Chapter 2

743 78 10
                                    


Matahari menggelitik mataku untuk terbuka. Sayup-sayup terdengar dering ponselku, menandakan ada pangggilan masuk. Aku meraba-raba tempat tidurku--mencari benda mungil itu--tapi tak kunjung dapat. Dengan berat hati aku mengambil posisi duduk dan membuka sepenuhnya mataku.

Ponselku berada di nakas sebelah tempat tidur.

"Hah... Siapa sih pagi-pagi telepon?" Kutekan tombol terima. "Halo?" ucapku parau.

"Sepertinya kau baru bangun."

"Hmm,"

"..."

"Halo?"

"Apakah kau tidak berniat membuka tokomu?"

Toko?

Aku mendelik! Kujauhkan ponselku dan melihat jam yang tertera di pojok kanan atasnya. Pukul 9 pagi. Aku segera melempar ponselku--tentunya ke kasur--dan berlari menuju kamar mandi.

"Aaahhh!! Telaaatt!!!"

Brak!

Kubanting pintu kamar mandi. Dengan secepat kilat membasuh tubuhku dengan sabun dan air. Tak sampai lima menit, aku keluar dengan rambut basah. Setelah mengeringkan tubuh, aku berlari kecil menuju lemari pakaian.

Baju kaos biru dengan celana jeans kukenakan karena tak memerlukan waktu lama untuk memakainya. Segera kuraih tas dan memasukkan semua keperluanku.

"Kunci, dompet, ponsel-"

Saat aku memasukkan ponsel, ternyata sambungan telepon belum juga terputus. Mengapa dia tak mematikannya? Tanpa pikir panjang kumatikan sambungan. Aku harus cepat menuju toko!

Tak mungkin aku akan cepat sampai jika berjalan. Kuputuskan memakai kendaraanku. Kukayuh dengan sekuat tenaga, melintasi taman kota dan berakhir pada beberapa perumahan. Tokoku berada di ujung jalan. Dapat kulihat sebuah mobil hitam terparkir di depan toko. Siapa ya? Jangan-jangan...

"Tuaann!" seruku sembari melambai padanya. Pelanggan setiaku ini menyender pada pintu toko. Aku semakin mengayuh sepedaku dan berhenti di sebelah toko--untuk memarkir sepeda.

"Hosh... Hosh... Apakah Tuan yang meneleponku tadi?"

Ia mengangguk.

"Darimana Tuan mendapat nomorku?" tanyaku sembari membuka pintu toko yang terkunci. "Silahkan masuk, Tuan," imbuhku.

Aku berbalik dan melihat ia menatapku. Seakan tatapannya tersebut dapat menelanjangiku detik itu juga. Hush! Mikir apa kau Nana!

"Tuan?"

"Hm?"

"Ada yang bisa saya bantu?"

Ia menyodorkan kartu nama. "Nanti malam aku akan menjemputmu di sini."

Aku menerima kartu nama tersebut. Kuteliti tiap baris kalimat yang tertera di kertas itu. Ooh... Jadi namanya Jumin Han, selaku CEO di-wait... What?! CEO di perusahaan C&R??!! Aku mendongak cepat, menatapnya.

"Aku permisi."

Dia berbalik dan meninggalkanku dengan sejuta tanda tanya. Apakah aku bermimpi? Kucubit pipiku dan sakit. Aku merasakan degup jantungku berolahraga. "Demi makanan kucing...," ujarku sembari menatap mobilnya yang sudah menjauh.

>>><<<

Benar saja, setelah aku menutup toko, sebuah mobil sudah menantiku. "Nona Natasha?" tanya seorang wanita berkacamata, "saya Jaehee Kang, asisten Mr. Han, mari ikut saya," imbuhnya.

"Ta-tapi... Aku hanya mengenakan...."

"Tak usah khawatir, Nona. Saya sudah menyiapkan semuanya. Jadi, silahkan masuk."

Dengan ragu aku masuk dalam mobil yang bisa dibilang mewah. Selama perjalanan aku mencoba bercakap dengan Jaehee. Ternyata perkiraanku tentang wanita kaku layaknya robot sirna ketika kami membahas aktor kesayangan kami, Zen.

"Jika ada waktu, aku akan menunjukkan seeeemmuuaa koleksi CD-ku padamu, Nat!!" Jaehee sangat semangat, dapat dilihat ketika ia merentangkan tangannya saat mengatakan 'semua'.

Aku tertawa kecil. "Aahh~ Bener nih?"

"Iyaaa Natashaaa," tuturnya meyakinkanku.

"Janji?"

"Janji!" Kami menautkan jari kelingking sembari tertawa. Ah... Senangnya memiliki teman.

Tak terasa mobil berhenti di sebuah penthouse megah. Milik Juminkah? Jaehee menuntunku masuk ke dalam. Nuansa gelap sangat terasa, TV keluaran terbaru dengan layar yang mampu mengekspos hingga pori-pori artis, akuarium dinding, dan berbagai dekorasi mahal terdapat pada penthouse ini. Jaehee membawaku masuk ke kamar, di dalamnya sudah tersedia pakaian--dress mini hitam, lengkap dengan heels dan...

"Ja-Jaehee... Siapa yang menyiapkan ini?"

"Aku. Apa kau tidak menyukainya?"

"Ah! Bukan begitu, aku sangaaatt menyukainya. Terimakasih Jaehee."

Pakaian dalam itu akhirnya tidak mengangguku. Bayangkan saja Jumin menyiapkan dress, heels lengkap dengan pakaian dalam. Hiii... Memikirkannya saja aku sudah merinding. Jaehee meninggalkanku untuk bersiap.

Setelah puas memakai kamar mandi, aku mengenakan semua yang sudah disiapkan Jaehee. Aku memoles sedikit diriku dengan bedak tipis dan lipstick beraroma berry. Tak lupa semprotan parfum sebagai langkah terakhir.

Aku membuka pintu dan melangkah memutar, membuat dress mini ini sedikit mengembang. "Jaehee~ Bagaimana penampilanku?" tanyaku sembari melirik dress yang aku kenakan.

"Sangat cantik." Suara berat nan rendah membalas.

SAUVETAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang