Kuki, Your Personal Healthcare Companion

4.6K 552 157
                                    

Langkah Kuki berhenti di depan pagar sebuah rumah, ia sedikit berjinjit untuk melihat ke dalam dan matanya langsung menyipit melihat sebuah sepatu di teras.

"Masuk kali, Kiii. Ngapain ngintip-ngintip??" Suara Yeri dari dalam ruang tamu mengagetkan Kuki yang tadinya sudah mau putar balik pulang. Sepertinya dia tidak bisa melarikan diri.

Kuki akhirnya masuk, ia menurunkan hoodie yang mengerudungi kepalanya ketika memasuki ruang tamu rumah Yeri, senyum Yeri dan lelaki yang duduk di sebelahnya di lantai di depan meja menyambut kedatangan Kuki, tapi Kuki sama sekali tidak balas tersenyum. Memudarkan senyum di wajah Yeri.

"Jadi... ini temen kamu yang mau ikut les?" Tanya cowok itu pada Yeri sementara Kuki mengambil posisi duduk di samping Yeri.

"Iya, nggg, Kak. Ini Kuki, Ki, ini Kak Aris, nama lengkapnya Aris Fauzi,"

"Kok gue gak disebutin juga nama lengkapnya?" Potong Kuki membuat Yeri dan Aris sama-sama bengong. Lah? Kenapa ni anak? Kok sewot?

"Rizky Kusuma Haqiqi," Kuki memperkenalkan diri tanpa diminta.

"Okay, jadi gue harus panggil Rizky? Kusuma? Atau Haqiqi? Atau... siapa tadi? Kuki ya?"

Senyum Aris terlihat ramah dan tanpa prasangka, pantas saja ayahnya Yeri mempercayakannya sebagai guru privat Yeri.

"Kuki aja." Sahut Kuki pendek.

"Lo juga manggil gue Aris aja, gak usah pake 'Kak', santai aja, kita seumuran kok."

"Hah?" Kuki tidak mengerti.

"Kak Aris seumuran sama lo, tapi dia aksel, makanya sekarang udah kuliah." Yeri menjelaskan.

"Ok, sekarang kita belajar matematika ya. Lo udah kelas tiga kan Ki?" Tanya Aris yang dibalas Kuki dengan anggukan tidak niat. "Ya udah belakangan ya, sekarang belajar materi kelas satu dulu buat Yeri tapi sebenernya lo bisa ikut ngisi latihan, materinya kan ada yang diulang lagi di kelas tiga."

"Lo bawa buku gak?" Yeri memandang Kuki dan Kuki hanya mengangkat bahu. "Terus... lo belajarnya gimana?"

Iya juga ya.

Tapi Kuki terlalu malas untuk balik lagi ke rumah apalagi dia tadi ke sini jalan kaki bukan naik sepeda seperti biasa karena ban sepedanya kempes dan dia malas memompanya.

"Ya udah gak apa-apa, gue bawa buku latihan soal UN SMA kok." Aris menenangkan seraya menarik keluar buku dari dalam ranselnya.

Selama Aris mengajari Yeri, bukannya memperhatikan dan ikut mengisi, Kuki malah menimbulkan bunyi-bunyi berisik, ia memukul-mukul pensil yang dipinjamkan Yeri ke tutup stoples kue-kue di atas meja, ke ujung meja, dan ke lantai. Setiap kali Yeri meliriknya sebal, Kuki mengganti aksinya: menaruh pensil di antara bibir dan hidung, di atas kepala sampai di sela kuping.

"Apa?" Ia malah menatap tatapan tajam Yeri dengan menantang.

"Yer, ini masih salah. Coba cara yang tadi gue kasih tau deh, yang persamaan grafik fungsi kuadrat." Aris membuat perhatian Yeri teralih kembali, Kuki langsung manyun lagi.

"Oh iya ya, Kak! Ya ampun, aku gak sadar padahal kalo pake rumus tadi jawabannya jelas banget."

"Iya kan?" Aris tersenyum bangga, tidak sadar bahwa Kuki sedang memperhatikan mereka dengan sinis.

"Jadi ini hasilnya kan?" Yeri mencoret-coret di atas bukunya, "x kuadrat - 2x +3?"

"Thats right," Senyum Aris semakin melebar, tanpa sadar ia mengacak rambut Yeri. "Pinteeer."

Kuki di sebelah mereka mengernyit seolah seseorang baru saja buang angin di depannya.

"EHEM." Dia berdeham dengan volume berlebihan membuat Yeri dan Aris meliriknya. "EHEM UHUK HUEK UHOOOK." Kuki malah semakin menjadi-jadi. Tidak jelas lagi apakah dia batuk, mual atau keselek pot bunga.

First Son, First Prince and His Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang