And one day, your name didn't make me smile anymore.
•••
Adrel langsung turun dari mobilnya dan menghampiri sekumpulan cowok yang sedang asik bermain basket.
Bugh.
Tanpa aba-aba lagi, Adrel langsung meninju wajah Argan.
Bugh.
Juga wajah Mario menjadi giliran. Bagas, Fathur, dan Deni langsung gerak cepat menahan Adrel.
"LEPASIN ANJING!!" teriak Adrel sambil berusaha melepaskan diri. Membuat Bagas dan Deni yang menahan menjadi sedikit kewalahan. Sedangkan Fathur, ia langsung menghubungi Farizki-sahabat Adrel.
"ANJING! GUE HARUS MATIIN ITU DUA BOCAH! MEREKA BERKALI-KALI NYAKITIN MAREL!! TAI, LEPASIN, AGH!!"
Mario dan Argan yang mendengar itu terdiam, memang semenjak kejadian dimana Marel mengetahui semuanya, ia sedikit memberi jarak kepada Adrel.
"TAPI GAK GINI CARANYA, DREL!! LO MANUSIA KAN?! LO PASTI PAHAM KAYA GINI!! PAKE CARA YANG BENER!!" balas Fathur sambil menaikan satu oktav suaranya.
Adrel terus memberontak, meminta di lepaskan, namun apa daya Deni dan Bagas mempunyai kekuatan yang seimbang untuk menahan Adrel hingga tidak lama Adrel menjadi jengah sendiri.
"Pake cara yang beradab, Drel!" Suara Farizki dari belakang langsung membuat mereka semua menoleh.
Saat Adrel ingin membahasnya, Farizki sudah dulu menyela, "omongin baik-baik, Drel, lagian lo udah jelasin semuanya ke Marel, kan?"
Adrel terdiam, lantas mengangguk. "Tapi lo liat, Riz. Marel sekarang jaga jarak sama gue! Dia kembaran gue! Satu-satunya orang yang bakal pahamin gue, Riz. Lo tau itu kan?"
Farizki mengangguk. "Ngerti. Tapi coba, seandainya lo kaya gini juga gak bakal selesai masalahnya. Lo bisa ngomong baik-baik sama mereka. Biar mikir. Kalo lo udah kasih tau, dan mereka gak paham, jangankan lo tonjok, lo bakar juga gue ikhlas."
"Sekarang, lo jelasin ke mereka," lanjut Farizki.
× × ×
Marel tidak pernah membelitkan masalah hingga berlarut seperti ini, tapi hatinya lah yang masih belum bisa menerima, walaupun Adrel—kembarannya sendiri sudah menjelaskannya secara detail. Ya, namanya hati, kalo udah di sakitin pasti susah di sembuhin.
Dan Marel mulai benci mengakui, bahwa dirinya mulai lemah, dan merasa sendiri. Bukan ini impiannya, ini bencana bagi dirinya—lebih tepatnya hati. Marel tidak ingin merasakan polusi hati, dimana ia selalu iri melihat orang lain.
Why you gotta hug me like that
Everytime you see me
Why you alway making me laugh
Swear you catching feelings
And i love you—"Halo?"
"Rel, dimana?" tanya orang diseberang sana.
"Rum—" belum selesai Marel menjawab ia baru menyadari suara dari panggilan itu. Marel langsung buru-buru mematikannya secara sepihak, tanpa menjelaskan apapun.
Mario! Anjir, ngapain dia nelpon gue?! Mati lo, Rel. Mati lo! jeritnya dalam hati sambil menggentokkan ponsel ke kepalanya.
Suara merdu Meghan Trainor kembali terdengar, dan Marel yang masih panik, langsung mematikannya. Hal itu berulang sampai tiga kali, hingga Marel akhirnya menarik napas panjang, dan mengangkat telpon itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imagination
Fiksi Remaja* * * Karena mengejar angan lebih sulit dibandingkan mengejar mimpi. Karena khayalan lebih rumit dibandingkan mimpi. Karena imajinasi belum tentu terjadi. Jadi cewek bukan berarti gak bisa untuk berjuang. Jadi cewek bukan berarti gak bisa untuk mera...