kuki and his dream

3.7K 507 411
                                    

"Yah? Jadi gak tukeran motornya?" Aris mengulang pertanyaannya karena ayahnya sedikit terbengong sambil mengerjap. Aris kenal raut wajah itu, bentuk ekspresif saat ayahnya melihat apa yang baru ia lihat kembali setelah sekian lama.

Aris mengikuti arah pandang ayahnya.

"Annisa? Dian Sastro gadungan?" Aryl menyipitkan mata, memastikan bahwa orang yang dipanggilnya benar, Annisa. "Ngapain lo di sini?"

"Lah ini rumah gue, Ryl."

Kini giliran Aris yang bengong.

"Ayah kenal sama-?"

"Ehem."

Suara dehaman singkat itu dengan segera menyedot perhatian tiga pasang mata.

"Dyo Hulk???" Pekik Aryl.

Dyo mengernyit, ternyata menjadi ayah dari anak yang sudah besar tidak mengubah Aryl. Saingan lamanya itu masih sama, dari segi perilaku dan penampilan, rambutnya seperti hanya tersentuh sisir sebulan sekali, serta masih memakai jeans belel dan jaket... bukan jaket abu-abu.

"Jadi ini rumah kalian? Selama ini anak gue ngelesin anak kalian?"

Dyo mendeteksi nada bangga terselip dalam perkataan Aryl.

"Nggg," Nisa mematikan keran air buru-buru sebelum menciptakan banjir di perkarangan, "mampir dulu, Ryl, minum?" Tanyanya ramah, mengundang dua reaksi yang berbeda dari dua lelaki di depannya.

Wajah Dyo mengencang sementara Aryl terbahak, "HAHAHAHAHAHA, kaku amat lo ama gue, Nis?" Ia menoleh pada Aris yang masih kelihatan bingung di sebelahnya, "Ini temen-temen Ayah pas kuliah, A,"

Terdengar dengusan Dyo.

"Terus, ini," Aris mengangkat kunci motornya, "jadi gak?"

"Jadilah, Ayah emang mau pake vespa kamu. Sini."

"Ayah mau ke mana sih naik vespa?"

"Mau jemput Bunda kamu di Spirel."

Aris mengernyit, saat itu dia sangat mirip ayahnya, "Kenapa mesti pake vespa?"

"Ya pengen aja, biar romantis."

Aris memicing, judging his father so hard.

"Udah sana, tuh murid kamu udah nungguin,"

Aris menoleh, melihat Kuki, Yeri dan Theo mengintip dari balik jendela, seperti anak kecil. Mengira ada tontonan seru di depan. Ia mengangkat bahu dan akhirnya masuk kembali ke rumah, dengan berbagai kecurigaan bahwa hubungan antara ayahnya dan papa mama Kuki bukan sekadar teman.

"Duduk, Ryl." Suara berat Dyo seperti datang dari dalam sumur, mempersilakan Aryl duduk di kursi di teras. Sementara Nisa membereskan peralatan gardeningnya dengan kagok.

"Apa kabar, lo berdua?" Tanya Aryl sambil duduk.

"Baik. Lo?"

"Baik juga."

"Yo, aku... ambilin minum ya. Ryl, mau minum apa?"

Dyo melirik Nisa.

Kok dia duluan yang ditanya?? Suami kamu gak ditanya?

"Apa aja, Nis. Asal jangan aer keran yang lo buang-buang tadi." Aryl terkekeh, dan setelah bertahun-tahun, Dyo masih merasa suara tawa Aryl menyebalkan. "Laki lo gak lo tanya mau minum apa?"

"Ya gak perlu ditanya lagilah, gue udah tau dia mau apa."

"Duileee."

Tuh kan, masih nyebelin kan ni orang. Batin Dyo.

First Son, First Prince and His Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang