kuki and baby's breath

4.3K 506 116
                                    

Hal pertama yang dilihat Kuki ketika ia membuka mata adalah berpetak-petak langit-langit berwarna putih disusul perasaan aneh karena kakinya seperti mati rasa dan bau karbol yang kuat menghampiri hidungnya. Kuki kenal bau ini, bau khas rumah sakit yang terakhir kali ia endus adalah waktu ia menjenguk Yasmin.

Serpihan ingatan yang paling kuat terproyeksikan dalam kepalanya; laju motor, deru angin yang menerpa kaca helm, adrenalin yang meningkat seolah ia bisa merasakan arus darahnya terpompa gila-gilaan, jarum penunjuk kecepatan yang memperingatkan, suara klakson dan terakhir sinar lampu mobil yang teramat menyilaukan. Setelah itu suara keras, dan ingatan Kuki terpotong pada bagian ia terpelanting dan merasakan tubuhnya menghantam aspal.

Ia menabrak mobil, atau mobil itu yang menabraknya? Kuki tidak tahu pasti.

Memaksa kelopak matanya terbuka lebih lebar, Kuki menoleh dan mendapati sosok-sosok yang ia kenal, ayahnya, adik-adiknya, Yugi, Mirza, dan Jane. Ayahnya terlihat memelototi layar ponsel seakan-akan huruf-huruf di dalamnya bisa meloncat keluar, Chanu memangku Dek Anggi di sofa, Yugi dan Mirza mengobrol dengan suara pelan.

"Kak?" Chanu yang pertama menyadari kalau Kuki sudah terbangun, dengan segera yang lain ikut menoleh. Bahkan selama beberapa detik, Dyo mematung, menatap Kuki, kehilangan kata-kata.

Mereka perlahan mendekat pada Kuki yang terbaring lemah.

"Bagian mana yang sakit, Kak?" tanya Dyo, tangannya yang hangat menyentuh dahi Kuki lalu memijat pelan lengan putranya.

Kuki menggigit bibir, mencoba menggerakkan kakinya, masih sakit dan Kuki bisa melihat dari balik selimut, kakinya dibebat perban. Ia meringis, "Kakiku sakit."

"Iya gak apa-apa, ada sedikit bagian yang patah, tapi bisa pulih." Dyo berkata menenangkan, membuat Kuki menduga apakah begini nada bicara ayahnya setiap kali bicara dengan pasien.

"Kamu nabrak mobil di persimpangan," ujar Chanu. "Jam tiga pagi."

"Iya, aku inget. Mama mana?" tanya Kuki lemah.

"Mama lagi ngomong sama dokternya, ditemenin Nara."

Dyo berdeham lalu memasukkan hpnya ke saku, "Karena kamu udah bangun, papa juga mau ngomong dulu ya sama dokternya."

Kuki menatap Dyo yang terlihat mengusap wajah sebelum beranjak menuju pintu, menyadari kalau ayahnya tidak meninggalkannya ke mana-mana sejak tadi.

"Nanti juga kayaknya papa langsung ke kantor polisi, ngurus motor kamu."

"Pah," panggil Kuki lirih sebelum ayahnya menutup pintu. "Maafin kakak, motor hadiah dari papa pasti rusak parah ya?"

Tatapan mata ayahnya yang biasanya lurus dan tanpa emosi di balik kacamata itu perlahan melembut dan Kuki bisa merasakannya meski dalam radius beberapa meter. "Yang penting kamu gak apa-apa." Jawabnya lugas sebelum akhirnya keluar dan menutup pintu. Meninggalkan Kuki dalam keinginan kuat untuk memeluk papanya saat itu juga.

"Alhamdulillah pas kejadian kamu pake helm, Kak." Ujar Chanu seraya duduk di kursi dekat tempat tidur, tangannya terulur ke teko beling di nakas, bermaksud menuang air untuk Kuki. "Jadi kepala kamu gak kebentur atau gimana."

Kuki mengarahkan bola matanya pada kaki kanannya yang diperban, jadi begini rasanya patah tulang? Tapi ucapan Chanu tadi menyadarkannya kalau selalu ada kesempatan untuk bersyukur, setidaknya ia masih bisa membuka mata, bernapas, tangannya masih digerakkan dan kepalanya tidak bocor.

"Kamu sama mama papa kapan nyampenya?"

"Pagi, jam sembilanan. Papa mama langsung berangkat begitu ditelepon sama polisi abis subuh. Aku sama Dek Anggi izin sekolah."

First Son, First Prince and His Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang