27. Di Sini Terpasang Banyak Jebakan!

700 20 0
                                    

Cu An semakin mendongkol. Dia seorang pemuda yang mempelajari kesusastraan dan bahkan pandai pula membuat sajak yang dinyanyikannya dengan suara yang cukup merdu. Melihat sikap empat orang wanita itu, dia pun lalu merangkai sajak dan dinyanyikannya dengan suara lantang.

Nyanyian itu isinya menyindir empat orang wanita yang mula-mula mendengarkan dengan gembira dan merasa lucu, akan tetapi akhirnya wajah mereka berubah merah setelah mengerti isi nyanyian.

"Wanita itu bagaikan bunga.
Keindahan bunga adalah kecantikannya,
keharuman bunga adalah sifatnya,
kehalusan bunga adalah wataknya.

Sayang empat tangkai bunga di lembah ini,
cantiknya sih cantik,
akan tetapi sifatnya sama sekali tidak harum,
dan wataknya tidak lembut.

Bodoh-bodoh lagi,
tidak mengenal bahwa yang mereka jebak
adalah seorang pangeran dan
seorang adik seperguruan
dari Hwe-thian Mo-li sendiri!

Aih, jangan-jangan tempat yang dikenal
sebagai Ban-hwa-kok ini
hanya dipenuhi bunga-bunga seperti itu!"

Empat orang itu merasa tersindir, akan tetapi diam-diam mereka juga terkejut dan heran mendengar bahwa pemuda itu seorang pangeran, bahkan masih sute (adik seperguruan) dari Hwe-thian Mo-li! Mereka merasa tegang dan khawatir. Tentu saja mereka tidak perlu percaya akan obrolan pemuda itu, akan tetapi bagaimana kalau ucapannya itu sungguh-sungguh?

Kalau dia seorang pangeran masih belum berapa hebat, akan tetapi bagaimana kalau dia itu benar-benar sute dari Hwe-thian Mo-li ketua mereka? Biarpun ketua mereka tidak jahat, namun keras hati dan mereka bisa dihukum berat kalau menjebak dan menangkap seorang sutenya.

Tiba-tiba masuk dua orang wanita ke dalam ruangan itu. Yang seorang adalah seorang gadis muda berusia sekitar sembilanbelas tahun, berkulit putih mulus, tinggi ramping berwajah manis sekali, sepasang matanya lebar dan wajahnya berbentuk bulat. Gadis ini bukan lain adalah Kui Li Ai yang kini menjadi murid dan juga mewakili Hwe-thian Mo-li memimpin anak buah di Lembah Selaksa Bunga.

Adapun wanita kedua adalah Bwe Kiok Hwa, berusia sekitar tigapuluh tahun lebih yang juga berwajah cukup cantik dan bersikap keras. Ialah murid pertama dan anggauta yang diberi kekuasaan untuk mengepalai para murid dan agaknya kedudukannya ini yang membuat Bwe Kiok Hwa memiliki sikap yang agak kaku dan keras, memegang teguh peraturan sehingga ia ditakuti para anggauta lainnya.

Begitu tiba di situ, Kui Li Ai menatap wajah Cu An yang tergantung membalik itu. Dua pasang mata bertemu dan mata Cu An terbelalak kagum.

"Nona manis yang cantik jelita, kasihanilah aku yang tidak berdosa, disiksa seperti ini selama semalam suntuk oleh bunga-bunga yang baunya tidak enak ini," katanya.

Tentu saja Li Ai menjadi bingung. "Apa maksudmu bunga-bunga yang baunya tidak enak?" bentaknya.

"Gadis-gadis cantik ini seperti bunga akan tetapi sikap mereka sungguh tidak enak," kata Cu An.

"Enci Bwe Kiok Hwa, bebaskan dia dari jala!" Kui Li Ai berkata kepada Bwe Kiok Hwa.

"Akan tetapi, Kui Siocia (Nona Kui), orang ini telah melanggar wilayah kita dan sudah sepatutnya dia dihukum. Biarkan dia tergantung di sana menunggu sampai pang-cu pulang dan memberi keputusan apa yang harus kita lakukan kepadanya!"

"Wah, bunga yang ini baunya malah lebih busuk lagi!" kata Cu An dengan hati mendongkol. "Baik, kita sama lihat saja apa yang akan dikatakan Suci Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan kalau ia pulang dan melihat sutenya disiksa seperti ini!"

Mendengar ini, Kui Li Ai berkata lagi, kini lebih tegas memerintah kepada Bwe Kiok Hwa. "Enci Bwe, cepat bebaskan dia, biar aku yang bertanggungjawab terhadap Enci Siang Lan!"

Serial Iblis & Bidadari - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang