Warning!!! And be wise, ya gaess👌👌👌
Fauqa menghela nafasnya entah untuk yang keberapa kali. Ia menatap punggung rapuh istrinya dengan miris.
Akhir-akhir ini begitu banyak perubahan yang terjadi pada istrinya itu. Sering melamun, tidak fokus kalau diajak bicara. Seolah-olah dia hidup di dunia nya sendiri. Dan itu terjadi sejak kisah masa lalu istrinya itu datang dalam bentuk mimpi.
Hampir tiap malam istrinya terjaga karena mimpi buruk. Berteriak histeris dan meronta-ronta seolah yang dihadapinya adalah nyata. Dan setelahnya Quina, istrinya itu tak akan bisa memejamkan matanya lagi hingga pagi menjelang. Seolah ketika ia memejamkan mata, mimpi itu akan kembali datang.
Fauqa telah berulang kali bertanya, namun jawaban yang didapatnya tetap sama 'Aku nggak pa-pa'. Ingin ia memaksa membawa Quina ke psikiater namun Fauqa takut reaksi Quina nantinya. Ia tak mau istrinya menyangka yang tidak-tidak. Ia tak mau Quina berpikir kalau Fauqa menganggapnya gila.
Orang-orang dengan emosi seperti Quina sering kali berpikiran negatif ketika mendengar nama psikiater. Dan Fauqa tidak mau menambah beban pikiran istrinya itu. Butuh kesabaran dan waktu yang tepat untuk menyampaikan niatnya ini.
"Quin."
"Quin."
Diam tak ada jawaban.
"Quin." Fauqa menyentuh bahu Quina, menyadarkannya dari lamunannya.
"Y ya," jawab Quina terbata, karena kaget.
"Mikirin apa sih, Yang?" tanya Fauqa membelai lengan Quina. "Dari tadi aku panggil-panggil loh." ucap Fauqa. Quina hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan suaminya.
Quina sadar akhir-akhir ini ia abai terhadap suaminya. Sering melamun dan tak fokus ketika diajak bicara. Memang ia seperti ini karena mimpinya beberapa waktu lalu. Mimpi yang membuat ia sadar bahwa ia bukanlah wanita yang baik untuk Fauqa.
"Kamu bahagia nggak nikah sama aku?" tanya Quina tiba-tiba.
"Pertanyaan kamu aneh deh, Yang." Fauqa kesal dengan pertanyaan Quina yang menurutnya tak penting sama sekali itu.
"Kamu bahagia nggak?" Quina mengulangi pertanyaannya.
"Perlu ya aku jawab, ya?"
"Iya, perlu." jawab Quina mantap. Entah setan dari mana yang melintas hingga Quina bertanya hal seperti itu.
"Mencintai kamu itu, seperti aku sedang uji nyali. Beruntung aku menang. Kalah aku malang. Mencintai kamu seperti aku mati. Mati karena aku benar-benar mencintai. Itu jawaban aku." ucap Fauqa.
Quina hanya diam mendengar jawaban Fauqa. Dia tak mengerti.
"Makanya jangan kamu tanyain lagi pertanyaan seperti itu. Kalau kamu ingin aku bahagia, jangan buat aku kalah. Jangan buat nyaliku ciut karena kamu terpuruk dengan masa lalumu."
Fauqa diam sesaat untuk melihat reaksi Quina. Lalu melanjutkan kata-katanya. "Kalau aku boleh jahat, maka aku akan berterima kasih pada masa lalumu yang yang membuatku sempurna. Pada kurangmu yang membuatku berguna. Aku akan berterima kasih atas masalalu yang telah kamu alami. Karena dengannya aku jadi berarti."
Dengar Quin, Fauqa menatap Quina" Aku menerima semua yang ada pada dirimu tanpa syarat. Dan Aku bersyukur pada takdir yang menghadirkanmu dalam nyata. Sehingga kamu ada disini. Dalam pelukanku."
Lalu Fauqa memeluk Quina, "Aku nggak mau lagi kamu kayak gini. Tidak menjadi dirimu. Tidak menjadi Quinaku."
Kemudian Fauqa melepaskan pelukannya, memberi jarak antara mereka lalu kembali menatap Quina tepat dimatanya. "Jadi Quin, kalau kamu ingin aku bahagia, dan juga mencintai aku. Berhenti terpuruk karena dia yang tak pantas untuk diingat. Kamu harus berdamai dengan masa lalumu. Ingat, ada aku yang tersakiti ketika kamu bertahan dengan semua kenangan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Quina
General FictionQuina tidak pernah tahu seperti apa dongeng Cinderella itu. Kata temannya, Cinderella itu si upik abu yang menikah dengan pangeran tampan dan pastinya kaya raya. Tapi kalo wanita dengan masa lalu kelam, yang cuma seorang karyawan biasa seperti Quina...