Kanya's POV
Gatau apa yang melintas di pikiran gue saat itu, gue langsung meluk Papa dengan erat karena kangen sama kehangatan pelukannya Papa. Saat itu juga gue meneteskan air mata. Tau gak sih rasanya gak ketemu sama orang yang kita sayang sekali seabad? Ya walaupun gue juga kesel dia gapernah ngehubungin gue. Tetep aja dia adalah Ayah kandung gue.
"Maafin papa ya Kanya." Kata beliau sambil mengelus punggung gue dengan pelan.
"Papa kemana aja??" Kata gue dengan sesak karena tangisan gue. Gatau gimana caranya berterima kasih ke Akbar sampe bisa ajak Papa ketemu gue. Hari ini juga gue berasa masih banyak orang yang peduli sama gue, walaupun terkadang gue merasa kesepian tapi bukan berarti gue gapunya orang yang gue sayang."Maafin Papa, Kanya. Selama ini Papa ga bisa ngehubungin kamu atau pun nemuin kamu. Papa bener-bener minta maaf." Ucap Papa yang masih memeluk gue. Mungkin Papa ngeliat ekspresi memohon gue untuk menjelaskan kenapa dia balik. Kemana aja dia selama ini? Kenapa gak hubungin?
Papa menarik nafas dalam dan mulai menjelaskan kalau dia selama ini pindah-pindah kerjanya. Dia menyelidiki kasus-kasus kriminalitas di luar negri. Ya, Papa itu pinter. Maka itu dia di pindahin terus kerjanya tiap satu atau dua bulan. Terakhir kemaren dia di Washington DC dan langsung cari tiket pesawat kesini karena dia cuti sebulan.
"Maafin Papa ya. Papa sibuk banget sampe gabisa hubungin kamu. Mama juga takut kamu nya khawatir soal pekerjaan Papa yang agak membahayakan keselamatan ini. Tapi justru, kamu malah khawatir karena gak dikasih kabar." Papa terus mengusap punggung gue dan gue menghapus air mata yang terus aja keluar. Gue akhirnya mengangguk mengerti.
"Yaudah,yuk. Kita ke dalem." Papa merangkul gue selayaknya seorang Ayah memberikan rasa ketenangan dan kehangatan untuk anaknya.
"Oh iya, Kanya."
"Iya,Pa?"
"Akbar itu temen kamu?"
"Iya."
"Yakin? Gak lebih?" Papa menengok ke gue dengan senyuman khas nya kalo dia lagi nyindir gue atau bang Putra. Saking lamanya gak ketemu sama Papa, gue lupa kalau dia suka banget isengin orang.
"E-engga Pa ih apaansih." kata gue dan Papa ketawa. Kita masuk lagi ke dalem restoran dan semua mata memandang. Bang Putra menghampiri Papa dan mereka berpelukan. "Heh kamu. Kuliah bener gak? Menantu buat Papa udah ada belom? Masa kalah sama Kanya?" Kata Papa dan pipi gue memanas karena gue tau siapa yang dimaksud Papa. Bang Putra ketawa dan melepas pelukannya dari Papa. Mama menghampiri kita dan langsung dipeluk Papa."Kok..Mama sama bang Putra gak sekaget aku?" Tanya gue heran.
"Kita udah tau dari kemaren kali," kata bang Putra, "jadi ya lo doang ya gatau haha."
"Ih kok gitu?"
"Yaelah namanya juga surprise." Kata bang Putra sambil memutar bola matanya dan langsung di jewer Mama, "Baik baik lah ngomong sama adeknya."
"Aw-aduh iya Ma" Akhirnya gue disuruh ngumpul sama temen-temen aja selagi Papa makan dulu dan ikutan ngobrol sama Tante Lis. Alara menyadari kalung yang gue pake. Dia ngelirik kearah kalung dan ke mata gue. Alis matanya naik satu seakan bertanya. Gue melirik kearah Akbar dan Alara langsung tersenyum mengerti.Gak kerasa 1 jam kemudian, semua udah mau pamit pulang. Alara dan Rally nunggu supirnya, Rio dijemput orangtua, Daffa nganterin Naya.
"Kanya, ayo pulang."
"Nya, balik sama gue yuk." Gue menengok ke kedua cowok yang tentunya bukan lagi Akbar dan Ayah gue sendiri. Kecanggungan mulai mengisi udara dan gue rasanya pengen ditelan bumi aja. Sebelum gue bisa bilang ke Akbar kalau gue pulang sama Papa, Akbar ngomong duluan,
"Eh sama bokap lo aja. Kan udah lama gak ketemu." Akbar memberikan senyuman hangatnya dan gue memberi ekspresi minta maaf. Gue berbalik badan ke Papa."Kanya, kamu temenin Akbar aja. Kasian tuh nyetir sendiri," kata Papa sambil lirik ke Akbar yang lagi ngobrol sama Alif.
"Aduuh Papa.Ya udah bilangin." Papa dengan sigap langsung menepuk tangannya dan manggil Akbar. Ya Tuhan memalukan.
"Akbar, Kanya bisa ikut pulang sama kamu kan? Om lupa kalau ada urusan sama kuliahnya Putra dulu. Kamu ajak Kanya kemana aja dulu gih gapapa. Mama Kanya percaya sama kamu. Berarti Om juga bisa." Kata Papa ketika Akbar udah di hadapin kita berdua. Akbar tersenyum dengan tulus, "Iya,Om.bisa kok"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema
HumorHidup itu penuh kesedihan dan kesenangan, tapi hidup gue kayaknya gaada diantara kedua itu. Di masa SMA gue ini, gue pikir hidup gue bakal biasa kayak kehidupan SMP gue. Tapi, takdir mengatakan lain. Gue ketemu first love yang akhirnya mengenal gue...