Perasaan itu seperti rumus MTK
🍁🍁🍁
Untuk kesekian kalinya Arkan melihat arlojinya. Sudah cukup lama, batang hidung Nara belum juga terlihat. Tadi Arkan sudah sempat cek ke kelas Nara tetapi kata temannya Nara sudah keluar kelas sedari tadi. Arkan mengecek Handphonenya lagi, chatnya belum dibalas juga.
Tidak mungkin Nara pulang bersama mamanya. Karena kepala sekolah sedang ada pertemuan di hotel Grand Star sejak siang tadi. Yap, kepala sekolah, alias Bu Mala adalah mama Nara. Oke balik lagi ke Arkan.
Arkan sudah mencoba menghubungi Nara, tetapi tadi tidak di angkat. Akhirnya Arkan memutuskan untuk pulang. Mungkin saja Nara sudah pulang atau pergi bersama temannya, tetapi lupa mengabari Arkan. Baru saja Arkan ingin menyalakan motornya, handphonenya berbunyi. Terlihat nama Nara dilayar itu. Ia buru - buru melepaskan helm dan menjawab telepon dari Nara.
"Arkan! Tolongin Nara, plis!" dari suaranya Nara terlihat panik, Arkan langsung mengernyit heran
"Kenapa, Ra?"
"Nara kekunci di gudang rooftop gimana nih, Arkan udah pulang, ya?" rengek Nara, membuat Arkan seketika panik.
"Ya ampun," Arkan menghela nafas, "yaudah tunggu."
Arkan melesat cepat ke Rooftop. Dia sedikit berkeringat akibat menaiki anak tangga yang menghubungkan ke atap sekolahnya itu. Sekolahnya terdiri dari 4 lantai ditambah 1 tangga untuk ke Rooftop
Namun, ketika sudah di ujung tangga, Arkan menghentikan langkahnya. Bimbang, apakah ke tempat itu adalah keharusan? Yang justru harus memutar film itu lagi di memorinya.
Atau tidak sama sekali? Mengakibatkan Arkan harus kehilangan seseorang yang penting di kehidupannya lagi.Arkan mengepalkan tangannya kesal. Semua bayangan buruk itu ditepisnya, mengingat masih ada sosok penting yang harus diselamatkannya. Dia tidak ingin salah mengambil keputusan. Kalau Nara kenapa-kenapa, mungkin dirinya akan dihantui oleh perasaan bersalah.
Ketika melihat pintu gudang yang dimaksud, Arkan menggedor pintu kayu yang telah lapuk itu.
"Nara!" panggil Arkan memastikan.
"ARKAN! ITU KAMU KAN? BUKAIN," pinta Nara dengan nada memohon.
"MENJAUH DARI PINTU, RA!" titah Arkan tegas.
Dilipatnya lengan seragamnya, bersiap mendobrak pintu yang sudah lapuk itu.
Brakk!
Setelah berkali-kali mendobrak, akhirnya pintu terbuka kasar. Pintunya patah. Menampakkan seorang gadis yang terduduk memeluk kedua lututnya.
"Ra?" panggil Arkan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender
Teen FictionCover by Lalinaaa_ Awalnya mudah saja bagi Arkan dan Nara untuk tetap saling percaya dengan komitmen yang mereka genggam. Tetapi bagaimana jika salah satu dari mereka memilih melepaskan?