13 - Masa lalu Adrel

301 14 0
                                    

Karena hal yang paling sulit adalah menceritakan kembali kejadian yang pahit.

•••

Adrel turun dari mobilnya dan berlari memasuki rumah. Ia menyalami Melinda yang ada di ruang tamu lalu langsung berjalan menuju ke atas—kamar Marel.

Dengan perlahan, Adrel membuka pintu kamar Marel. Adrel berjalan dengan perlahan ke tempat tidur, kemudian ia langsung membeku saat melihat sisa-sisa air mata Marel di pipi.

"Rel," panggil Adrel pelan.

Marel yang memang sensitif jika tidur langsung menggeliat, dan mengucek-ucek matanya. "Kenapa?" tanya Marel dengan nada dingin.

Adrel mengernyit. Dia kenapa? "Are you okay?"

Marel diam, tidak menanggapi.

Hening. Suasana kamar mendadak tidak nyaman buat Adrel. Mencoba tenang, Adrel menarik napas dan bertanya, "lo kenap—"

"Lo kenapa gak jujur sama gue, Le." Ucapan Adrel terpotong oleh Marel.

"Jujur soal apa?"

"L.. lo kenapa gak jujur tentang hubungan lo sama Kak Fanya? Kenapa?! Le, kenapa?!"

Adrel membeku, sedangkan air mata Marel perlahan turun yang semakin lama, semakin deras. Adrel langsung memeluk Marel.

"Rel, sori, Rel. Bukan gitu maksud gue! Please, dengerin dulu!"

Marel memberontak dari pelukan Adrel yang semakin mengeratkan pelukannya.

"Gue salah apa, Le?! Bahkan lo kembaran gue sendiri sampe tega ngebohongin gue kaya gini. Jelasin, Le! Ada hubungan apa lo sama Kak Fanya!"

Adrel melepaskan pelukannya dan menatap Marel. "Dengerin baik-baik, Rel. Gue bakal jelasin ini satu kali dan lo gak boleh potong sedikit pun. Ngerti?"

Marel mengangguk sambil mengusap air matanya.

FLASHBACK.

Adrel membeli satu bucket bunga dan boneka Doraemon yang besar. Sebab hari ini, ia akan memberi surprise untuk Fanya. Di ulang tahun Fanya yang ke-17 dan tepat hari jadian mereka yang ketiga bulan.

Tidak lama, ponselnya berbunyi. Tanpa aba-aba ia langsung mengangkatnya saat melihat id caller itu.

"Halo.. Kenapa?... Aku nggak bisa kesana, maaf ya... Iya besok aku jemput kamu... Bye.."

Adrel mematikan telpon dengan senyum puas, ia lalu masuk ke dalam mobil, dan pergi menuju rumah Fanya.

45 menit kemudian, Adrel telah sampai di rumah Fanya. Pak Manto--selaku satpam yang sudah sering melihat Adrel di rumah Fanya langsung membukakan gerbang dan tersenyum.

"Aduh, si aden, itu boneka segede kitu buat apa?" tanya Pak Manto.

Adrel hanya tersenyum malu. "Fanya ada kan, Pak?" tanyanya sopan.

"Ada den, sok atuh masuk aja, biasanya kan juga kitu," jawab Pak Manto dengan logat sundanya yang khas.

Adrel tersenyum, "si bapak bisa aja, yaudah saya izin masuk ya, Pak."

Pak Manto yang tidak biasanya melihat Adrel kaku seperti itu, hanya tersenyum paham. Anak muda jaman sekarang, pikir Pak Manto sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Saat memasuki rumah, Adrel mendengar orang tertawa dengan keras di ruang tamu. karena penasaran, ia langsung buru-buru menuju ruang tamu.

PRANG!

Saat mengintip, salah satu gucci tersenggol oleh tangan Adrel dan pecah, membuat orang yang sedang berada di ruang tamu langsung berhenti tertawa dan menuju pintu rumah.

BUG!

"ANJING! LO NGAPAIN SAMA CEWEK GUE BANGSAT?!!"

Tanpa babibu lagi, Adrel langsung meninju dan memaki Reno yang keluar dari ruang tamu bersama Fanya.

Reno yang ikut emosi, langsung berdiri dan membalas tinjuan Adrel. "CEWEK LO?! DIA CEWEK GUE GOBLOK!"

Adrel tersungkur, dan ia langsung terpaku mendengar ucapan Reno. "Lo berdua pacaran?"

Reno tersenyum sengit. "Iya, gua udah sebulan sama dia. Lo mau apa?!"

Adrel langsung bangun dan tersenyum mengejek. "Oh, jadi kalian udah sebulan, ya? Ha-ha, congrats, ya. Fanya, buat lo, thanks banget, tiga bulan—eh, dua bulan yang menyenangkan sama lo. Semoga bahagia, dan happy sweetseventeen." Ucapan terkahir Adrel sebelum ia meninggalkan rumah Fanya, beserta hadiah yang ia bawa.

Fanya yang melihat itu langsung terdiam, Reno apalagi. Ia langsung pergi meninggalkan Fanya, tanpa sepatah kata pun. Fanya langsung melihat ke lantai, ada sebucket bunga mawar putih—bunga kesukaannya—dan boneka Doraemon yang besar—yang juga merupakan kesukaannya.

FLASHBACK OFF.

Sepanjang Adrel bercerita, Marel menangis karena tidak kuat mendengarnya. Kembaran gue yang kaya gini masih di selingkuhin? Tanyanya pada diri sendiri.

Marel langsung memeluk Adrel. "Maaf ya, Leo. Kalo gitu lo gak usah cerita, pasti sakit kan?"

Adrel menggeleng. "Ini gak ada apa-apanya daripada liat lo nangis. Jadi, sekarang mau ceritain ke gue, kenapa lo nangis?"

Marel langsung melepas pelukannya dan melemparkan bantal ke wajah Adrel.

Karena bahagia bukan hanya dari pacar, tapi dari keluarga, dan sahabat juga merupakan kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.

•••

Hi!!!! Gue balik lagi😁😁😁 setelah sekian lama, maap keun yak semuaaa. Karena tugas yang menumpuk, dan berhubung gue mau ujian, jadi nganggurin ini😔😔.

So, ini buat kalian, maap kalo tambah ga jelas, dan kurang panjang yaaa😂😂.

See u next part!😉

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang