29. Pertemuan Dua Saudara Perguruan

736 19 0
                                    

"Ai-moi......!" Cu An berhenti melangkah dan menarik gadis itu sehingga mereka berdiri berhadapan, dekat sekali dan ketika mereka saling pandang, Cu An agak menunduk dan Li Ai agak berdongak, mereka dapat merasakan hembusan napas masing-masing di muka mereka.

"Jangan engkau sekali lagi berkata seperti itu, Ai-moi. Ucapan itu amat menyakitkan hatiku. Engkau lebih dari pantas berjalan dalam kehidupan ini di sampingku, akulah yang tidak pantas bagimu. Ai-moi, aku...... aku sayang kamu, aku cinta kamu......"

"An-ko......!" Kini kedua tangan mereka saling bertemu dan jari-jari tangan mereka saling remas. Sejenak Li Ai yang, merasa tubuhnya lunglai, menyandarkan mukanya di dada pemuda itu yang merangkul pundaknya. Biarpun tidak lama mereka berada dalam keadaan seperti ini, namun rasanya hati mereka telah menjadi satu dan sukar untuk dipisahkan lagi. Akan tetapi Li Ai segera menyadari keadaan dirinya. Ia menjauhkan diri dan berkata lirih.

"Dari sini ke bawah sudah tidak ada perangkap lagi, An-ko. Selamat jalan, An-ko dan terima kasih, engkau baik sekali. Nanti kalau Enci Siang Lan kembali, akan kuceritakan padanya tentang kunjunganmu." Li Ai menguatkan hatinya, akan tetapi tetap saja suaranya terdengar agak gemetar karena haru dan sedih akan berpisah dari pemuda itu.

"Baik, Ai-moi. Kurasa aku akan dapat bertemu dengannya di kota raja. Kalau aku bertemu dengannya, akan kuceritakan pembelaanmu kepada Ban-hwa-pang dari serbuan pengacau."

Cu An mengambil sebuah kantung kecil yang biasa dia pergunakan untuk menyimpan uang emas, sebuah kantung kecil dari kain disulam indah dengan gambar sepasang kupu-kupu dan memberikannya kepada Li Ai.

"Ai-moi, aku tidak mempunyai apa-apa yang berharga. Harap engkau suka menerima hadiah dariku ini sebagai tanda mata atas persahabatan kita."

Li Ai menerimanya dengan tangan gemetar, lalu berkata, "Aku pun tidak mempunyai apa-apa, An-ko, akan tetapi silakan ambil apa saja yang kausuka."

Cu An mengamati gadis itu, lalu mengelus rambutnya yang hitam panjang lebat dan agak berikal itu. "Bolehkah aku mengambil hiasan rambutmu ini, Ai-moi?"

"Tentu saja boleh, An-ko," jawab gadis itu dengan muka berubah kemerahan.

Cu An mengambil tusuk sanggul yang berupa bunga teratai itu dan begitu dicabut sanggulnya terlepas dan rambut yang panjang itu terurai menutupi kedua pundak Li Ai.

"Alangkah indah rambutmu, Ai-moi," Cu An mengelus rambut itu dengan mesra.

Selama hidupnya baru sekali ini Li Ai merasa dicinta pria, sebaliknya juga Cu An baru sekali ini merasa dekat sekali dengan wanita. Keduanya salah tingkah dan merasa canggung, jantung berdebar tegang dan tidak tahu harus berkata dan berbuat apa.

"Nah, selamat tinggal, Adikku sayang."

"Selamat jalan, An-ko."

Kedua tangan yang saling berpegang itu merenggang dan perlahan-lahan terlepas ketika Cu An mulai melangkah meninggalkan Li Ai. Setelah mengikuti bayangan pemuda yang menuruni lereng terakhir itu sampai bayangan itu lenyap barulah Li Ai tidak dapat menahan tangisnya. Ia menangis sedih, berjalan mendaki bukit sambil menangis. Ia teringat akan keadaan dirinya, yakin bahwa ia tidak akan mungkin dapat hidup berjodoh dengan Cu An, pemuda yang telah merebut cintanya.

Ia teringat akan Bong Kim atau Bong Kongcu, putera Hartawan Bong di kota raja, pria pertama yang mengaku cinta dan melamarnya sebagai isteri. Mula-mula ia memang tertarik, akan tetapi setelah pemuda itu diberitahu bahwa ia bukan perawan lagi, Bong Kim malah menghinanya dan memandang rendah kepadanya dan hanya ingin mengambilnya sebagai seorang selir. Karena ia tidak mencinta Bong Kim, maka sikap Bong Kim itu tidak begitu menyakitkan hatinya, apalagi pemuda hartawan itu telah menerima hajaran keras dari Hwe-thian Mo-li.

Serial Iblis & Bidadari - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang