"Jadi gimana ceritanya? Kok bisa motong nadi sih?" Theo bertanya untuk kesekian kalinya pada Dekchanu yang kelihatan sama kacaunya seperti kakaknya. Pertanyaan Theo belum terjawab dan meskipun isi kepala Kuki juga menggaungkan pertanyaan yang sama sejak di perjalanan tadi, ia memilih untuk mengatupkan mulut dan memandang lantai lorong Rumah Sakit, ia bahkan belum mengangkat kepalanya dan masih mengepalkan kedua tangannya. Masih berharap ini semua hanya mimpi buruk.
Yasmin bukan mencoba bunuh diri karena melihat post Kuki di instagram kan? Kuki menggigit bibir memikirkan kemungkinan itu. Kalau itu benar, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
"Orang tuanya berantem di depan Yasmin." Gumam Chanu akhirnya. "Sampe dipukulin gitu, malemnya mamanya yang nemuin Yasmin di kamar mandi, udah berdarah, langsung panik dibawa ke rumah sakit."
Chanu menghela napas dan kembali mengetik di ponselnya dengan tangan yang sedikit bergetar, mengabari teman-teman OSISnya yang lain mengenai kabar terkini Yasmin.
Theo menggeleng-geleng prihatin, ia menyandarkan punggungnya ke dinding RS yang terasa dingin seraya melirik Kuki di sebelahnya. "Kalau konflik orang tua gitu emang kasian anak, mereka yang jadi korban." Theo melemparkan pandangan sedih ke arah mama Yasmin yang masih belum berhenti terisak di ujung lorong, di samping pintu kamar Yasmin yang masih belum sadarkan diri. "Gue juga gak bisa bayangin kalo jadi Yasmin. Untung sempet ketolong ya."
Kuki menunduk semakin dalam, meskipun ia bersyukur Chanu sempat meminta Theo ikut menemani karena Kuki butuh dukungan mental, saat ini rasanya Kuki tidak bisa dan tidak ingin menanggapi apapun omongan Theo. Ia masih terlalu bingung dan kaget, ia bahkan belum makan apapun sejak dibangunkan Chanu dan langsung ke Rumah Sakit. Anehnya ia tidak merasa lapar, sebaliknya ia mual, seolah penyesalannya berubah menjadi asam yang memenuhi pencernaannya.
"Hallo? Iya, Cha, kamu ke sini sekarang bisa? Aku line nomor kamarnya ya." Terdengar suara rendah Dekchanu sedang menelepon Echa, teman dekatnya. Sejurus kemudian ia berkata pada Kuki, "Papa telepon."
Kuki tidak menanggapi.
"Hallo, Pah? Iya, ini aku sama Kakak sama Kak Theo masih di RS. Iya, nanti ikut mobil Kak Theo lagi. Kenapa, Pah? Belum, belum sadar." Volume suara Chanu semakin pelan. "Iya, kata dokternya belum kehabisan darah, mamanya bawa dia ke RS sebelum 45 menit proses setelah dia potong nadi."
Kuki sudah tidak mendengarkan kelanjutannya lagi karena perasaan bersalah kembali menyerangnya, padahal pertanyaannya sudah terjawab, bukan dia penyebab Yasmin mencoba bunuh diri, tapi tetap saja rasa sesal itu menjelma menjadi monster hitam yang menginvasi isi benaknya.
Dengan lutut goyah, Kuki bangkit berdiri, membuat Theo dan Chanu langsung memandangnya.
"Mau ke mana lo?"
"Keluar sebentar." Jawab Kuki singkat, intonasinya cukup membuat Theo dan Chanu paham dan tidak bertanya lagi.
Sambil menaiki anak tangga ke suatu tempat, Kuki menelepon seseorang.
"Ra, gue boleh minta tolong lo ke sini gak?"
*
Bayangan gumpalan awan putih berarak-arak memantul di bola mata Kuki ketika pintu di sebelahnya perlahan berkeriut membuka. Orang yang ditunggunya sudah datang.
Nara mengembuskan napas berat, aneh rasanya melihat Kuki yang biasanya memperlihatkan contoh nyata manusia yang tidak ambil pusing dengan apapun, sekarang terduduk dengan ekspresi seolah seseorang baru saja menamparnya kuat-kuat.
Sudut bibir Kuki terangkat tipis, memaksakan tersenyum melihat Nara.
"Nih, gue bawain, lo pasti belom makan kan?" Nara menyodorkan seplastik penuh berisi roti, susu, dan biskuit seraya duduk di sebelah Kuki. "Tapi gue lupa bawa M&M's kesukaan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
First Son, First Prince and His Love Story
Genç KurguAnother side-story from Kyungnis Series. About their first son. M. Rizky Kusuma Haqiqi (Kuki) Enjoy! (tapi gak janji bakal rutin update, okay. hehehe)