Chapter 3

599 71 11
                                    


Secepat kilat aku mendongak. Berdirilah Jumin di hadapanku, Jaehee yang berada di belakang  Jumin hanya dapat mengacungkan satu jempolnya.

"A-ah, Mr. Han, te-terimakasih."

"Mengapa kau terdengar seperti Asisten Kang?" Jumin menatap tajam ke arah Jaehee.

"Mengapa kau melihatku seperti itu, Mr. Han?" Jaehee mengerutkan keningnya tanda tak suka.

Helaan napas Jumin terdengar. "Jangan memanggilku seperti itu, Natasha. Panggil saja namaku."

"Baik, Jumin." Aku tersenyum hingga mataku menyipit.

"Nah, itu lebih enak didengar." Jumin mengalihkan perhatiannya ke Jaehee. "Asisten Kang, kau boleh pulang."

"Baik, Mr. Han."

Aku memanggil Jaehee, ia terhenti di ambang pintu dan menoleh. "Jangan lupa janji kita!" Kuacungkan jemari kelingking.

Ia tersenyum dan mengangguk sebelum hilang di balik pintu. "Janji apa?" Jumin memandangku.

"Ra-ha-si-a." Aku mengedipkan satu mataku. Dia menghela napas untuk kali kedua.

"Hmm... Untuk apa kau memanggilku kemari, Jumin?"

"Aku hanya ingin mengajakmu makan malam."

Aku tertegun. Aku? Aku???? Aku tertawa. "Hahaha! Kau pandai bercanda, Jumin."

"Aku tidak sedang bercanda." Jumin menarik tanganku lembut. Genggamannya kuat, seakan ia tidak membiarkanku pergi kemana-mana. Kami sampai di ruang makan, makanan telah tersedia. Aku duduk di hadapan Jumin.

"Jadi, bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Aku mencoba memecah keheningan.

"Tidak ada yang istimewa."

"Apakah kau sering pulang malam seperti ini?"

"Tidak, biasanya aku pulang larut."

"Kau pasti orang yang sibuk, Jumin. Janganlah paksakan dirimu, sesekali perhatikan kondisi tubuhmu. Jangan sampai kau jatuh sakit."

Setelah mengatakan itu, tak ada balasan dari Jumin. Kulirik dia, pandangan kami berserobok barang beberapa detik. Aku kembali menunduk menatap makananku yang tinggal setengah.

Jumin berdeham, "Aku memiliki pakar kesehatan pribadi, jadi aku tak takut jatuh sakit."

"Ooh."

"Tapi, terimakasih."

Aku menaikkan satu alisku. Jumin tidak merespon, ia melanjutkan makan malamnya. Yasudahlah, kualihkan topik dengan bahasan ringan seputar kucing, mengalir kemudian menuju hobi, dan tanpa sadar waktu terus berjalan.

Dibalik sikap dinginnya, Jumin menyimpan kehangatan. Kasih tulusnya terpancar ketika ia membahas Elizabeth 3rd--kucing kesayangannya. Entah mengapa hatiku menghangat ketika berbicara dengannya.

"Jumin, mengapa kau tanyakan itu?" tanyaku balik ketika ia menyinggung tentang pasangan. Jumin tersenyum dan hanya mengatakan bahwa ia penasaran.

"A-aku belum memiliki pasangan," akuku dengan wajah merah menyaingi kepiting bakar di hadapanku.

Aku tak berani menatap Jumin untuk waktu yang agak lama. Setelah kurasa aman, kuberanikan diri untuk bertanya. "Bagaimana denganmu?" Dapat kudengar dentingan alat makan terhenti, apa dia sudah selesai makan? Ugh... Aku harus cepat menyelesaikan makananku.

Sepertinya sudah, ucap Jumin yang kubalas dengan batuk. Sial, aku kurang hati-hati saat makan.

"Minumlah." Jumin menuangi air ke dalam gelasku. Dengan cepat kutegak habis air tersebut, Jumin melihatnya dengan tatapan tak percaya namun setelahnya melembut. Ia menopang dagunya. "Menarik." Ditatap dengan intens membuatku kelabakan.

Tak terasa bulan semakin meninggi. "Jumin, terimakasih atas makan malamnya. Aku sangat senang bisa mengobrol banyak dengamu." Aku berdiri diikuti dengan Jumin.

"A-aku akan mengambil pakaianku dulu." Kulangkahkan kakiku menuju kamar dan mengambil semua barangku. Setelah itu, kembali aku menuju ruang makan.

"Natasha, kau akan pulang?" Jumin masih berdiri di depan meja makan menghampiriku.

"Tentu, hari sudah malam. Sekali lagi terimakasih, Jumin."

"Menginaplah."

Aku yang sudah memegang gagang pintu berbalik dan menatapnya. Ia berada di belakangku. Menatap dengan mata yang sangat berharap.

Dia menyuruhku menginap? Apa aku salah dengar? "Apa?" kutanya ia meyakinkan lagi sekali.

"Menginaplah," tegasnya.

SAUVETAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang