"Erley," aku menoleh ke aranya lagi, mulai merasa terganggu.

"Sher freakin ly,"

"Sherlly, kenapa kau tak menjawabku?" aku memutar mataku kesal. Dia ini mengigau, tapi tetap menyebalkan ya.

"Iya, Zayn?" jawabku, siapa tahu dia bisa diam.

"Ke mana saja kau, Erley?"

"Aku di sini, Zayn," itu yang keluar dari mulutku, tapi sejujurnya aku ingin mengguyurnya dengan air sampai ia bangun dan sadar, lalu meneriakkan di depan wajahnya bahwa aku bukan Sherlly.

"Aku menyukaimu, tapi kau menyukai orang lain," aku mengerutkan keningku, sembari mencoba mengingat-ingat kembali nama Sherlly yang dimaksud anak ini.

"Sama seperti dia, dia memilih orang lain yang kemudian pergi. Padahal aku mencintainya, ley. It's not a crush, i freakin love her," aku ingat sekarang, dia pernah sempat menceritakan Sherlly, gadis yang ia sukai. Tapi siapa 'dia' yang ia maksud? Aku yakin aku tidak pernah mendengar cerita tentang 'dia'.

Pink Pajamas | h.s  [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang