"Halo, putri tidur."Sapa seseorang saat aku mulai membuka mata. Kurasakan nyeri pada pergelangan tanganku, tetapi tubuh ini kaku tak mampu bergerak. Aku baru menyadari bahwa tanganku terikat ke atas, tergantung menahan badanku. Meski kakiku dapat berdiri sehingga tanganku tak perlu menahan beban badanku, namun tulang kaki serasa meleleh.
Aku mengerjap pelan, ruangan di sekelilingku gelap, hanya ada cahaya dari atas kepalaku. "Bagaimana tidurmu?" ucapnya bertanya kembali.
"Ugh...." Aku mencoba menggerakkan tanganku. Pemuda, ya pemuda di hadapanku tersenyum puas. Ia perlahan mendekat dan menarik daguku. Otomatis fokusku pada wajahnya. Mata sayu dengan manik mint, lingkar hitam juga menghiasi. Rambutnya putih dengan ujung merah muda. Tampak...
"Indah." Tak sadar aku meloloskan satu kata tersebut sembari tersenyum. "Kau sangat indah," imbuhku.
Pemuda tersebut memerah. Ia melepas daguku dan membuang muka. "Hey, sampai kapan kau akan menggantungku?"
"Wah, Tuan Putri sudah berani yah."
"Memang kapan aku bilang takut?"
"Akan kubuat kau menyesal."
"Kita lihat saja," tantangku.
Dia bergerak mendekatiku, dengan cambuk di tangan kirinya.
>>><<<
"Mr. Han... Mr. Han!"
Jumin tersentak, kesadarannya kembali pada tempat yang seharusnya. "Hm?"
Jaehee menatap khawatir atasannya. Untuk kali pertama Jumin tidak fokus pada pekerjaannya. "Apakah kau punya masalah?" Kini Jaehee berbicara layaknya teman.
"Semua manusia pasti memiliki masalah."
Jaehee memutar bola matanya malas. "Jangan bersikap seperti ini. Kau akan semakin membuatku kesusahan."
Jumin menghela napas. "Natasha menghilang sejak dua hari lalu," ungkap Jumin, "di tokonya, di apartemennya, tak ada. Kutelepon pun nihil. Aku khawatir."
"Serahkan saja seluruh anak buahmu untuk-Ah... Sepertinya akan ada pekerjaan baru untukku." Jaehee menunduk pasrah.
"Kau memang asisten terbaik, Jaehee," puji Jumin, ia berjalan melewati Jaehee. Tak lupa ia tepuk pelan pundak asisten sekaligus sahabatnya itu. "Tolong temukan Natasha."
"Baik, Mr. Han."
Setelah Jumin menutup pintu ruangannya, Jaehee menghela napas panjang. "Natasha, aku harap kau baik-baik saja." Jaehee mengutak-atik ponselnya dan segera menelepon beberapa orang suruhan Jumin.
>>><<<
Mobil hitam melaju menembus panasnya jalanan. Supir Kim dengan lihai mengendarai mobil melintasi jalanan kecil untuk menghindari macet. Tak salah lagi menjadikan Supir Kim supir yang terbaik pikir Jumin.
Tak sampai tiga puluh menit, Jumin sudah sampai di sebuah rumah. "Tunggu aku di sini," titah Jumin.
"Baik, Mr. Han."
Jumin bergegas memasuki rumah tersebut. Ia menekan bel. "Ucapkan 'aku akan menjadi kucingmu' dalam bahasa Arab." Pintu tersebut bersuara.
"Seven. Buka pintunya!" Jumin menggedor pintu dengan tak sabaran.
"Ucapkan 'aku akan menjadi kucingmu' dalam bahasa Arab," ucap pintu tersebut lagi.
Perempatan imajiner terbentuk di kening lelaki 27 tahun itu. Ia menghela napas kasar. Ponselnya sudah menempel di telinga. Jumin menelepon pemilik rumah.
"Defender of Justice! Sev-"
"Cepat buka pintunya," tuntut Jumin.
"Ho? Jumin? Kau harus melewati Aliceku terlebih dahulu."
"Alice? Maksudmu suara wanita yang menuntutku untuk menjadi kucingnya?" Suara Jumin mulai meninggi.
"Hahaha! Jika kau tak mau, kau bisa memberikan Elly padaku," goda Seven.
"Seven. Cepat. Bu. Ka. Kan. Pin. Tu," eja Jumin dengan penekanan di setiap suku katanya.
"Kalau kubilang tidak?" Seven terkikik melihat Jumin yang mulai mengurut keningnya dari CCTV.
Terdengar helaan napas di seberang. "Kumohon."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUVETAGE
FanfictionMystic Messenger by Cheritzh Fanfict by Kasukma Cover by @immirahan Jumin Han x MC 2 -Bahasa Indonesia- Well... hope you like it