Chapter 9

36.7K 1.4K 5
                                    

Kanya's POV

"Yuk!" Ajak Akbar seketika gue keluar dari kelas. Kita turun ke depan gerbang sekolah. Dan menunggu beberapa saat sampai mobilnya Akbar dateng. Gue masuk mobil dan duduk di belakang, Akbar duduk di depan sama supirnya.

"Pak, saya nebeng ya." Kata gue ke supirnya.
"Ehh iya non Kanya. Panggil Saya pak Ipul." Jawab dia dengan senang. Akbar mungkin udah kasih tau kalau ada yang bakal ikut mobilnya.
"Heh inget, jangan modus." Kata Akbar sambil menunjuk Pak Ipul.
"Ga mungkin lah, Raden juga masih galauin yang di sana kan? Saya gabakal mt, tenang."
"Yang disana?" Tanya gue penasaran. Saatnya menggali informasi.
"Hahaha jadi mantannya-"
"ADUUH PAK!" Potong Akbar dengan frustasi.
"Selo aja kali, bar."
"Iye dah kawan." Jawab dia setelah diam beberapa detik.
"Dia ditinggal mantannya karena mantannya pindah ke luar negri, non." Jelas pak Ipul.
"Oooo sakit ya." Kata gue dan gue menepuk-nepuk pundak Akbar.
"Apa kabar tuh si Tamara?" Tanya Pak Ipul. Tamara...Oke gue sekarang inget. Itu nama yang membuat hari Jumat gue pas kelas 7 sangat buruk.

"Gatau" Jawab Akbar dengan jutek. Setelah itu, Pak Ipul nanya-nanya tentang gue.Rumah gue dimana, kalau ke sekolah naik apa. Selama itu Akbar diem aja. Mungkin mikirin si Tamara. Masih aja belom bisa move on.

Sekitar 20 menit kemudian, kita sampai di depan sebuah rumah. Pak Ipul dengan senang hati membukakan pintunya buat gue.

"Makasih Pak." Kata gue dan dia tersenyum.
"Nya, masuk dulu ya. Tas lo tinggalin di rumah gue aja. Gue juga mau sekalian ambil kertas survey." Gue ,mengangguk dan kita menaiki tangga ke depan pintu rumahnya. Akbar memencet bel dan ngga lama,kedengaran suara orang lagi jalan ke dekat pintu. Pintunya kebuka dan kelihatannya itu nyokapnya karena mukanya mirip dan cantik pula.

"Ini pasti Kanya!" Sapa ibunya sambil tersenyum.
"Iya tante." Gue balas senyumnya dan menyalaminya.
"Yuk masuk. Kalian udah makan siang belum? Tante udah masakin, gausah segan-segan yaa." Lanjut ibunya Akbar sebelum gue bisa menjawab.

"Akbar kan udah bilang gausah repot-repot Ma astaga." Bisik Akbar ke ibunya tapi cukup untuk gue dengar. Ibunya kelihatan seneng banget, sedangkan Akbar? Lebih ke malu. Gue cuma bisa tersenyum dan nahan ketawa. Nyokapnya Akbar mengantarkan kita ke ruang makan dan disana udah tertera berbagai macam makanan.

"Ayo silahkan." Kata Ibunya. Gue ngangguk dan akhirnya duduk di sebelah Akbar.
"Kamu dulu smp dimana?" Tanya Ibu nya Akbar yang namanya ternyata Tante Lis.
"SMP Nusantara, tante." Jawab gue sambil mengambil minum yang udah tertera disana.
"Kamu udah kenal sama Akbar dari dulu atau baru SMA ini?"
""Gapenting banget." Kata Akbar jutek dan pelan.
"Kamu gausah salting gitu dong." Gue keselek minum dan Akbar malah nepuk-nepuk punggung gue dan tepat di bagian yang sensitif alias kalo di pegang gue geli banget, dan gue langsung refleks majuin badan gue.

"Kamu kenapa Kanya?" Tanya nyokapnya.
"Engga gapapa hehe" Jawab gue canggung. Akbar di samping gue malah menahan tawanya. Sialnya, mukanya minta di cubit banget. Tapi tetep aja kurang ajar. Gue memukul tangan kanannya dan dia pura-pura kesakitan. Lebay. Gue menoleh ke Tante Lis dan dia senyum-senyum sambil menggeleng kepalanya, memperhatikan kita. Ditengah-tengah makan, tiba-tiba ada yang nge-bel dan tante Lis pergi menuju pintu, meninggalkan kita berdua. Berdua sama Akbar doang. Gue mulai merasa canggung dan deg-degan karena makanan gue udah abis dan minum gue juga udah abis. Akbar tiba-tiba mukul meja yang membuat gue kaget dan keluar dari pikiran mendalam gue.

"Lo kenapa sih?!" Kata gue setengah teriak dan berbisik.
"Jangan mikirin Raihan mulu." Ledek dia.
"Siapa juga sih yang miki-"
"Kak Akbaaar!" Sapa seorang cewek yang sepertinya itu adeknya baru pulang sekolah.
"Eh kak, ini siapa?" Kata adek ceweknya itu sambil nunjuk gue.
"Temen." kata Akbar dingin. Dalem hati gue pengen gue jawab 'KAKAK IPAR LO NANTI' tapi itu ngga mungkin.

"Kok cewek?" Kata adeknya dengan muka polos atau sengaja polos.
"Masalah buat lo?" Kata Akbar.
"MAMAAAAA!! KAK AKBAR NGOMONG LO KE ADEK!!" Teriak si bocah dan lari ke dapur untuk nyari mamanya. Duh Akbar begini ya di rumah. Akbar selesai makan dan mengangkat piringnya, otomatis gue ngikutin dia tapi dia malah memegang lengan gue dan menyuruh gue kembai duduk dan membawakan piring gue ke dapur. Walaupun begitu, gue tetep aja ngikutin.

"Lo ngapain masuk ke dapur?!" Tanya Akbar yang baru sadar gue ngekor di belakangnya.
"Takut ilang."
"Lucu lo."

Tante Lis tiba-tiba datang bersama adeknya Akbar dan berkata dengan tegas, "Akbar. Minta maaf sama Jihan!"
"Maaf kenapa sih?"
"Kamu kira mama gatau?"
"Yayayaya," kata Akbar pasrah dan dia datengin Jihan, adeknya yang bersembunyi di belakang tante Lis. Mereka berpelukan dan kembali damai lagi. Akbar kemudian mengajak gue ke kamar belajarnya.Gue baru sadar kalo yang dimaksud kamar belajarnya itu adalah kamar tidurnya Akbar. Siap-siap jantungan Kanya.

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang