Chapter 9

412 55 8
                                    

"Dimana... Ra-Ran."

Kau terlalu baik.

"Hahahahaha! Haha! Hahaha! Ran?! Mengapa kau memikirkannya?! Marilah lupakan segalanya dan pergi ke Paradise!" pekik pemuda bermata mint.

"A-aku tak mau."

Mengapa kau tak mau menurut?!

"Ctak!" Jeritan ujung cambuk menggema dalam ruangan. "Ctak! Ctak!" Dua cambukan menampar wajah Nana. Lukapun tak elak melintang di mata bermanik biru itu. "Ukh...," ringis Nana menahan perih. Ia harap matanya masih bisa berfungsi, mengingat ia menutup mata saat lecutan cambuk itu datang.

Namun darah kembali mengalir dari luka-luka baru. Tubuhnya penuh lebam dan luka, baik yang diakibatkan cambuk, cutter, ataupun benda tumpul.

Saeran sebenarnya tak tega, namun di sisi lain dia harus menjalankan perintah Sang Savior. Ini untuk kebaikan Nana, dia akan bergabung ke Paradise, oleh karena itu ia harus melupakan semuanya. Ya, ini untuk kebaikan Nana, begitulah sugesti yang terus bergaung di kepala Saeran.

Namun Nana tetap gigih mempertahankan kesadarannya, ia sudah berkali-kali dijejali penyiksaan, pencucian otak, namun Nana tetap bertahan. Gadis malang itu hanya ingin pulang, membuka toko seperti biasa, menjalani hidup seperti biasa, dan bertemu Jumin--seperti biasa.

Senyum getir Nana membuat Saeran terheran. Masih bisakah Nana tersenyum dalam situasi ini? Saeran mendekat ke Nana, ia memperhatikan setiap inci tubuh Nana yang penuh luka akibat dirinya.

Nana berlutut dengan tangan terikat ke atas. Sudah dua hari ia seperti ini, kemarin Saeran mengamuk, ia lampiaskan semua pada Nana. Saeran marah! Ia tak senang jika Nana melawan, apalagi ia sering menggumamkan nama Jumin.

"Kau menginginkan Jumin? Baiklah, jika itu yang kau inginkan." Saeran menarik pakaian Nana secara paksa. Tentu saja Nana tak ingin pakaiannya terlepas. Dengan keberanian yang sudah terkumpul, ia menggigit tangan Saeran.

Refleks, Saeran memukul kening Nana dengan tangannya yang bebas. Kening Nana memerah dan kesadaran dirinya pergi seiring pandangannya yang memudar.

Saeran menatap Nana. Ada rasa bersalah yang semakin hari kian membesar. Pemuda berambut putih itu menghembuskan napas panjang. Ia mengeluarkan ponselnya kemudiam mengambil foto Nana tak berdaya, ia berencana akan mengirimnya besok.

Dan kini, Saeran kembali memerhatikan gadis di depannya. "Nana, tidakkah kau ingin bersamaku? Aku akan mengajakmu ke Magenta, Paradise!" Saeran mengelus lembut rambut pendek Nana, surai kuningnya berantakan dengan beberapa bercak noda.

"Tolong, aku ingin pulang," lirih Nana. Tak terasa air matanya mengalir--lagi--membuat Saeran merasa tak tega--lagi.

Saeran seketika berdiri dan meninggalkan Nana dengan tangis pilu. Tak beberapa lama, seseorang datang membawa makanan, air dengan baskom, dan beberapa obat.

"V...."

Yang dipanggil menoleh. Ia tersenyum lembut, V berjongkok di hadapan Nana, tangannya mengeluarkan sebuah kain, ia dengan telaten melilitkan kain tersebut ke tubuh Nana. Berharap dapat menggantikan pakaian Nana yang hampir tak mampu menutupi seluruh badannya lagi.

"V, bunuhlah aku."

SAUVETAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang