kuki and life lessons

3.8K 475 136
                                    

Sudah sekian hari sejak Kuki menghabiskan waktu di rumahnya, kakinya sudah bisa digerakkan walaupun masih sedikit sakit. Tapi itu tidak menghalangi dirinya mondar-mandir dari kamar ke dapur, ke kamar Dek Chanu, mengganggu Dek Anggi, sampai bermain basket dengan Theo, yang membuat mamanya langsung marah-marah, "Kaki kamu tuh belom sembuh Kak!!!!!!"

Mau bagaimana lagi, Kuki tidak tahan hanya berdiam diri di kamar, meski ia juga suka menghabiskan waktu dengan menggambar-gambar, bermain game, atau melamun saja sambil makan, tapi ia juga harus bergerak.

Karena itu, secara sembunyi-sembunyi ia janjian dengan Theo di lapangan kompleks, menghadapi risiko diomelin Mama kemudian.

"Kaki lo emang udah gak apa-apa tuh?" Theo mengoper bola.

"Biasa aja kali, Nyeeet." ledek Kuki ketika Theo dengan congkak menyibakkan rambut bagian depannya yang sudah panjang, gerak-gerik yang sebenarnya tidak perlu mengingat si Kunyuk itu sudah mengenakan headband. "Mau tebar pesona ama siapa sih, O? Cuma ada gue."

Theo berdecak, menerima operan lagi dari Kuki lalu mencoba menembakkannya ke ring.

"Serius gue, kaki masih sakit gak tuh?"

"Udah sembuh, lagian kalo gue diem doang malah makin lama kali sembuhnya. Harus digerakkin."

Theo mengangkat bahu, sejurus kemudian mereka seperti biasa saling menghadang untuk memasukkan bola ke ring.

"Eh lo belom cerita, gimana lo sama Ramayana?"

"Apaan? Kok Ramayana?"

"Ituuu, cewek lo di Bandung."

Kuki berhenti memutar-mutar bola basket di jarinya ketika mendengar itu, cengiran otomatis tersungging di wajahnya. "Narayana kali ah maksud lo."

"Iya, dia."

"Kemaren sih gue udah ngomong."

"Ngomong apa?"

"Ngomong kalo gue sedih pas dia ngejauh."

"Terus?"

"Ya udah, gak ada terusannya. Emang kenapa?"

Theo langsung berkespresi seperti kambing.

"Terus kalian gak jadian?"

"Emang harus jadian ya?"

Theo memicing galak, "Kumat deh dongonya kayak pas Yeri dulu."

"Apaan sih, O?"

Theo menghampiri Kuki, pura-pura mau menjitaknya, "Ya harus ada kepastianlah. Jadi lo sama Nara tuh gimana?"

"Tumben lo bener nyebut namanya."

"Yeeee."

"Gue sama Nara... gimana ya," Kuki melangkah ke dekat ring lalu duduk bersandar ke tiang ring, "gue gak kepikiran seterusnya gimana, gue udah cukup seneng gitu dia balik kayak semula, jadi temen baik gue."

Theo berkespresi seperti kambing lagi. Kali ini kambing bandot, "Here we go agaiiin."

Kuki tertawa melihat kelakuan Theo, "Ya sabar dong, O."

"Gimana gue bisa sabar??? Hadeeeeh bocah, ni bola gue lempar aja kali ya ke pala lo? Siapa tau bisa bikin lo sadar. Lo nunggu Nara sama cowok lain dulu baru nyesel? Kayak lo liat Yeri Aris?"

Air muka Kuki berubah.

"Nunggu begitu lagi lo?"

"Ya nggak." Kuki setengah melamun menggoyang-goyangkan kakinya yang berselonjor. "Nanti gue bakal bilang dia kok."

First Son, First Prince and His Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang