Rencana merokok kemarin gagal.
Bukan gagal sebenarnya, dua bungkus rokok itu sudah Kuki letakkan di tempat yang tersembunyi di rooftop, segera setelah Yasmin pergi. Tapi kemudian Mirza dikabari mendadak bahwa tim inti harus latihan basket sepulang sekolah. Baik Kuki maupun Yugi tidak ada yang mau mencoba kenakalan itu tanpa ada Mirza. Jadi mereka sepakat membatalkan rencana.
Keesokan paginya, Dyo mengantar ketiga anaknya ke sekolah karena hari itu hari Selasa. Setiap Selasa, Dyo bisa berangkat ke RS lebih siang sehingga ia bisa mengantar anak-anaknya ke sekolah. Dyo memang tidak pernah bilang, tapi Nisa tahu kalau Dyo sangat suka dengan kegiatan mengantar anak-anak ke sekolah itu. Walaupun putra pertamanya awalnya bersikeras untuk naik kopaja seperti biasa dengan alasan: 'Gak mau ah dianter-anter ampe gerbang, kayak anak TK' akhirnya dia menyerah dan mau juga setelah sadar kalau ia tidak punya ongkos.
"Pah," Katanya ketika sudah berada di dalam mobil papanya, duduk di kursi belakang bersama Dek Anggi sementara Dek Chanu duduk di depan. "Aku kapan dibeliin motor?"
"Nanti, pas udah kuliah." Sahut Dyo.
"Ah, Papaaah," Kuki merengek membuat Chanu memutar bola mata. Kadang-kadang ia bingung sebenarnya berapa sih umur kakaknya.
"Lagian kamu mau bawa motor ke mana sih, Kak? Sekolah kan deket, naik kopaja bentar juga nyampe. Terus kan bisa nebeng Papa."
"Papa gak tau ya semua cowok anak kelas 3 tuh udah pada bawa motor semua. Aku doang yang setia sama kopaja. Bayangin, sama cewek aja aku gak setia, sama kopaja setia bener."
Dyo menghela napas sambil memperhatikan anaknya dari kaca spion, anaknya sedang manyun-manyun, mengingatkannya pada istrinya kalau istrinya ngambek. Hhh. Jadi tidak bisa marah kan.
"Ya udah, nanti kalo nilai UTS kamu bagus papa beliin."
"Yang bener nih, Pah???" Wajah Kuki jadi cerah lagi.
"Ya."
"Makanya belajar," Gumam Chanu.
"Iyeee, cetek UTS doang mah." Kuki menjentikkan jari, lupa kalau UTS-nya tahun lalu remedial semua kecuali pelajaran Olahraga.
Dyo sebenarnya sengaja tidak membelikan anaknya motor dan menunggu sampai mereka kuliah dulu, selain karena mereka juga belum bisa membuat SIM (Dyo tidak mau anak-anaknya jadi pengendara ilegal), Dyo khawatir Kuki akan sering ikut ngebut-ngebutan gak jelas seperti yang sering ia tonton beritanya di televisi. Mengingat sejak Kuki kecil dan masih naik sepeda roda tiga saja dia sudah kebut-kebutan, nah, apalagi motor?
Tapi dia juga paham kalau Kuki memang membutuhkan motor, kadang kalau ada kerja kelompok, ia harus nebeng temannya, siapa itu, yang potongan rambutnya mirip Kuki. Oh, Yugi.
Tentu saja Dyo juga tidak akan langsung memberikan motor. Dengan adanya metode reward, ia bisa membuat Kuki lebih rajin belajar. Seperti dulu waktu Kuki dan Chanu masih kecil, Dyo selalu menerapkan 'Kalo udah selesai satu nomor ini, kita makan es krim bareng-bareng ya.'
Ah, rasanya baru kemarin ia menggunakan es krim sebagai reward, tahu-tahu sekarang rewardnya sudah berbentuk motor.
Mereka tiba di sekolah Dek Anggi terlebih dahulu.
"Aku aja, aku aja!" Sambar Kuki begitu Dyo melepas seatbelt hendak mengantar Dek Anggi sampai gerbang.
Alis Dyo sedikit terangkat. Tumben.
Kuki turun lalu memutar, membukakan pintu untuk Dek Anggi. Ia mengulurkan tangannya membantu Dek Anggi turun seolah-olah Dek Anggi turun dari kereta kencana.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Son, First Prince and His Love Story
Novela JuvenilAnother side-story from Kyungnis Series. About their first son. M. Rizky Kusuma Haqiqi (Kuki) Enjoy! (tapi gak janji bakal rutin update, okay. hehehe)