Chapter 13

350 49 4
                                    

"Jumin, bagaimana kau tahu aku di sini?"

Nana dan Jumin bersandar pada dinding di sebelah lemari kaca. Komunikasi Jumin terputus kurang lebih 5 menit yang lalu. Ia juga tak dapat menggunakan ponselnya, tak ada satupun signal di laboratorium ini.

"Aku-" Jika Jumin memberitahu Nana bahwa ia telah mengintainya diam-diam, kemungkinan Nana akan marah. "-melacakmu," aku Jumin pasrah, "kau menghilang tanpa kabar. Sehingga aku meminta bantuan temanku untuk mencarimu," imbuh Jumin.

"Untuk apa kau mencariku?"

Ini dia, pertanyaan yang Jumin masih tak tahu apa jawabannya. Pertanyaan dengan rumus terumit, dengan penjabaran tak masuk akal. Jumin sedikit salah tingkah.

"Hmm... Aku...."

"Hm?"

Ucapan Seven kembali terngiang bahwa ia memiliki ketertarikan pada Nana. Suara pintu terbuka menginterupsi obrolan mereka. Sosok berkaos merah dengan tali menyilang di bagian dada muncul. Jaketnya yang ia pakai sembarang mengakibatkan melorot sebelah. Nana dan Jumin otomatis berdiri.

Wajah Nana memutih. Bersembunyi di balik punggung Jumin adalah pilihan yang tepat. Jumin merasakan ujung kaosnya yang tergenggam kuat. Ia yakin bahwa orang yang di hadapannya adalah mimpi buruk Nana.

"Wah... Wah... Wah... Terima kasih, Nana. Berkat kau, aku tak usah bersusah payah membawa CEO ini kemari," ujar Saeran.

Jumin yang bingung hanya meremas tangan Nana lembut. Ia ingin menenangkan gadis malang tersebut. "Kau siapa?"

"Aku? Hahahah! Kau tidak perlu tahu, Jumin!" Saeran terkikik. "Kau akan kubawa ke Paradise. Savior akan sangat senang melihatmu!"

Saeran berancang-ancang. Ia mengambil langkah lebar, berlari ke arah Jumin. Pisau bermata dua yang sebelumnya ia selipkan pada jaketnya sudah berada beberapa centi dari dada Jumin. Refleks, Jumin--bersama Nana--melompat ke kiri. Pisau tersebut hanya menoreh angin.

"Diam di sini," pesan Jumin kepada Nana. Ia memberi tanda untuk bersembunyi di balik meja kayu. Setelah memastikan keamanan Nana, Jumin berbalik menghadap musuhnya.

"Bisa kita mulai?" Saeran melebarkan langkahnya dan berlari. Melihat Saeran yang semakin dekat, Jumin memasang kuda-kuda untuk bersiap. Tidak sia-sia ia belajar bela diri dari dulu.

Mata pisau kembali menyapa Jumin, untung Jumin dapat menghindar, jika tidak mungkin ia akan kehilangan penglihatannya. Tangan kanan Saeran membabi buta, ia tidak memiliki pola dalam serangannya.

Saat ada kesempatan, Jumin menendang tangan kanan Saeran. Pisau tersebut terpental dan terseret ke hadapan Nana. Gadis tersebut hanya dapat menggigit bibir, ia tak berdaya....

Jumin telah mengunci pergerakan Saeran. Ia berhasil memiting leher Saeran dan tangan kanan Jumin mengunci tangan Saeran ke belakang. "Kini jawab, siapa kau? Dan mengapa kau menculik Natasha?"

Di dalam erangannya, Saeran tertawa. "Haha! Aku adalah penyelamat kalian! Akan kubawa kau ke Paradise."

Jawaban Saeran tidak memuaskan pria 27 tahun itu. Jumin mengeratkan pitingannya, mengakibatkan Saeran kehabisan napas.

Tangan kanan Saeran menggapai-gapai udara. "Kau telah melukai Natasha." Jumin semakin mengeratkan tangannya. "Kau harus mendapat balasan," imbuh Jumin.

Saeran mulai lemas, namun beruntung tangannya sempat merogoh sesuatu dari balik jaketnya. Melihat kepala pistol mendongak, Jumin menjatuhkan dirinya dan Saeran, sehingga ia dapat menimpanya.

Jumin balikkan tubuh Saeran, pukulannya bertubi-tubi dilayangkan. Ia ingin Saeran mendapat balasannya. Kembali, ia ingat kondisi Nana. Amarah di tubuhnya memuncak. "Mengapa kau tega melakukan ini!" Jumin berteriak meluapkan rasa kekesalannya.

Jumin bangkit. Ternyata tak sampai disana, kini giliran kaki Jumin yang memberi Saeran hukuman. Menendang, menginjak, Jumin seperti kesurupan. Melihat kondisi Saeran yang tak berdaya, menimbulkan rasa iba pada Nana. "Jumin, hentikan!" pekik Nana, meskipun serak namun dapat Jumin dengar.

Jumin menghembuskan napas kasar. Ini sudah berakhir, kendalikan dirimu, Jumin, batinnya. Nana berjalan dengan tertatih, namun Jumin segera mendekati gadis yang berpenampilan amburadul itu.

"Sudah selesai. Kini kau aman, Natasha." Jumin membelai lembut rambut pirang yang tampak kusut. Nana tak tahan, air matanya berhasil lolos menggenangi pipinya.

Ekor mata Nana menangkap suatu pergerakan. Sontak saja ia memeluk Jumin dengan erat. Jumin yang tidak siap diperlakukan seperti itu hanya dapat mematung.

Dor!

"?!"

SAUVETAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang