Sepasang mata itu tidak pernah lepas dari layar ponselnya. Aplikasi pembelian tiket secara online itu terus menerus menjadi objek utama dari sang pemilik ponsel.
Taeyong mengerang frustasi. Berjam-jam ia menghabiskan waktunya dengan hal yang tidak berfaedah ini. Pikirannya berkecamuk, ia masih tidak yakin akan perasaannya itu. Baru 3 hari (jika ia menghitung hari mereka bertemu di pesawat), baru selama 3 hari mereka dekat. Jatuh cinta dalam waktu 3 hari? It doesn't make any sense.
Masalahnya, Taeyong tidak bisa mengabaikan debaran jantungnya yang melebihi normal setiap perempuan itu melakukan skinship atau bahkan sekedar menatapnya. Debaran jantung yang mulai dirasakannya sejak Jisoo mengungkapkan perasaannya dalam keadaan mabuk.
Taeyong meraih ponselnya, menekan panggilan cepat nomor 1, yang syukurlah, langsung diangkat oleh seseorang di ujung sana.
"Halo," suara perempuan itu menyambutnya, suara yang selalu menemani hari-hari Taeyong, "ada apa toh, Le? Tumben-tumben nelpon selarut ini."
Taeyong meringis. Ia lupa akan perbedaan waktu New York dan Jakarta.
"Maaf, Bu. Lagi kangen aja," Taeyong memberi jeda sejenak, "lagi banyak pikiran juga, Bu."
"Mikirin apa? Siapa tau Ibu bisa bantu."
"Biasa, Bu" Taeyong terkekeh pelan, kemudian melanjutkan, "masalah perempuan."
"Ibu seneng denger kamu udah bisa letting go neng Krystal," Taeyong mau tidak mau tersenyum mendengar perkataan Ibunya itu, "kamu harus tau, Le. Perasaan itu butuh diperjuangkan. Biar kata perempuan itu menolak, yang penting kamu sudah berjuang, Nak."
Taeyong tau Ibunya benar. Tidak ada waktu untuk berpura-pura. Tidak ada waktu untuk memikirkan apa yang harus dilakukannya. Tekadnya sudah bulat. Ia harus berjuang.
"Bu, nggak apa kan kalau pulang, Ibu dapat oleh-oleh calon menantu?"
===
Jisoo menyerahkann selembar tiket itu pada petugas bandara dengan ragu-ragu. Hatinya masih tidak mau meninggalkan New York. Akankah kenangan mereka hanya akan seperti mimpi di musim panas?
Sebanyak apapun perempuan itu menolak, Jisoo tau, perpisahan pasti datang. Tidak ada yang bisa dilakukannya, selain duduk manis di kursi pesawat. Perempuan itu berusaha ikhlas, toh, di Jakarta segudang pekerjaan tengah menunggunya dan siap membantu Jisoo melupakan Taeyong.
Tiba-tiba Jisoo mendengar suara gaduh di sebelahnya ketika lagu yang diputarnya telah habis. Maklum saja, perempuan itu sedari tadi menyumpalkan headset di telinganya. Pandangan Jisoo jatuh pada seorang laki-laki dan perempuan yang tengah bertengkar di sampingnnya.. seperti memperebutkan kursi?
Elah, di kelas bisnis juga masih ada ya yang mau berebut kursi.
Jisoo mengangkat bahunya pelan. Perempuan itu memang benar-benar tak perduli. Sedetik kemudian, buru-buru ia memalingkan wajahnya begitu sadar bahwa punggung lelaki itu adalah punggung yang amat dikenalinya.
Taeyong. Iya, Jisoo dan Taeyong satu pesawat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
fly | taeyong x jisoo
Fanfictionketika pesawat menjadi saksi bisu perjalanan cinta mereka. ©2016 jisoossi