Chapter 17 (Last)

545 34 57
                                    

Deru mobil sport merah memecah jalanan siang itu. Jarum kilometer bergetar menunjuk angka 100. "Hyung! Pelan-pelan!" pekikan ketakutan terdengar dari kursi penumpang di sebelah supir. Sang Supir hanya tersenyum, sorot matanya menggila di balik kacamta berbingkai kuning dengan garis vertikal.

"Faster better~" sanggah pemuda itu kemudian membanting stir menuju sebuah gedung berlogo C&R, "sampai," lanjutnya.

Selesai sudah adegan kebut-kebutan di dalam film action, begitu pikir pemuda bersurai pirang yang kini di sisir rapi ke samping. "Hampir saja aku mendapatkan serangan jantung!" adunya pada seorang wanita berkacamata saat mereka sampai di sebuah lobi.

Wanita dengan nametag bertuliskan Jaehee Kang hanya dapat tersenyum kecil. "Tenanglah, Yoosung. Kau sekarang aman. Mari kuantar, mereka telah menunggu kalian," ucapnya dan menuntun Seven juga Yoosung ke sebuah ballroom.

Mewah. Satu kata yang menggambarkan tempat itu. Suara obrolan kecil berpadu dengan musik lembut berpadu menjadi sebuah suasana ramai yang teratur.

Tempat duduk melingkari setiap meja, ditutup kain silver, menambah kesan berkelas pada interior. Tak lupa meja panjang penuh makanan dan minuman baik dari dalam maupun luar negeri. Cita rasa internasional.

Satu tempat duduk paling depan dekat dengan sebuah podium terisi oleh member RFA. "Kalian lama sekali," omel pria bersuari panjang yang selalu ia ikat, "duduklah," lanjutnya.

Yoosung dan Seven menempati tempat duduk sehingga kini tersisa satu yang kosong karena Jaehee harus mengurus beberapa hal lagi. "Aku akan kembali," ucapnya sebelum meninggalkan meja itu.

Seven merapikan dasi berwarna senada dengan rambutnya. "Jumin, dimana pengantinmu?" tanya pemuda itu kemudian mencomot satu kue. "Hm! Ini enak!" ucapnya berbinar kemudian memberikan potongan kue yang sama pada Yoosung.

"Wow, hyung! Kau benar. Tapi aku lebih suka HBC-mu!" ungkap Yoosung, ia melanjutkan melahap kue itu.

Jumin menegak sedikit wine-nya. "Entahlah. Apakah wanita jika berdandan selalu selama ini? Aku tak tahu karena Elizabeth the 3rd tidak pernah berdandan," balas Jumin.

Zen mendengus sedikit sebal. "Mana ada kucing bermake up! Kau ada-ada saja."

"Itu karena Elizabeth the 3rd memiliki kecantikan alami," ucap Jumin dengan senyum mengembang.

Perempatan imajiner tercetak jelas di kening Zen. Bila saja ia lupa akan kebaikan Nana, mungkin sekarang ia akan pergi dan tak akan menghadiri pesta ini. "Terserahmu." Zen membuang pandangan ke arah sekitar. Wartawan berkerumun di pintu masuk, untung saja Zen masuk lewat pintu khusus, jadi ia tak perlu berhadapan dengan serbuan manusia gila info.

Getaran di ponsel Jumin menandakan ada panggilan masuk. Nama Natasha Han membuat bibirnya menarik senyum, itu panggilan dari gadisnya. Setelah menutup telepon, Jaehee datang dan memberi tanda bahwa acara akan dimulai.

Seorang pria paruh baya yang akan mengikat hubungan Jumin dan Nana memasuki ruangan, ia kemudian berdiri di belakang podium dengan Jumin yang sudah bersiap di sana.

Lampu ruangan meredup, menyisakan alunan musik klasik khas pernikahan dan satu lampu yang menyorot ke arah seorang gadis.

Nana, dengan balutan gaun putih dan manik silver, senada dengan jas yang Jumin kenakan. Berjalan perlahan di karpet merah, ia berusaha tetap menatap ke depan, ke arah Jumin yang menanti dengan seulas senyum.

Degup jantung Nana menggila, ia takut akan ada kesalahan dan membuat Jumin malu di depan banyak orang seperti ini. Seorang gadis kecil berjalan mengiringinya dengan sebuah ranjang penuh bunga yang ia tebar sepanjang jalan.

SAUVETAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang