19 - Imagination

421 20 0
                                    

Apa saja yang diinginkan itu harus dikejar, bukan ditunggu. Diperjuangkan, bukan sekedar mengharapkan.

•••

Terkadang, melepaskan menjadi hal terbaik, disaat semua yang di usahakan hanya dianggap angin lalu. Dan Marel sudah merasa apa yang ia lakukan benar.

Pergi. Bukan berarti Marel akan menghilang tanpa jejak, bukan itu. Ia tetap bertemu dan duduk sebangku dengan Mario, namun tidak untuk kepentingan lain lagi. Perlahan tapi pasti, mundur dengan teratur.

Marel mengambil buku harian kecil, yang selalu ia bawa kemana-mana. Ia mengambil pulpen dan mulai merangkai kalimat-kalimat.

Dear heart,

Hai, hati apa kabar? Haha, lucu sekali aku bertanya kepada sesuatu yang aku sendiri tau apa jawabannya. Tapi aku bertanya hanya untuk memastikan bahwa tindakan yang aku ambil benar. Aku melepaskannya. Ini bukan berarti aku sudah tidak menyayanginya, tapi aku masih ingin mempertahankan satu kepinganmu untuk diriku. Aku tidak boleh kehilanganmu, lagi, karena dia. Jadi kuharap aku tidak salah.

Setelah dirasa Marel sudah mengatakan seluruh isi hatinya, ia menutup buku kecil itu, dan mengambil sebuah novel. Marel kembali menjadi dirinya yang dulu, dimana hanya ada buku kecil, dan sebuah novel untuk menghabiskan waktunya. Bukan untuk menangis.

"Oh, there she goes again..."

Suara itu berasal dari penyanyi Café dimana Marel menenangkan diri.

"Every morning is the same
You walk on by my house, i wanna call out your name
I wanna tell you how beautiful you are..."

"From where i'm standing
You got me thinking what we could be—"

"cause, i keep craving, craving you don't know it
But its true, can give my mouth to say the word
They wanna say to you."

Marel mengerjap-ngerjapkan matanya saat melihat sosok Mario disana sedang bernyanyi, jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.

Jadi dia yang nyanyi? tanya Marel dalam hati.

"This is typical of love
Can't wait anymore
Won't wait i need to tell how i feel
Wanna see us together forever."

How i feel wanna see us together forever, Marel memasukkan sebait lirik itu di hatinya.

"In my dream, you're with me
Will be everything i want us to be
And from there, who knows?
Maybe this will be the night that we kiss for the first time."

"Or is that just me and my imagination," Marel melanjutkan lirik terakhir, sebelum bangun dari tempat duduknya, dan beranjak meninggalkan Café.

"Marel," panggil Mario menggunakan microphone Café, ia masih setia duduk di bangku tempat ia menyanyi tadi.

Marel menghela napas, ia tidak menggubris panggilan Mario, tapi Marel belum beranjak dari tempatnya berdiri. Ia tidak ingin jatuh lagi karena melihat Mario. Marel sedang menata hatinya yang berantakan layaknya puzzle.

"Rel," panggil Mario lagi, berusaha untuk tidak menyerah. Mario sengaja bernyanyi disini setelah menyusun rencana bersama sahabatnya. Mario tahu ia salah, maka dari itu ia berusaha untuk memperbaiki semuanya.

Dengan dilihat oleh puluhan mata pengunjung Café, Marel akhirnya menyerah dan berbalik. "Ada apa?"

Mario tersenyum, ia kemudian berjalan menghampiri Marel dan langsung menarik Marel ke dalam pelukannya. "Gue minta maaf," bisiknya tepat di telinga Marel.

Marel pasrah saat di peluk Mario, ia nyaris saja jatuh lagi pada Mario jika tidak mengingat tekadnya untuk melepas semuanya. Marel melepas pelukan Mario, dan melihat Mario.

"Rel, gue minta maaf karena kebegoan gue, lo jadi nangis, karena sikap gak pekaan gue, lo jadi nangis, karena denger omongan gue, lo jadi nangis. Gue terlalu banyak bikin lo nangis, dan gue bener-bener minta maaf karena itu," kata Mario. "Tapi sekarang, gue mau ganti semua tangisan lo itu jadi senyuman. Gue sayang sama lo, gue suka sama lo, dan begonya gue baru sadar sekarang."

"Will you be my girlfriend?"

Pertanyaan Mario sukses membuat air mata yang sedari tadi Marel tahan tumpah. Mengapa disaat ia memutuskan untuk mundur, Mario malah maju dan memperjuangkannya? Marel bukan boneka yang dengan senang hati bisa dipermainkan, bukan?

"Sori, Yo. Gue gak bisa," jawab Marel, lalu ia pergi meninggalkan Mario yang masih terpaku mendengar jawaban Marel.

Mario tersenyum, ia tahu ini bukan akhir, ini adalah awal perjuangan seorang Mario untuk menarik Marel lagi.

This is not imagination, Rel. I'll bring you back.

THE END•

Sampai juga di akhir cerita absurd gue ini. Gimana? Jelek ya? Yaudahlah yang penting gue udah usaha wkwk. Sengaja gue bikin ga sampe dua puluh part. Karena apa? Karena baru segini aja ide gue gampang mentok, guenya suka angot-angotan, wkwk. Tapi ga menutup kemungkinan kok gue bakal terus berusaha buat jadi yang lebih baik lagi. Makasih lho udah mau baca cerita gue ini, semoga ga ngecewain kalian ya. 😆😆

Keep vomment, ya!

See u in Epilog. 😉

R I Z K A A W P.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang