I'll be right here with you for life.
For Life - EXO
***
Nadi berdiri dari duduknya lalu berjalan pelan menuju parkiran, sekolah sudah sepenuhnya sepi. Nadi mengambil kunci mobil di sakunya, dia membuka pintu mobil dan duduk di kursi pengemudi.
Untuk beberapa saat, Nadi kembali terdiam. Teringat kata-kata Aurell di taman belakang tadi. Nadi merasa itu salah, tapi juga benar. Dia ingin percaya, tapi tidak bisa percaya. Kata-kata itu memang gampang diucapkan, tapi sangat susah dibuktikan. Nadi mendesah frustasi. Kenapa dia jadi memikirkan ini? Bukankah ini sama sekali tidak penting?
“Sialan!” Nadi mendesis pelan lalu meletakkan kepalanya di atas stir mobilnya. Dia menutup matanya, mencoba menenangkan dirinya yang mulai kehilangan kendali.
Nadi lalu mengangkat wajahnya. “Tenang, Nadia Azmira, tenang. Lo nggak boleh kayak gini, apalagi hanya karna satu kalimat sialan itu---ARGH!” dia memukul stir dengan tangannya kemudian menenggelamkan wajahnya di telapak tangan.
Nadi menggeleng-geleng frustasi. Dia mengangkat wajahnya dari telapak tangan lalu menstater mobil. Dengan gestur tubuh yang berangsur tenang, Nadi menginjak gas dan pulang ke rumah.
•••
Nadi berjalan masuk ke dalam rumah. Suasana hatinya yang tadinya buruk, kini menjadi semakin buruk. Buru-buru, Nadi melangkah menuju kamarnya. Dia membuka pintu, menutupnya, lalu membanting tubuhnya di kasur. Dia hendak menutup matanya, namun telepon genggamnya berdering, tertera nama Sinta di sana.
Nadi mendengus malas, lalu mendekatkan benda itu ke telinganya. “Kenapa?” tanyanya judes.
Sinta meringis di seberang sana. “Anu, Mir, besok jadi 'kan belanjanya?”
“Menurut lo?” tanya Nadi sarkastik.
“Hehe, jadilah, Mir. Mira 'kan teman terbaiknya Sinta dan Dea, kalo gitu udah dulu ya, Mir. Dadaah!”
Tangan Nadi melemas, telepon genggamnya langsung terlepas dari tangannya.
Teman?
Atau mungkin yang lebih tepat babu?
Ha. Siapa yang perduli?
Baru saja Nadi ingin menutup matanya lagi, telepon genggamnya kembali berbunyi kencang. Tanpa melihat id caller yang tertera, Nadi menempelkan hpnya di telinga. “Apaan lagi sih?!” erang Nadi kesal.
Lama sekali, tidak ada yang berbicara. Bulu kuduk Nadi mulai meremang. Perlahan, dia menjauhkan hpnya dari telinga, melihat id caller yang tertera. Nadi mengernyit dalam lalu kembali meletakan hpnya di telinga, dia memperbaiki posisi baringnya, meletakkan kepalanya di atas bantal, dan memeluk guling.
“Aurell?” bisik Nadi pelan.
Terdengar helaan napas panjang di seberang sana. “Nadi..”
Nadi memejamkan matanya, berusaha mengendalikan diri. “Ngapain lo nelpon?” tanya Nadi kembali judes.
“Nggak usah pake topeng lo, lagipula gue nggak bisa liat muka lo karna kita lagi telponan bukan video call.” Aurell terkekeh geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of The Antagonist
Teen FictionORDER DIARY OF THE ANTAGONIST VERSI CETAK DI INSTAGRAM @PENERBIT_RDIAMOND ATAU @INTANMHRNI1 Dia, adalah Nadia Azmira. Setiap orang yang melihatnya pasti akan menilainya sebagai 'Si Antagonis' yang tidak punya hati. Padahal, sesungguhnya banyak sekal...