AUTHOR POV
Rumah JoeJoe berdiri di balcon rumahnya sambil menikmati secangkir teh. Sesekali ia menatap langit yang gelap tanpa bintang.
" Ternyata taqdir tak bisa di paksakan." keluhnya.
" Masih berharap sama Wulan kamu nak?" tanya mamanya yang mendadak muncul menghampiri Joe.
" Siapa sih yang ga suka sama gadis macam dia. Kesederhanaannya,cerianya, kejujurannya. Beda sama Lisa, mah." Adu Joe pada mamanya.
" Iya sih nak. Tapi gimana lagi. Si Wulannya kan udah mutusin buat ga milih siapa pun diantara kalian. Hargai keputusannya. Lagian yang namanya jodoh ga akan lari kemana." bujuk mamanya sembari memeluk Joe.
" Apa aku putusin Lisa aja ya mah? Makin kesini dia makin parah mah." keluh Joe yang bersikap kekanakan.
" Kalau kamu dah milih dia...ya kamu harus bertanggung jawab buat keputusan itu." ucap mamanya sembari membelai kepala Joe.
" Kan mama juga tau aku kepaksa. Dia yang memaksaku jadi pacarnya." kata Joe dengan wajah tak karuan.
3 bulan yang lalu.
Lisa menodongkan pisau ke arah Joe. Penampilannya berantakan. Rambut acak-acakan. Bibir pucat. Terlihat beberapa luka goresan di kedua tangannya. Beberapa mengering dan beberapa luka baru.
"Kamu mau nemuin dia lagi? Selangkah kamu pergi kamu akan melihatku tinggal nama besok." ancam Lisa.
"Gila kamu!!!apa-apaan sih kamu itu!" bentak Joe mencoba merebut pisau.
" Iya aku gila!!! Kamu tahukan berapa lama aku menyukaimu!" teriak Lisa histeris.
" Lis...cinta ga bisa dipaksakan!" ucap Joe dengan nada halus.
" Lalu kenapa kamu tetap maksain gadis itu!"teriak Lisa makin kesal.
" Mulai sekarang kamu harus jadi pacarku! Kalau kamu nolak! Aku akan mati bunuh diri!" imbuh Lisa dengan nada makin mengancam.
Joe menghela nafas. Tatapan matanya sedikit sayu. Wajahnya kian meragu.
" Aku akan coba...tapi lepasin dulu pisaunya." ucap Joe lembut.
Lisa langsung melepas pisaunya hingga jatuh ke lantai. Lalu ia berjalan mendekati Joe dan memeluknya.
Sekarang...
" Ya kamu harus berusaha menyadarkannya kalau hal itu salah." kata Mamanya.
" Iya mah...udah aku usahain. Tapi dia makin menjadi-jadi. Ia selalu melukai dirinya kalau aku bertemu dengan Wulan. Ia mengores tangannya dan kemudian memperlihatkannya padaku. Apa yang seperti itu namanya cinta? Lalu cinta yang bagaimana kalau menyakitin dirinya sendiri." kata Joe bimbang.
" Di dunia ini banyak hal soal cinta. Tapi cinta yang di Lisa adalah cinta dengan kebodohan. Lisa memang mencintaimu tapi ia hanya ingin memilikimu. Seperti kamu dulu sering memaksakan hati Wulan untukmu. Begitu pula dengan Lisa sekarang." ucap Mamanya.
" Fikirkan baik-baik. Jika kamu hidup dengan Lisa...kamu memang bahagia. Namun kebahagiannmu adalah semu semata. Kamu tak tulus dengannya." imbuh mamanya kemudian menepuk bahu Joe.
Joe menatap mata Mamanya. Ia sedikit tersenyum. Lalu mamanya melangkah pergi dari balcon sementara Joe masih menatap satu titik.
Medan.
Rumah Sofyan.Melva berdiri di depan Ayahnya dengan tatapan tajam menatap sang ayah yang duduk di soffa. Wajah Melva terlihat serius dengan mata membidik wajah sang Ayah.
" Siapa wanita itu?" tanya Melva tegas.
" Ehmmm...wanita? Wa-niiii-ta mana?"Sofyan berpura-pura bodoh.
" Yang ada di sini! Siapa ini?" tanya Melva sambil menunjukan layar ponsel Sofyan.
" Ah...itu. Temen. Temen kok." elak Sofyan.
" Siapa!!! Yang bener!!!" bentak Melva dengan wajah menggerutu.
" Apa-an sih kamu!" balas Sofyan sedikit manyun. Kemudian melangkah pergi.
Selangkah. Dua langkah. Tiga langkah. Empat langkah.
" Kalau di lihat dari wajahnya dia orang baik. Pertemukan aku dengannya. Aku akan tahu dia pantas jadi mama atau ga." ucap Melva polos.
Sofyan menghentikan langkahnya mendengar kalimat itu. Ia langsung menoleh menatap Melva yang masih berdiri di sana. Di depan soffa. Ia pun tersenyum menatap putrinya.
" Lekas kenalkan ke aku Yah. Mengerti?" kata Melva kemudian mendekati Ayahnya. Ia menyodorkan ponsel milik Ayahnya.
" Tadi ada bbm masuk dari Wulan Vitria. Aku membaca pesan itu tapi aku malah malu punya Ayah sepertimu."ledek Melva sambil memanyunkan mulutnya.
" Kenapa?ada yang salah dengan chatanku? Ada yang salah dengan BMku?" Kata Sofyan antusias.
" Gimana mungkin Ayah membalasnya dengan nada sesingkat itu? Ah...ayah kuno sekali! Cobalah untuk memakai emoticon!"perintah Melva lalu langsung melangkah pergi.
" Tuh anak sok dewasa banget sih. Hah...mana ada ayahnya di ajarin putrinya yang baru berusia 8 tahun. Ah...anak jaman sekarang cepat sekali dewasanya."keluhnya sambil menatap Melva masuk ke dalam kamar.
Setelah itu Sofyan menatap layar ponselnya. Terlihat satu pesan BM dari Wulan Vitria. Ia membukanya perlahan.
Sibukkah yang?
Sofyan menghela nafas membaca pertanyaan itu." Balas ga ya? Atau kasih emoticon aja?ha...benar. Kasih emoticon aja." katanya yang langsung mengeklik emoticon smile.
😁
Sofyan menghela nafas lagi.
" Ini malah terlihat aneh. Kalau aku ngirim gini,kira-kira dia akan mikir aku cuek kali ya? Ah...tapi kan emang aku cuek. Aku cool. Ga papa." ucapnya lirih.
Sejam. Dua jam.
Kamar Sofyan.
" Kok ga ada reaksi? Kenapa dia ga balas? Balas kek pakek emoticon juga." ucapnya mengomel sendiri di atas ranjangnya.
Semarang
Rumah Wulan Vitria" What? Apa-an ini? Cuma emoticon? Ah...lama-lama ga jelas nih cowok. Maksutnya apa coba? Dikira aku dukun tahu maksut tanda smile?"keluh Wulan Vitria saat membuka cjat dari Sofyan.
" Au ah....!! Malas balas!!" ia segera membanting ponselnya me atas ranjang lalu ia segera merebahkan tubuhnya.
Keduanya saling kesal. Yang satu berbaring di atas ranjang sambil menatap ponsel dan berharap ada balasnya. Yang satu sudah kepalang kesal karena tak tahu harus membalas bagaimana.
---------------------bersambung-----------------
Vote
Coment
Follow
Thanks for reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Lets Get Married!! (Not Wedding With U 2)
RomanceAku adalah seorang gadis biasa saja. Cantik?? Tidak.... Aku tidak cantik. Tinggi? Tidak juga. Aku gadis biasa dengan tinggi 157 cm. Badanku standart. Gak modis. Aku suka berpakaian simple dan gak neko-neko. Tapi anehnya... Banyak pria yang mendekati...