8 :: Tamparan keras.

10.4K 1K 111
                                    

Tak sadarkah kau selama ini, bukan cuma hati yang kau sakiti, juga hidupku...

Bebaskan Diriku - Armada

***

Sejujurnya, rasanya jantung Nadi berhenti berdetak saat itu juga ketika suara itu menginstrupsinya. Tapi, bukannya memasang wajah terkejutnya, justru malah wajah sombong Nadi yang terlihat.

Nadi menginstrupsi Sinta dan Dea untuk melepaskan Ari dan dua gadis itu melepaskan tangan Ari. Ari langsung meringsut ke arah dua pahlawannya; Candra dan Iyan. Dia langsung menghambur ke pelukan Candra.

Nadi memutar bola matanya. Drama.

Tadinya Nadi pikir, Candra yang akan maju dan beradu argumen dengannya seperti biasa. Namun saat melihat Iyan yang melangkah mendekatinya, perasaan Nadi mulai tidak karuan.

Wajah Iyan datar. Tanpa ekspresi. Nadi tidak bisa membaca emosi apa pun pada wajah itu. Iyan berhenti tepat di depan Nadi yang tidak bergerak sama sekali.

Iyan mengangkat telunjuknya tepat di depan hidung Nadi. “Lo— lo tahu sendiri, Mir. Gue orang yang konsisten. Gue udah janji nggak bakal nyakitin cewek, batin atau pun fisik...” Iyan berdecih pelan, “tapi kali ini gue rasa gue bakal langgar janji gue sendiri. Lo udah keterlaluan, Mir! Lo pikir lo hebat dengan ngebully orang, gitu?!”

I am,” sahut Nadi datar.

Iyan mengepalkan tangannya. “Lo tau, Mir, lo itu cantik iya, pinter iya. Tapi sayang hati lo nggak secantik wajah lo—”

“Gue suka sama lo, dan lo tau itu,” Nadi memotong, “dan gue bakal lakuin apa aja buat dapetin lo, Yan! Gue bakal singkirin kerikil-kerikil yang halangin gue!”

“Lo pikir gue barang?!” seru Iyan nyaris berteriak.

Nadi menahan napas. Ada sesuatu yang menghimpit dadanya. Terasa sesak.

Iyan menggertakkan giginya. “Gue nggak suka sama lo, Mir! Dan nggak akan pernah suka!”

Nadi menggeleng. “Tapi gue yakin lo bakal suka sama gue suatu hari nanti! Gue bakal buat lo jatuh ke pelukan gue gimana pun caranya!” dia berteriak.

Iyan kembali mengangkat telunjuknya. “Lo... berhenti ngayal!”

Lalu dia berbalik, mengambil alih tubuh Ari dari pelukan Candra dan meninggalkan Nadi yang mematung.

Candra memandang Nadi tajam, sangat tajam. Dia berdecih lalu menyusul langkah Iyan dan Ari.

•••

Iyan membawa Ari ke mobilnya, dia duduk di kursi pengemudi sedangkan Ari duduk di sebelahnya.

“Kamu nggak papa 'kan, Ri?” tanya Iyan.

Ari menoleh cepat. Apa yang baru saja Iyan katakan? Kamu?

“Ari?”

Ari mengerjap. “Eh iya apa tadi, Kak?”

Iyan terkekeh pelan, nih anak polos banget sih. “Kamu nggak papa? Nggak ada yang luka 'kan?”

“Nggak papa kok, Kak. Aku sehat sentosa, nggak luka dan nggak lecet sama sekali. Tapi eh gimana ceritanya Kakak sama Candra bisa tau aku di situ?” Ari mengerutkan kening.

Diary Of The Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang