Quina sedang membuat sarapan di dapur ketika ada seseorang memeluknya dari belakang.
"Udah bangun?" Quina mengusap tangan Fauqa yang berada diperutnya.
"Hmmm,"
Hanya suara gumaman yang didengar Quina sebagai jawaban.
Sudah seminggu mereka jadi suami istri, masih banyak hal yang harus mereka cocokkan. Mulai dari kebiasaan tidur yang berbeda. Fauqa itu tidak suka lampu kamar menyala sewaktu tidur. Sedangkan Quina, akan merasa sesak nafas kalau lampu dimatikan. Fauqa kalau menghidupkan pendingin ruangan, selalu di suhu terendah. Sedangkan, Quina tidak bisa merasakan dingin sedikitpun.
Fauqa itu kalau meletakkan sesuatu itu suka sembarangan, yang membuat Quina sering kali mengomelinya. Dan masih banyak lagi kebiasaan-kebiasaan mereka yang bertolak belakang.
Awalnya Quina sering kesal dengan semua kebiasaan Fauqa, namun setelah dipikir lagi, menikah itu adalah menyatukan dua kepala. Yang memiliki keegoisan masing-masing. Dan menikah itu belajar. Tak ada yang instan dalam belajar, butuh waktu. Dan mereka memiliki waktu seumur hidup untuk itu.
"Mandi gih, biar habis itu kita sarapan.
Fauqa tak menjawab. Ia mengecup sekitaran leher Quina yang terekspos.
"Qa, mandi!"
"Nanti aja. Lagian subuh tadikan udah. Sekarang aku mau peluk-peluk kamu dulu."
"Ntar nggak aku kasih sarapan loh."
Fauqa menggigit kecil telinga Quina, kemudian berbisik, "Nggak papa, yang penting aku bisa sarapan kamu."
Quina berbalik menghadap Fauqa, lalu melingkarkan kedua tangannya dileher pria itu, "hahaha, kamu lucu deh." ejek Quina, lalu menggoda Fauqa dengan mengecup sudut bibirnya. "Sejak kapan sarapan aku, bisa bikin kenyang." Quina balas berbisik.
Quina melepaskan tangannya dari leher Fauqa, kemudian berjalan ke meja makan dengan membawa dua cangkir minuman dikiri kanannya.
Fauqa mengikuti Quina, lalu duduk di kursi yang ada didekatnya. "Yahhh, nggak asik banget kamu, Quin. Aku kan pengen gaya-gayaan kayak pengantin baru di novel-novel yang sering kamu baca itu. Anytime and anywhere mereka making love." ucap Fauqa kemudian menyesap minumannya.
Quina tertawa mendengar omongan Fauqa. "Kan itu novel, Qa. Ya kali, ada orang seperti itu. Gempor yang ada. Anytime, anywhere making love. Nggak makan, nggak minum, nggak ke toilet. Nggak kebayang deh, tenaganya sekuat apa."
"Maka dari itu, mending kita praktekin. Biar tau bener nggaknya isi buku yang kamu baca itu. Lagi pula semalam baru dua kali kita melakukannya. Jadi, kenapa kita nggak cobain aja kayak yang di novel-novel itu." Fauqa menaik turunkan alisnya, menggoda Quina.
"You wish!" Quina meleletkan lidahnya, lalu meninggalkan Fauqa yang tertawa-tawa melihat reaksinya.
"Hey istri! mau kemana? Ini suami belum kelar sarapannya."
Quina menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Fauqa. "Makanya jadi suami jangan usil. Nggak enak kan, ditinggal?"
Fauqa tersenyum lalu mendekati Quina, kemudian mengecup pipinya. "Ngambekan ternyata si Ibuk ini. Iya, nggak enak banget makan sendiri itu. Nggak ada yang nyuapin aku."
Seminggu menikah, Quina baru tau ternyata Fauqa itu sangat susah kalau disuruh makan. Hmm, ya, bentar lagi, selalu seperti itu. Hingga pada akhirnya Quina berinisiatif untuk menyuapainya. Dan itu membuat Fauqa menjadi manja.
Quina kembali duduk disamping Fauqa, "Abisnya kamu itu..." Quina tak melanjutkan kata-katanya. Dia masih sebel dengan Fauqa yang ternyata tingkat keusilannya lumayan tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Quina
General FictionQuina tidak pernah tahu seperti apa dongeng Cinderella itu. Kata temannya, Cinderella itu si upik abu yang menikah dengan pangeran tampan dan pastinya kaya raya. Tapi kalo wanita dengan masa lalu kelam, yang cuma seorang karyawan biasa seperti Quina...