Keramaian terlihat jelas di kediaman Quina hari ini. Kursi-kursi diruang tamu dipindah letakkan. Di depan rumah berdiri tenda ukuran 4x6 lengkap dengan meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa. Ibu-ibu terlihat sibuk dengan masakannya di belakang rumah.
Hidup di tengah masyarakat yang masih menganut paham, berat sama dipikul ringan sama dijinjing memang ada untungnya juga. Buktinya, Quina tak perlu repot-repot menyewa jasa katering untuk acara syukuran nikahannya ini. Karena di sini, setiap kali ada warga yang mengadakan acara maka para ibu-ibu tetangga akan datang membantu.
Atau mungkin itu buah dari kebiasaan Ibunya yang ringan tangan. Iya, Ibu Quina itu senang membantu, pabila ada tetangga yang mengadakan pesta atau selamatan.
Berbuat baik itu bukan hanya tentang materi kan, ya. Membantu dengan tenaga juga bisa dikatakan berbuat baik. Yah, walaupun zaman sekarang orang lebih menilai kebaikan itu dari materi. Tapi jangan takut karena Tuhan akan memberikan kemudahan dalam bentuk apapun, pabila kamu berbuat baik kepada sesama. Entah itu dalam bentuk materi atau kemudahan dalam hal apapun.
Quina tak pernah berpikir syukuran nikahannya akan seheboh ini. Rumahnya dihias dengan ornamen-ornamen hingga terlihat meriah. Dan kesibukan terlihat jelas disekitaran rumah.
Tak seperti yang ada dibayangan Quina, ternyata syukuran di sini tetap saja menghabiskan uang yang lumayan. Nggak pake kartu undangan sih, tapi tetep aja rame. Yang diundang itu, sanak famili itu, pasti. Kalau nggak diundang bisa kacau dunia persilatan. Benerkan, ya? Kalau sama keluarga itu maju kena mundur kena. Diundang seringnya mereka yang bikin ribet acara yang udah ditata sesimpel mungkin. Musti beginilah. Harus begitulah. Padahal nggak ngebantu. Banyak kepala, banyak pendapat. Tapi, itulah seninya memiliki keluarga besar. Jadi dinikmatin aja.
Terus tidak lupa mengundang tetangga kiri kanan secara langsung. Kalau dikampung-kampung itu ngundangnya face to face. Door to door. Samperin orangnya 'Ibu, datang ya hari jum'at minggu depan ke rumah setelah sholat jum'at ada syukuran kecil-kecilan nikahan anak saya' nah begitukan cara mengundangnya. Namanya culture, kalau bukan nggak dilestarikan bisa punah. Belum lagi mengundang temen-temen. Jadi walaupun namanya syukuran yang datang ada 200 kepala, dan bisa lebih.
**
"Cantik banget sih lo, Nyet." Puti memandang Quina takjub. Temannya itu telah berubah dari itik buruk rupa hingga menjadi angsa yang benar-benar cantik.
"Segitu jeleknya ya gue dulu, ampe lo cengo ngeliat gue didandani gini?" Quina berdecak sebal melihat reaksi Puti ketika pertama kali melihatnya.
Puti mendekat kearah Quina yang sedang memakai baju nikahannya dibantu Mba-mbak tukang make up. "Yaelah gitu aja sewot. Becanda Nyet, becanda. Lo nggak make up aja udah cantik, apalagi dimake up maksimal kayak gini. Macam bidadari turun dari truk. Asli cantiknya."
"Temen macam apa sih, lo. Puji dikit kek, udah dua jam nih gue didandani. Lagian lo, bikin si Mbaknya murka tau. Ngejek hasil karya-nya."
Puti langsung salah tingkah. "Eh, maaf mbak In. Becanda kok. Hasil karya Mbak selalu bagus, cuma modelnya doang yang nggak." Puti menunjuk Quina dengan memoncongkan mulutnya.
Mbak Ina hanya tertawa melihat kelakuan dua wanita didepannya. Dia sudah hapal tabiat dua orang anak manusia itu. Yang hobby saling ejek dan cela padahal mereka saling menyayangi.
Another lucky yang diterima Quina yaitu bisa didandani mbak Ina. MUA terkenal di daerahnya. Yang kebetulan satu komplek dengannya. Hingga dengan sedikit rayuan dan tampang memelas dari Quina dan Puti, mbak Ina mau menerima job dari Quina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Quina
General FictionQuina tidak pernah tahu seperti apa dongeng Cinderella itu. Kata temannya, Cinderella itu si upik abu yang menikah dengan pangeran tampan dan pastinya kaya raya. Tapi kalo wanita dengan masa lalu kelam, yang cuma seorang karyawan biasa seperti Quina...