2 - Diluar Dugaan

505 27 4
                                    

Kamu terlalu senang, jadi lupa rasa sakit.

• • •

Marel memberikan hasil terjemahannya kepada Bu Mardiyah tepat waktu. Tiga hari. Bu Mardiyah yang melihat itu langsung tersenyum. "Kamu jangan terlambat lagi, ya." Marel tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia pamit untuk masuk kelas.

Saat keluar dari ruang guru, Marel melihat Mario sedang berjalan santai dengan tas ransel yang berada di bahu kanan dan headphone-nya. Khas seorang Mario, dingin dan kaku. Ah, satu lagi, cuek.

Mengendikkan bahu, Marel mencoba mengabaikan kejadian tiga hari lalu dan bergegas menuju kelas.

"MAREL!"

Deg.

Suara itu! Marel langsung cepat-cepat menoleh ke asal suara dan tepat! Mario sedang berjalan menuju dirinya dengan setengah berlari.

"Hai!" sapanya saat sampai di depan Marel.

Marel gugup, "h–hai!"

"Lo kenapa? Kok pucet? Sakit?"

Marel hanya menggeleng.

"Oh, gue kira," ujar Mario. "Abis ngapain?"

Marel mengernyit. "Ngapain apaan?"

"Itu, ke ruang guru ngapain?"

"Oh," balas Marel. "Ngumpulin tugas."

"Oh, gitu. Yaudah, gue duluan, ya?"

Marel hanya mengangguk, kemudian meninggalkan Mario lebih dulu menuju kelasnya. Marel mengetuk-ngetuk kepalanya karena salah tingkah hingga meninggalkan Mario. Padahal, Mario duluan yang pamit kepadanya.

Goblok! Goblok! Mimpi apa lo semalam, Rel? Rutuknya dalam hati. Sambil bersyukur bisa berbicara tanpa embel-embel pelajaran atau contekan seperti biasanya.

Hal yang membuat jantung Marel bekerja dua kali lipat dari sebelumnya.

× × ×

Fathur menghampiri Mario yang sedang senyum-senyum sendiri di lapangan. Tidak mengertikah Mario bahwa senyumnya membuat semua siswi di SMA Antartika meleleh sendiri? Fathur bergidik ngeri membayangkannya.

Menepuk bahu sang sahabat, Fathur kemudian duduk di sebelahnya. "Bengong aja."

"Lo sirik aja," kata Mario sambil melempar kacang yang entah dia dapat darimana.

"Kok sirik sih?"

"Iya, soalnya ganggu kesenangan orang lain."

"Yaelah, basi tai!"

"Tai, tai amat."

"Au ah."

× × ×

"MAREL!!" teriakan Tasya membuat Marel menepuk jidatnya. Pasalnya, ini bukan kali pertama Tasya memakai suara emasnya untuk memanggil dirinya, tapi tiap hari. Contohnya saja sekarang, Marel sedang di tengah koridor kantin yang pasti banyak siswa-siswi berlalu lalang, dan lihat? Marel jadi pusat perhatian.

Marel berjalan cepat untuk menghindari tatapan-tatapan aneh siswa lain sambil merutuk Tasya. Sampai di kantin, Marel langsung memilih tempat duduk yang paling pojok, dan.. sepi. Karena Marel tidak suka keramaian, apalagi menjadi pusat perhatian seperti tadi.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang