Di sinilah Natasha sekarang. Duduk bersebelahan dengan Jumin. Tanpa sepatah katapun selama perjalanan menuju apartemennya. Jumin tak berhasil memaksanya untuk menginap. Tapi Natasha tidak menolak saat Jumin ingin mengantarnya pulang."Terimakasih sudah mengantarku! Kapan-kapan mampirlah untuk makan malam. Tapi jangan berharap aku mampu menyediakan makanan seperti tadi, hehehe."
Jumin terkekeh mendengar hal tersebut. Ia mengacak rambut pendek Natasha. "Tentu, Natasha."
Yang diacak hanya bisa menunduk malu. Jumin menyuruh Natasha untuk masuk ke apartemennya. Setelah Natasha menghilang dibalik pintu, Jumin kembali ke penthouse-nya dengan senyum yang tak kunjung hilang. Supir Kim tahu bahwa hati tuannya telah dicuri.
>>><<<
Blam.
Natasha menutup pintu dan melepas heels-nya. Berputar-putar sembari merentangkan tangan bak film Bollywood. Dan berakhir menghempaskan diri di sofa.
Senyum Natasha terus mengembang. Setiap ia mengingat Jumin wajahnya memerah dan otomatis senyum mengembang tak hentinya.
"Arrghh! Aku bisa gila!!" Pekikan Natasha tertahan karena ia menenggelamkan wajahnya ke bantal sofa. Ingatannya terus berulang seperti kaset yang tak ingin berakhir sampai mimpi menjemput gadis yang berbahagia itu.
Beberapa pesan masuk ke ponselnya. Tertera sebuah nama pada layarnya. Pesan dari Jumin.
Esoknya Natasha terbangun dengan leher yang sedikit kaku. Tidur di sofa dengan posisi yang tidak tepat merupakan penyesalannya pagi ini. Pasalnya, ia jadi susah mengerjakan aktivitas dengan normal. Seperti gosok gigi dengan posisi miring, memakai pakaian dengan posisi miring, hingga sarapan pun demikian.
Sesampainya di toko, Natasha mengecek ponselnya. Ia membuka pesan-pesan yang kemarin malam masuk.
Tidurlah yang cukup.
-Jumin-Natasha membuka pesan berikutnya.
Jangan sampai kau bangun telat lagi, Natasha.
-Jumin-Bibir tipisnya terkikik membaca pesan dari Jumin. Setelah membalas beberapa pesan, ia masukkan ponselnya pada saku dan siap bekerja.
"Yosh! Semangat!"
>>><<<
"Tring!"
Suara bel bergemerincing pertanda pintu terbuka. "Selamat datang di Miaw~"
Sosok pelanggan setiaku muncul. "Jumin!!" Aku berseru dan menghampirinya dengan riang. Entah mengapa aku sangat senang melihatnya siang ini. Akhir-akhir ini Jumin jadi sering ke tokoku. Baik itu membeli keperluan untuk Elizabeth 3rd ataupun hanya singgah untuk sekedar mengobrol.
"Apa kau sudah makan siang?"
Jumin menggeleng. Ah! Kebetulan aku membawa bekal. "Makanlah bersamaku! Aku membawa bekal." Kutarik tangannya menuju ruang kerjaku. Ya, terdapat satu ruang khusus menyimpan data-data maupun beberapa stock barang.
Aku menyuruhnya duduk di sofa. Kuambil kotak makan dan duduk di sebelah Jumin. "Hari ini aku memasak ayam lada." Kubuka kotak bekalku, aroma lada menguar menerjang indera penciuman. Membuat perutkumaupun Jumin ingin cepat-cepat diisi.
Kusendok nasi lengkap dengan lauknya. "Aaa~" Sodoran sendokku direspon oleh Jumin. Ia membuka mulut dan melahapnya. Jumin mengerutkan keningnya.
Aku lupa, dia adalah seorang CEO dengan pakar kesehatan. Selalu disuguhi makanan bintang lima dengan gizi lengkap. Dan apa yang kulakukan sekarang? Menyuapinya dengan makanan tak layak ini? Aku merutuki kebodohan yang telah kuperbuat.
"Ah! Jumin, maaf... Harusnya aku memberikanmu makanan yang lebih layak." Aku menunduk.
"Kau memasaknya sendiri?"
Aku mengangguk kaku.
"Enak." Ia condongkan badannya ke depan. Matanya mulai tertutup seiring bibirnya yang terbuka. Aku menatap lurus bibir Jumin. Bibir Jumin... Bibir Jumin... Bibir Ju-Dengan susah payah aku menelan ludah.
Jumin membuka matanya dan sedikit memiringkan kepala. Eh? Buru-buru kusuapi dia lagi. Jumin menutup matanya, mengunyah dengan lambat. Sepertinya menikmati masakan yang aku buat.
"Kau menyukainya? Kapan-kapan aku akan memasakkan sesuatu untukmu!"
Jumin mengelus rambutku. Tangannya turun menuju pipiku dan berakhir pada daguku. Ia menghapus jarak diantara kami. Kurasakan hembusan napasnya membelai wajahku. Adegan ini sering kulihat di film-film romansa, akhirnya aku tahu bagaimana rasanya menjadi pemeran utama wanitanya.
Kyaaa! Jantung serasa mau copot. Jumin memiringkan sedikit wajahnya. Ditatap seperti itu membuat detak jantungku semakin menggila.
Suara dering ponsel Jumin menginterupsi. Jumin mendecak sebal, kerutan di dahinya membuat ekspresi marah yang terlihat lucu ketika ia mengangkat telepon. "Ada apa, Asisten Kang? Hm? Baiklah."
Ia mematikan ponselnya dan menatapku. "Aku harus kembali ke kantor."
"O-oh? Baiklah." Rasa gugup masih terasa, membuat suaraku sedikit bergetar. Aku mengantarkannya sampai depan toko. "Semangat, Jumin!!" Kukepalkan satu tangan di depan dadaku memberinya semangat--tanpa diduga--Jumin menarik ujung bibirnya. Ia tersenyum padaku.
"Terimakasih, Natasha."
Ia meninggalkanku dengan debaran gila di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUVETAGE
FanfictionMystic Messenger by Cheritzh Fanfict by Kasukma Cover by @immirahan Jumin Han x MC 2 -Bahasa Indonesia- Well... hope you like it