23. Kengerian Seorang Pendekar Wanita

919 17 0
                                    

Akan tetapi kini Hwa Hwa Hoat-su juga melompat ke depan dan kebutannya menyambar-nyambar melakukan totokan-totokan yang amat cepat. Betapa pun lihainya Siang Lan yang telah menerima gemblengan Bu-beng-cu, namun menghadapi sekian banyak pengeroyok, ia tidak tahan juga. Akhirnya ujung kebutan di tangan Hwa Hwa Hoat-su yang dapat menjadi lemas atau kaku dengan kekuatan tenaga saktinya itu dapat menotok jalan darahnya di tengkuk dan tubuh gadis itu terkulai roboh dan pingsan!

Hoat Hwa Cin-jin segera mengambil Lui-kong-kiam berikut sarungnya dan menyelipkan pedang itu di pinggangnya sambil tertawa senang.

Kemudian dia memondong tubuh Siang Lan dan hendak membawanya pergi.

"Cin-jin, hati-hatilah. Gadis itu lihai sekali, jangan sampai ia sadar lalu membunuhmu. Lebih cepat ia dibunuh lebih baik agar tidak menjadi penghalang kita di kemudian hari," kata Hwa Hwa Hoat-su.

"Ha-ha-ha, Hoat-su, jangan khawatir! Aku hanya merasa sayang kalau ia dibunuh begitu saja, terlalu enak buat ia dan tidak enak untukku. Jangan khawatir, besok pagi-pagi ia sudah tinggal nama saja, akan kupenggal lehernya dan kepalanya kita pergunakan untuk upacara sembahyang saudara-saudara kita yang terbunuh oleh Hwe-thian Mo-li ini!"

Setelah berkata demikian, Hoat Hwa Cin-jin membawa lari gadis dalam pondongannya itu, memasuki hutan lebat.

Air yang dingin menyiram muka dan kepala Siang Lan, membuat gadis itu siuman dari pingsannya. Ia gelagapan dan menggoyang kepala mengusir air yang menutupi kedua matanya. Ia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan ia terkejut bukan main melihat dirinya berada dalam sebuah pondok, rebah telentang di atas tanah bertilam rumput kering dengan kaki dan tangan terpentang dan terikat pada tiang-tiang besi yang kokoh.

Ia berusaha merenggut lepas tali-tali itu, namun tenaganya tidak dapat terkumpul semua. Tahulah ia dengan kaget bahwa dirinya telah ditotok untuk melemahkan tenaganya.

Ia hanya mampu menggunakan tenaga otot saja dan tidak mampu mengerahkan sin-kang. Yang membuat ia menjadi pucat adalah ketika ia melihat betapa pakaian luarnya telah ditanggalkan dari tubuhnya dan pakaian itu bertumpuk di sudut ruangan pondok itu.

Jantungnya mulai berdebar tegang dan...... takut! Hwe-thian Mo-li tidak pernah gentar menghadapi kematian sekalipun, akan tetapi melihat keadaan dirinya, setengah telanjang dan terikat tak berdaya, membuat ia membayangkan malapetaka yang lebih mengerikan daripada maut!

Ia pernah diperkosa Thian-te Mo-ong. Peristiwa itu saja sudah membuat ia hampir membunuh diri, sudah membuat hancur makna hidup ini baginya. Bagaimana mungkin ia dapat mengalami malapetaka itu untuk kedua kalinya?

"Ha-ha-ha, engkau sudah bangun, Hwe-thian Mo-li?" terdengar suara dari luar dan masuklah Hoat Hwa Cin-jin. Kakek tinggi besar muka hitam ini tampak mengerikan sekali bagi Siang Lan, terutama karena sepasang matanya itu memandang kepadanya penuh nafsu, seolah hendak menelannya bulat-bulat dan mulutnya yang lebar menyeringai penuh ejekan.

"Keparat Hoat Hwa Cin-jin, manusia licik, curang! Kalau engkau memang laki-laki, mari kita bertanding sampai seorang dari kita mampus!"

"He-he-he, sebentar lagi aku akan membuktikan bahwa aku memang laki-laki sejati, Mo-li. Setelah engkau melayani aku bersenang-senang sampai sepuasku dan aku menjadi bosan, barulah engkau akan kubunuh."

Siang Lan bergidik. Apa yang dikhawatirkannya ternyata benar. Pendeta palsu ini hendak berbuat keji kepadanya, hendak memperkosanya! Ia terbelalak, matanya seperti mata kelinci menghadapi auman harimau yang hendak menerkamnya.

"Bunuh saja aku!" teriaknya.

"Ha-ha-ha, sayang engkau begini cantik, begini mulus dibunuh begitu saja. Engkau harus melayani aku dulu...... heh-heh-heh!" Hoat Hwa Cin-jin berjongkok dekat Siang Lan dan kedua tangannya mulai meraba-raba.

Serial Iblis & Bidadari - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang