Pertemuan Pertama.
Quina melangkahkan kakinya menuju kelasnya dengan tergesa. Hari ini dia ada kuliah pagi. Namun malang baginya, tadi ketika hendak berangkat ke kampus angkot yang ia tumpangi tiba-tiba mogok. Bermaksud hendak mengganti transportasi tapi sampai setengah jam menunggu angkot dengan trayek menuju kampusnya tak kunjung tampak.
Hingga akhirnya Quina menuju pangkalan ojek yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Dengan menaiki ojek akhirnya Quina sampai di kampusnya 5 menit sebelum kelas dimulai.
Berlari dari parkiran Quina mengabaikan godaan dari beberapa orang senior yang kebetulan sedang ada di parkiran.
**
Pertemuan Kedua.
Quina berjalan menyusuri koridor kampusnya seorang diri. Puti, temannya sudah pulang beberapa saat lalu karena ada janji dengan pacarnya.
Karena terlalu sibuk dengan pikirannya dan tidak memperhatikan sekeliling. Tanpa sengaja Quina menyenggol seorang pria yang sedang berjalan berlawanan arah darinya. Sehingga buku-buku yang ada dalam dekapannya terlepas dari tangannya, terjatuh, dan berserakan di lantai.
"It's okey, biar saya aja." ucap Quina ketika pria itu hendak membantunya.
Dengan segera Quina mengumpulkan bukunya, lalu berjalan meninggalkan pria yang masih berdiri didekatnya sembari mengucapkan kata maaf pada pria tersebut.
**
Pertemuan Ketiga.
Matahari baru saja beranjak ke peraduannya. Quina melangkahkan kaki menuju halte dimana ia bisa mendapati angkutan untuk segera pulang. Ia ingin segera sampai di rumah, mandi, makan dan beristirahat. Kelasnya baru saja berakhir pukul 6 sore. Quina segera menaiki bis yang telah penuh dengan penumpang.
"Akhirnya," ucap Quina didalam hati.
Tak apalah ia harus berdesak-desakan hingga di gerbang kampus dari pada ia tidak mendapatkan tumpangan untuk pulang.
Jarak dari gerbang utama hingga ke Politeknik itu lumayan jauh, 10 menit kalau naik kendaraan. Dan karena hari telah malam, Quina lebih baik memilih berdesakan dari pada ia harus berjalan kaki dari Politeknik hingga gerbang utama.
"Geser dikit dong?" terdengar seorang pria berbicara. Quina memperhatikan sekelilingnya, mungkin saja pria tersebut tidak berbicara padanya. Namun sepertinya benar, dia lah yang dimaksud pria tersebut.
"Maaf?"
"Nggak ada kursi kosong yang tersisa, jadi bisa geser nggak." ucap pria tersebut sedikit kesal kepada Quina.
"Kamu yang di dalam." Quina berdiri dari posisi duduknya, memberi Japan, sehingga pria tersebut bisa duduk dibangku dekat jendela.
Lalu Quina hanyut kembali dengan handphone ditangannya, mengabaikan pria yang duduk disampingnya.
**
Kadangkala tak harus berbuat jahat untuk kita dibenci orang. Menjadi pribadi yang biasa saja bisa membuat kita dibenci. Karena benci itu sama halnya dengan cinta, tak pandang bulu. Mendatangi siapa saja yang ingin didatanginya.
Selama yang kita lakukan tidak merugikan orang lain. Selama kita tidak mengorbankan orang lain untuk kebahagian kita. Selama yang kita lakukan adalah kebenaran. Maka tetaplah menjadi diri sendiri walaupun banyak orang yang membenci.
Mungkin itulah dialami Quina. Quina, yang cuek, jarang bergaul dan introvert membuat orang disekelilingnya menganggap ia adalah pribadi yang sombong. Dan tanpa disadari nya, ia telah menumbuhkan rasa benci Nando karena sikapnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Quina
General FictionQuina tidak pernah tahu seperti apa dongeng Cinderella itu. Kata temannya, Cinderella itu si upik abu yang menikah dengan pangeran tampan dan pastinya kaya raya. Tapi kalo wanita dengan masa lalu kelam, yang cuma seorang karyawan biasa seperti Quina...