17. Kekecewaan Putera Pangeran Bouw

895 21 0
                                    

"Mereka tidak akan mengaku, dan andaikata mereka mengaku, Kaisar tidak akan percaya. Buktinya tidak ada dan kaisar pasti akan lebih percaya kepadaku daripada mereka. Sudahlah, jangan khawatir. Sekarang sudah kita tentukan. Kita akan membujuk para pendukung Panglima besar Chang dengan matinya Panglima Kui sebagai alasan. Kalau bujukan itu telah dilaksanakan, maka siapa di antara mereka yang tidak mau bekerja sama, akan kita bunuh satu demi satu dan yang melaksanakan adalah orang-orang dari suku Mancu, suku Hui, dan dari Pek-lian-kauw."

"Akan tetapi, apakah mereka sanggup melaksanakan tugas berat itu?" tanya seorang pembesar sipil.

"Ha-ha-ha, siapa yang menyangsikan kesanggupan dan kemampuan kami?" tiba-tiba terdengar suara yang berlogat asing dan tiba-tiba berkelebat dua sosok bayangan dan tahu-tahu di dalam ruangm itu telah berdiri dua orang. Agaknya mereka berdua tadi melayang masuk melalui atap yang mereka buat tanpa ada pengawal yang melihat mereka saking cepatnya mereka bergerak.

Seorang kakek tinggi kurus berwajah pucat seperti mayat dengan rambut putih, matanya sipit dan mulutnya menyeringai penuh ejekan membawa sebatang pedang di punggung dan sebatang kebutan putih terselip di ikat pinggang, dan seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian serba tebal, tubuhnya tinggi besar, mukanya berwarna merah tanpa kumis maupun jenggot, di pinggangnya tergantung sebatang golok gergaji.

Kakek itu berusia sekitar enampuluh lima tahun dan dia adalah Hwa Hwa Hoat-su, seorang datuk dari Pek-lian-kauw yang berilmu tinggi, baik ilmu silat maupun ilmu sihirnya. Dia datang berkunjung sebagai wakil dan utusan Pek-lian-kauw yang menjadi satu di antara para sekutu Pangeran Bouw.

Adapun laki-laki kedua bermuka merah itu adalah Hongbacu, berusia sekitar empatpuluh lima tahun. Dia bukan orang sembarangan karena dia adalah adik seperguruan dari Nurhacu, tokoh Mancu yang kelak berhasil merobohkan kerajaan Beng dan membangun dinasti Ceng.

Hongbacu ini menjadi wakil pihak Mancu dan utusan dari Nurhacu yang diam-diam juga menjadi sekutu Pangeran Bouw. Hongbacu memiliki ilmu kepandaian tinggi pula, di antara bangsa-bangsa di utara dia amat terkenal karena kelihaiannya.

Pangeran Bouw yang sudah mengenal dua orang tokoh itu segera bangkit berdiri menyambut dengan girang.

"Ah, kiranya Hwa Hwa Hoat-su wakil Pek-lian-kauw dan Saudara Hongbacu wakil dari Mancu. Selamat datang dan silakan duduk!"

Setelah mereka berdua duduk di kursi yang memang sudah dipersiapkan untuk mereka, Hongbacu memandang kepada para hadirin, lalu bertanya dengan heran kepada tuan rumah.

"Pangeran Bouw, saya tidak melihat Tarmalan, padahal dia adalah orang penting dalam persekutuan kita. Kenapa dia tidak hadir malam ini?"

"Saudara Hongbacu, jangan khawatir, kami yakin bahwa dia pasti akan hadir," jawab Pangeran Bouw.

"Heh-heh, apakah aku terlambat?" terdengar suara orang tanpa tampak orangnya.

Lalu dari jendela muncul gumpalan asap memasuki ruangan itu dan perlahan-lahan asap itu membuat bentuk lalu berubah menjadi seorang laki-laki bertubuh sedang, berwajah tampan dan memegang sebatang tongkat ular. Usianya sekitar limapuluh lima tahun.

Inilah Tarmalan, orang penting yang menjadi utusan suku bangsa Hui dan terkenal sebagai dukun atau ahli sihir. Dukun Tarmalan ini masih terhitung paman dari pangeran Bouw karena ibu kandung Pangeran Bouw yang menjadi selir Kaisar Cia Ceng ayah Kaisar Wan Li yang sekarang menjadi kaisar Kerajaan Beng, adalah kakak tertua dari Tarmalan.

Kecuali Hongbacu dan Hwa Hwa Hoat-su yang berilmu tinggi, mereka yang duduk di situ memandang kagum atas kemunculan Tarmalan yang luar biasa itu. Tarmalan yang menjadi dukun dari suku bangsa Hui memang terkenal lihai, terutama ilmu sihirnya.

Serial Iblis & Bidadari - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang