18. You bring new life to me

6.9K 806 30
                                    

Waktu berlalu dengan cepat. Sekarang usia kandungan Quina sudah memasuki bulan ke 9, tinggal menghitung hari hingga sang buah hati terlahir ke dunia.

Tak ada keluhan berarti yang dirasakan Quina selama kehamilan pertamanya ini. Quina tetap melakukan aktifitas nya seperti biasa, kecuali bekerja di kantor. Karena Quina telah lama resign dari pekerjaan nya itu. Aktivitas nya hanya berkutat pada, mengurus suaminya, merawat tanaman dan sesekali ke rumah Ibu atau ke rumah mertuanya.

Quina juga tidak mengalami morning sickness seperti yang banyak dialami teman-temannya. Juga keinginan yang menggebu akan suatu hal. Kecuali waktu itu, ketika suatu malam Quina ngidam makan bakso jumbo yang ada didekat pangkalan ojek didekat pasar pagi. Namun keinginannya harus diredam hingga esok hari karena bakso tersebut hanya dijual pada pagi hingga siang hari.

"Yang, kamu mending duduk aja. Nggak usah banyak gerak. Ngeri aku liatnya, ntar kamu jatuh." Fauqa menghampiri Quina yang sedang terlihat sibuk diruang makan rumah orang tuanya.

Hari ini ada acara keluarga, arisan bulanan. Dan kali ini orang tua Fauqa yang menjadi Tuan rumah.

"Nggak apa-apa kali, cuma ngangkatin piring doang." Seperti biasa Quina pasti tidak mengindahkan larangan Fauqa.

Fauqa menahan tangan Quina yang hendak mengangkat piring yang entah keberapa. "Jangan bandel ya, Quin. Ntar aku kunciin kamu dikamar," kesal Fauqa.

"Aku kan cuma ngangkatin piring sebiji, dua biji, nggak berat kok." kembali, Quina membantah Fauqa.

"Iya, yang kamu angkat cuma sebiji, dua biji, tapi kamu mondar-mandir udah berapa kali. Mana kamu pake baju panjang lagi. Ntar keserimpet gimana? Udah deh, biarin aja, banyak yang bantuin kok."

"Aku kan tau kemampuan aku, Qa. Nggak bakal aku paksain kalau aku nggak mampu. Udah deh, kamu ke depan aja. Aku mau kerja lagi nih."

Jadi menantu di keluarga Fauqa itu harus kebal hati. Bukan karena Ayah Bundanya mertau yang kejam, bukan. Orang tua Fauqa adalah mertua yang baik. Tapi lebih ke sanak famili Fauqa yang sampai saat ini masih memandang Quina sebelah mata. Apalagi diacara-acara keluarga seperti ini. Duduk salah, berdiri salah. Quina harus pandai-pandai sebagai menantu.

Fauqa menahan rasa kesalnya. Mengambil piring yang ada ditangan Quina lalu meletakkannya diatas meja. "Udah biarin aja. Sekarang kamu ikut aku." geramnya, dan membawa Quina menuju kamarnya.

"Qa," Quina berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Fauqa. Dia merasa tidak enak karena keluarga Fauqa banyak memperhatikannya.

"Diam! Atau kamu mau aku gendong."
Mengalah, Quina akhirnya tak berani melawan lagi. Dengan kepala yang ditundukkan karena merasa tidak enak, Quina mengikuti Fauqa.

Quina duduk di pinggiran kasur dikamar Fauqa. Memperhatikan Fauqa yang tengah mondar-mandir didekat jendela karena menahan amarah.

"Qaa," panggil Quina dengan suara serak menahan tangis.

Fauqa melirik Quina yang tengah memandangnya dengan mata yang kaca-kaca.

Menarik nafas untuk meredam emosi, Fauqa berjalan menghampiri Quina lalu duduk berlutut didepan istrinya itu.

"Kamu tau kan Quin, aku itu sayang banget sama kamu. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu dan anak kita." Fauqa mengambil tangan Quina lalu menciuminya. "Aku tau mereka sering manfaatin kamu. Dan aku liat kamu dari tadi udah ngerjain ini dan itu, disuruh ini dan itu, aku tuh udah kesal sama mereka tapi aku nggak mau nyari ribut. Jadi aku mohon, kamu di sini aja sampai mereka pergi. Kalau nggak, aku nggak tau masih bisa nahan emosi aku apa nggak." mohon Fauqa.

Quina menangis mendengar ucapan Fauqa. Ia pikir suaminya itu tidak tau perlakuan saudara-saudaranya selama ini. Setiap ada acara keluarga mereka pasti membuat Quina harus melakukan ini dan itu. Sebagai pendatang di keluarga itu, Quina tidak mau membantah. Toh, yang mereka perintahkan masih bisa dikatakan wajar menurut Quina.

Drama QuinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang