Chapter 7

43.1K 1.5K 3
                                    

Akbar's POV

Sesampainya di kanting, gue langsung melepas tangan gue dari pergelangannya Kanya. Gue gamau bikin gosip gini hari.

"Eh Bar! Pantesan gue ke kelas lo, lo nya udah gaada!" Sapa Rio tiba-tiba sambil nepuk pundak gue.
"Oiya, sori gua lupa!"
"Yee gara-gara ada cewek baru ya?" Ledek Rio sambil ngelirik ke Kanya.
"Hai gua Rio." Kata dia sambil ulurin tangan ke Kanya yang mukanya langsung kaget. "Kanya." Sapa dia balik dan dia salaman dengan Rio
"Oy Rio! Ninggalin aja lo." Kita bertiga nengok ke belakangnya Rio dan ada cowok yang sepertinya pernah kenalan sama gue.

"Eh lo Akbar ya?" Tanya dia.
"Iya. Daffa kan?" Tanya gue balik dan dia ngangguk. Gatau kenapa gue merasakan hawa-hawa canggung. Gue noleh ke Kanya dan dia bolak-balik liatin Daffa dan gue.
"Kanya kan?" Sekarang giliran gue yang ngeliatin mereka berdua.
"I-iya. Kita dulu sekelas kan?" Jawab Kanya dengan suara lembut. Terlalu lembut.Hmm grogi nih bocah.
"Tetanggaan malah!" Kata Daffa sambil ketawa dan muka Kanya langsung memerah.
"Ah elah lo semua jadi reuni gini" Kata Rio.
"Haha iye udah. Duluan ya Bar,Nya." Daffa permisi dan dia langsung pergi sama Rio.

****

Kanya's POV

Daffa Amran. Itu dia sahabat gue waktu SD dan kita sempat tetanggaan. Dia sekarang udah beda banget. Dulu dia gendut sampe waktu itu pas masih SD, dia pernah jatoh dan gelinding. Muka dia juga tipe-tipe yang unyu gitu. Tapi sekarang, badan dia udah atletis dan tinggi. Rambutnya masih hitam lurus seperti dulu. Mukanya ngga chubby lagi, melainkan tulang rahangnya menonjol gini. Kesimpulannya? Puberty did well on him.

Gue makan di kantin sama Akbar,Alara dan Rally yang kemudian nyusul. Ketika bel bunyi, kita berempat masuk ke kelas lagi dan gue tetap duduk sama Alara.


"Pagi semua." Sapa guru yang masuk tiba-tiba.
"Pagi Pak." Jawab satu sekelas.
"Nama Saya pak Anwar, saya akan menjadi guru PLKJ kalian setahun ini." Kata dia. Raut wajah murid-murid langsung kusut. Kenapa masih ada aja sih PLKJ?
"Saya ngga ada peraturan. Hanya saja kalau kalian berisik dan tidak mau mengikuti pelajaran, Saya persilahkan keluar tapi tentunya ada konsekuensinya." Lanjutnya.
"Maaf Pak," Semua langsung nengok ke Rally yang nunjuk tangan.Pak Anwar mempersilahkan Rally bicara. "Saya sih mau-mau aja ikut pelajaran bapak, dan kalau berisik sih itu lagi saya kontrol. Cuma satu aja kok Pak Saya minta, dan ini mewakili murid-murid X-1 yang pastinya ngga berani ngomong." Kata dia dengan keras sambil melotot ke seluruh bagian kelas. Gue nengok ke Alara dan dia udah menyembunyikan wajahnya. Malu.

"Jangan galak-galak Pak kalo ngajar dan tugasnya jangan banyak," Lanjut Rally santai sambil menyilangkan tangannya. Akbar menepuk-nepuk punggungnya Rally. Kita semua nunggu jawaban Pak Anwar. Dia ngeliatin Rally dengan senyum puas dan dia tertawa.

"Baru aja Bapak mau kasih tugas—yang kemaren udah di kasih tau sama kakak Osis nya."
"Yang berpasangan itu Pak?" Tanya Akbar.
"Iya.Kalian semua 30 orang kan? Nah berarti 15 kelompok dan Saya udah punya tugasnya buat kalian" .
"Aduuh Bapaak. Tapi cuma satu kan tugasnya?" Rally mulai lagi.
"Iya ayo semua dengarkan!" Sahut dia pada anak-anak yang lagi berisik. Ketika semua mengalihkan perhatiannya lagi ke Pak Anwar, dan dia melanjutkan penjelasan.

"Tugasnya itu survey. Jadi kalian berpasangan keliling sekitar sekolah atau komplek tentang topik yang akan saya berikan. Saya kasih waktu sampai Jumat untuk lapor dan hari Selasa minggu depan pas jam Saya, kalian presentasikan di depan kelas." Gue nengok ke Akbar dan dia udah liatin gue seakan udah tau apa yang mau gue tanya. Dia mengangguk dan nengok lagi ke Pak Anwar.

"Yang sudah punya pasangan boleh tunjuk tangan dan maju ke depan untuk nulis nama dan kocok kertas buat menentukan topik." Beberapa anak langsung berdiri dan ke meja.
"Duuh gue gatau lagi sama siapa. Lo sama Akbar?" Tanya Alara.
"Iya ra. Lo sama Rally aja."
"Ih udah bosen kali serumah dan sekelas sama dia." Kata dia dengan cetus dan gue ketawa.
"Gue mau keliling dulu ya nanya yang belom punya pasangan." Alara berdiri lalu jalan ke belakang.

Gue akhirnya berdiri dan jalan ke tempatnya Akbar. "Hai" Sapa gue dan duduk disampingnya karena Rally entah kemana. Mulut Akbar pun kemudian berganti menjadi sebuah senyuman yang memperlihatkan giginya.

"Kalian udah punya pasangan?" Tanya Pak Anwar, menunjuk kita berdua.
"Kita satu kelompok Pak." Jawab Akbar dan nunjuk ke gue.
"Ooh sudah. Namanya siapa?"
"Akbar Wibowo dan Kanya Dania." Jawab dia lagi dan gue gabisa nahan senyum karena dia ternyata tau nama panjang gue. Ya mungkin karena liat absen tapi tetep aja. Gak biasanya orang merhatiin nama lengkap lo dan itu membuat gue senang. Pak Anwar mencari nama kita di absen dan menandainya.
"Ya silahkan ambil satu kertas topiknya."
"Lo mengharapkan topik gampang kan? Jadi sebelumnya maaf ya kalo gak dapet." Kata gue dengan gugup.
"Ya ampun selo aja kali," dia ketawa, "yang penting berdua ini ngadepinnya." Dia mau memegang tangan gue yang ada diatas meja tapi kemudian menarik tangannya lagi ke sisinya dan mengalih perhatian ke sisi belakang kelas, seakan gue tidak sadar apa yang mau dia lakukan. Gue menarik nafas dan masukin tangan gue ke tumpukan kertas-kertas kecil diatas meja. Gue pelan-pelan narik kertas yang gue pegang secara random dan Akbar langsung mendekat untuk mencoba melihat.

"Semoga dapet yang gampang deh." Gue berbisik dan membuka kertasnya
"Nah! lumayan gampang coy topiknya. " Kata Akbar dengan lega setelah melihat topik yang kita dapat, yaitu rokok.
"Dapat apa, Akbar?" Tanya Pak Anwar. Akbar memberitahunya dan kita diberikan kertas tugasnya.

"Mau kerjain kapan?" Tanye gue kepada Akbar.
"Gue hari ini gabisa. Besok lo bisa gak?"
"Gue hari apa aja bisa kok. Mau di sekitar sekolah atau dimana?" Gue tanya lagi, sejauh ini, gue belum gemetaran.
"Di komplek rumah gue aja gimana? Gue banyak kenal sama tetangga jadi gak akan diusir atau dimarahin kok haha."
"Hmm yaudah boleh deh, kesana nya naik bis atau?"
"Gua ada supir kok."
"Ooh gitu.Yaudah gue balik kesana ya." Gue menunjuk tempat duduk gue, dan Akbar mengangguk.

Gue berdiri dan mengeluarkan nafas yang entah berapa lama gue tahan. Besok pergi sama Akbar dan gue diantara senang dan takut, gatau besok bakal gimana.

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang