17 :: Hidupnya berbeda.

9.8K 1.1K 17
                                    

But if I let you go, I will never know what my life will be... 

If I Let You Go - Westlife

***

Hari minggu yang cerah membuat siapa pun merasa senang. Masing-masing sibuk dengan berbagai macam kegiatan, mulai dari kegiatan yang dilakukan sendiri hingga beramai-ramai.

Sayangnya tidak seperti itu bagi Nadi. Dia justru sedang duduk termenung di samping makam Ayah angkatnya. Tangannya sedari tadi mengelus-ngelus nisan sang Ayah.

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang ingin dia keluarkan tapi dia tidak tahu ingin menanyakannya pada siapa. Dulu ada sang Ayah yang siap menjawab dan memberikannya pengertian. Sekarang, Nadi benar-benar telah kehilangan arah sejak Ayahnya meninggal dunia 2 tahun lalu.

“Ayah ... lagi ngapain di sana?” Nadi terkekeh pelan, “pasti seneng ya, Yah?”

Hening menjawab pertanyaan gadis itu.

“Nadi selalu pengen ikut Ayah ke surga, Yah. Tapi Nadi juga selalu inget kata-kata Ayah tentang bahagia dulu di dunia lalu di akhirat.” Nadi menghapus setetes air matanya yang jatuh.

“Tapi kenapa dunia ini berat banget buat Nadi, Yah? Kenapa nggak ada yang mudah buat Nadi?”

Nadi terisak di atas nisan Ayahnya.

“Nadi— Nadi kangen sama Ayah. Nadi kangen dipeluk Ayah. Nadi kangen ngelakuin semuanya bareng sama Ayah.”

Sekali lagi Nadi menghapus air matanya. “Maaf, Yah, karna Nadi mutusin untuk jadi peran antagonis. Bukannya Nadi nggak dengerin Ayah. Tapi cuma dengan cara ini Nadi bisa melindungi diri. Cuma dengan cara ini orang lain nggak ngeremehin Nadi.”

Isakan memenuhi pemakaman yang sepi itu.

“Udah sore, Yah. Nadi pulang dulu. Ayah yang tenang ya di sana. Tunggu Nadi nyusulin Ayah ke sana. Love you.

Nadi berdiri dan menepuk sekitaran celananya. Dia mengusap wajahnya dengan tangan sebelum akhirnya berjalan meninggalkan makam ayahnya.

•••

“Dari mana kamu?”

Saat memasuki rumah, pertanyaan itu langsung menyerangnya. Dari Ibu tirinya, tentu saja.

“Bukan urusan Bunda.” Nadi menjawab datar, bersiap melangkah lagi.

“Kamu dari makam suami saya 'kan?” Anita menutup majalah yang sedang dia baca, menatap Nadi tajam.

Nadi menarik napas dalam. “Bukan urusan Bunda.”

“Tentu saja urusan saya. Itu makam suami saya, siapa yang mengizinkan kamu ke sana?”

Nadi menggertakan giginya. “Nadi nggak butuh izin siapa pun untuk ke sana.”

Anita berteriak. “Itu makam suami saya!—”

“—Tapi dia juga Ayah saya!” Nadi balas berteriak, bergetar.

Anita melempar majalahnya ke meja. “Siapa kamu mengakui dia sebagai Ayah? Saya merasa tidak punya anak bersama suami saya.”

Rasanya jantung Nadi baru saja ditarik keluar dari tempatnya. Dia membuang muka dan mengepalkan tangan.

Anita berdiri. “Jangan pernah lagi menyebut dia Ayah di depan saya! Kamu nggak berhak menyebut dia Ayah!”

Diary Of The Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang