6 :: "Jangan nangis,"

10.5K 1.2K 22
                                    

Don't forget where you belong... Home. If you ever feel alone... Don't.

Don't Forget Where You Belong - One Direction

***

Nadi mengipas wajahnya menggunakan tangan. Seminggu ini dia terus-terusan merasa panas. Bukan badannya, tapi hatinya.

Seminggu yang lalu ada murid baru di kelas sebelas. Sejujurnya itu sama sekali tidak penting bagi Nadi. Namun, saat tahu bahwa murid baru itu adalah si 'Ari' yang dibicarakan Candra dan Iyan dua minggu lalu, itu semua berubah menjadi sangat penting untuk Nadi. Apalagi, Iyan dan Ari yang terlihat sangat dekat dan Candra yang-dengan menjengkelkannya-selalu memanas-manasi keadaan. Nadi 'kan jadi kepanasan.

"Kipas-kipas mulu, Mir," tegur Dea saat Nadi tidak henti-hentinya mengipas wajah.

Nadi menatap sinis Dea lalu beralih menatap Iyan, Candra, serta Ari di sudut kantin. "Panas," katanya jutek.

Dea dan Sinta ikut melirik ke sudut kantin. Lalu Dea menepuk bahu Nadi prihatin. "Yang sabar ya, Mir." dan dibalas dengan tatapan sinis Nadi.

Dea melepas tangannya dari bahu Nadi sambil terkekeh sumbang. Nadi yang badmood adalah Nadi yang patut dihindari. "Hehe, Mir gue ke kelas duluan, ya. Babay!" Dea langsung ngeloyor pergi tanpa persetujuan Nadi.

Sinta jadi gelagapan sendiri di tempatnya, Nadi melempar tatapan sinis padanya. "Apa? Lo juga mau pergi? Hush! Pergi sana!" usirnya kasar.

Tanpa menunggu diperintah dua kali, Sinta langsung beranjak pergi meninggalkan Nadi dan makanannya yang belum habis.

Nadi mendengus kesal, lalu melanjutkan makannya yang entah kenapa terasa hambar.

Sementara di sudut kantin suasananya jauh berbeda dengan tempat Nadi. Memang sih Candra juga menatap sinis ke arah Iyan dan Ari, tapi sinis dalam artian yang berbeda dengan Nadi.

Candra memijat pelipisnya. Astaga, gue bisa muntah lama-lama.

"Ari," panggil Iyan.

Ari yang sedang tertawa beralih menatap Iyan, "Iya, Kak?"

Iyan tersenyum seperti orang bodoh, dan Candra tahu apa arti senyum itu. Sepertinya dia benar-benar harus menyiapkan kantung muntah secepatnya.

"Bapak lo ada berapa anak?" tanya Iyan.

Ari mengerutkan kening. "Eh? Dua, Kak. Aku sama Candra,"

"Harusnya satu aja,"

"Kenapa emangnya, Kak?"

"Karna lo 'kan satu-satunya,"

Candra menggebrak meja, mengundang perhatian semua orang di kantin. "Nggak nyambung woy! Nggak nyambuuungg!!" serunya berapi-api.

Iyan menggeplak kepala Candra. "Norak lo! Biarin napa, yang penting berhasil."

Candra melihat Ari yang wajahnya merah padam. "Allahuakbar, Ri. Digombalan nggak nyambung dan receh gitu lo udah blushing? Anak siapa sih lo?" kata Candra frustasi.

Ari cemberut. "Anak Mama sama Papa lah," jawabnya jutek.

Candra malah geleng-geleng kepala, "Nggak percaya gue, atau jangan-jangan lo ini anak pungut, Ri?"

Diary Of The Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang