'Cause all I do is cry behind this smile.
Jealous - Labirinth
***
Bola orange itu memantul. Memantul lagi. Dan memantul lagi. Sesaat sebelum Iyan melempar bola itu ke arah ring, ada seseorang yang merebut bola itu dari tangannya. Iyan terkesiap. Tetapi, saat melihat siapa yang merebut bola, Iyan tersenyum lalu mengejar orang tersebut---Candra---dan berusaha merebut bola kembali.
"Diapain lo sama Mira tadi?" tanya Candra sambil berusaha menghindari Iyan yang berada di belakangnya.
Iyan mendengus. "Seriously? Kayaknya pertanyaan yang benar itu 'ngapain lo sama Mira tadi?' damn bro, lo buat gue kelihatan nggak jantan banget kalo gue ampe diapain sama Mira." katanya sambil terus menghalangi Candra yang ingin memasukkan bola ke ring.
Candra terkekeh. "Lah? Lo 'kan lemah lembut gitu ya, wajar dong kalo gue nanya gitu."
Gerakan Iyan terhenti, dia mendesis kesal lalu meninju lengan Candra. Melihat kesempatan, Candra langsung melempar bola ke arah ring. Dan .... Yes! Masuk!
Iyan terkesiap. "Fuck it!" umpatnya kesal, dia kembali meninju lengan Candra namun sedikit lebih keras.
Candra tertawa keras. Dia berhasil mengelabui Iyan. Dan tentunya berhasil membuat Iyan kesal.
Beberapa saat setelah tertawa, Candra terdiam. Dia berlari mengambil bola basket dan duduk di pinggir lapangan disusul Iyan yang duduk di sampingnya.
"Tapi, Yan, lo risih nggak sih diperlakuin gitu sama Mira?" tanya Candra tiba-tiba.
"Menurut lo?" jawab Iyan sewot.
"Menurut gue? Lo nggak risih. Mira 'kan cantik dan bohay gitu," tangan Candra bergerak membuat bentuk seperti gitar spanyol.
Seketika tatapan tajam Iyan langsung menghujamnya.
Candra tertawa lagi. "Astaga, serius amat! Santai, Yan, hidup lo itu terlalu tegang dan kaku kayaknya," lalu Candra terdiam, "lo tau sendiri 'kan gimana bencinya gue sama cewek tukang bully satu itu."
"Kayaknya benci itu kata yang terlalu kuat." ceplos Iyan. Bahkan dia sendiri sadar tidak sadar mengucapkan itu.
"Terlalu kuat?"
Iyan berpikir sejenak. "Hm, terlalu kuat. Kita bahkan nggak tahu apa yang buat dia jadi tukang bully gitu."
"Itu jelas banget kali. Dia ngebully supaya populer, supaya orang-orang pada takut sama dia, supaya dia berkuasa, dan bla bla bla.... macem-macem deh. Udah klise kali orang-orang kayak dia itu." kata Candra, diselipi kekesalan di setiap katanya.
"Belum tentu juga. Kita nggak tau apa yang dia pikirkan dan inginkan, jadi sebaiknya kita jangan judge dia sembarangan."
Candra memutar bola matanya. "Iya deh Iyan kancil yang bijak," lalu Candra terkekeh sendiri mendengar julukan yang keluar dari mulutnya itu, "dan omong-omong ngapain lo belain Mira?"
Iyan melotot lalu menggeplak kepala Candra. "Njir! Siapa yang belain dia?! Gue cuma nyoba nasehatin lo supaya lo nggak sembarang judge orang. Dan lagipula kalo lo judge dia sembarangan itu artinya lo sama aja kayak dia. Bego kok dipelihara."
Candra meringis. Iyan semakin melotot. Dan akhirnya tawa meledak di antara mereka berdua.
Setelah haha-hihi tidak jelas, Candra dan Iyan berhenti membiacarakan Nadi. Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali bermain basket berdua di lapangan sekolah yang sepi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of The Antagonist
Teen FictionORDER DIARY OF THE ANTAGONIST VERSI CETAK DI INSTAGRAM @PENERBIT_RDIAMOND ATAU @INTANMHRNI1 Dia, adalah Nadia Azmira. Setiap orang yang melihatnya pasti akan menilainya sebagai 'Si Antagonis' yang tidak punya hati. Padahal, sesungguhnya banyak sekal...