6 - Tidak Sesuai

387 22 3
                                    

Kesimpulannya, kamu itu seperti mawar. Indah untuk di lihat, namun menyakitkan untuk di sentuh.

• • •

Mario berlari mengejar bola yang sedang berada di tangan Fadil. Berusaha untuk merebut bola itu sebelum di masukkan ke dalam ring. Namun, Fadil langsung melompat memasukkan bola dalam ring. Mario kalah cepat, ia sedang tidak fokus sehingga harus kebobolan. Fathur yang melihat ketidak fokusan Mario berdecak.

Apa sih yang lagi di pikirin? Batin Fathur bertanya. Ia langsung menghampiri Mario yang sedang minum di pinggir lapangan.

"Yo, lo kenapa?"

Mario diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Yo?" panggil Fathur sambil melambaikan tangannya ke wajah Mario. Seketika Mario langsung tersadar dan menatap Fathur.

"Kenapa, Thur?"

Fathur mengernyit. "Lah? Lo gila yang kenapa?! Lo ngapain bengong?"

"Gue gak bengong, cuma–cuma—"

"Cuma apa? Udah lah, ngeles mulu. Mikirin siapa si? Fanya? Atau Ma—"

"GUE GAK MIKIRIN MAREL!!" teriak Mario membuat Fathur diam.

Marel yang kebetulan sedang memperhatikannya dari kantin, tertegun mendengar teriakan yang pasti akan menjadi hot news SMA Antartika.

Tanpa sadar, pelupuk mata Marel menumpuk, pandangannya mengeblur. Ya, Marel menangis. Untuk yang kesekian kalinya, dan untuk orang yang sama. Mengapa cinta harus menyedihkan seperti ini? Bukankah semua orang berhak jatuh cinta, dan inikah yang disebut jatuh cinta? Atau jatuh, lalu cinta?

Marel langsung berlari meninggalkan kantin. Ia harus menenangkan diri. Untuk hati, dan pikirannya. Terutama untuk menghindari Mario.

× × ×

Taman belakang dekat gudang menjadi tempat Marel untuk menenangkan diri. Selain sepi, tempat ini juga tidak banyak yang mengetahuinya. Karena posisi yang terbilang tidak bagus, dekat gudang, juga terlalu banyak cerita-cerita miring tentang taman ini. Tapi, percayalah itu semua hanya mitos. Karena taman belakang ini indah, dan asri. Tempat yang paling tepat untuk menenangkan diri seperti Marel.

Menghembuskan napas, Marel mengeluarkan sebuah note kecil yang selalu ia letakkan di rok dan ia bawa kemana-mana note yang berisi tentang tulisan-tulisan hariannya. Hal yang sudah lama tidak Marel lakukan semenjak ia menduduki bangku XI. Kemudian ia mengambil pensil kecil yang tersedia di dalam note.

Dear hearts,

Setelah sekian lama, akhirnya aku baru menyadari bahwa aku sendiri. Berjuang, mengejar, dan berusaha mencapai angan yang semu, bahkan tidak nyata. Bolehkah aku egois untuk sehari saja? Haha, tidak mungkin.

Tuhan, bolehkah aku mengatakan jika dirimu sedang tidak adil? Karena harus memberikan perasaan yang tidak akan pernah sampai. Untuk selalu membuat harapan yang kutanam oleh diriku sendiri. Terkadang, aku iri pada mereka yang bisa berdekatan tanpa perlu embel-embel pelajaran, tanpa embel-embel balas budi dan lainnya. Aku mulai lelah.

Selama menulis, Marel terus mengeluarkan cairan bening dari mata hazel-nya. Sampai tepukan di bahunya, membuat Marel buru-buru menghapus air matanya dan menoleh ke belakang. Ternyata Argan.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang