Dipon, Vano dan Kevan belum juga beranjak dari parkiran walaupun kendaraan mereka sudah terparkir rapi disana. Mereka masih asik saling mencibir dan menggoda satu sama lain. Bahan obrolan mereka pun tidak sesulit chat dengan gebetan yang harus berpikir keras layaknya mengerjakan pelajaran MTK.
"No, kan lo udah putus sama Dipon! Kenapa meluk-meluk Dipon?"
Vano melihat Kevan dengan polos, "emang Vano pacaran sama Dipon?"
Tatapannya beralih ke Dipon, "Pon? Emang kita pacaran?"
"Kita tunangan, No! Lo lupa? Kan kita udah janji mau buat film 'nikah muda' bareng."
Mata Vano berbinar, "serius, Pon?"
"Ya kagak lah bego," umpat Dipon seraya menjitak Vano.
Vano meringis, "yaudah, kita balikan yuk, No?" Vano menaik turunkan alisnya.
Tasya baru saja masuk dari gerbang Airlangga, membuat Kevan berbinar.
"Is, kemaren kan lo nembak Tasya, No! Jangan di PHP-in dong!" Kevan ikut menimpali dengan nama Tasya sebagai korban.
"Masa sih? TASYA!" panggilnya ketika melihat Tasya memarkirkan sepeda motor maticnya.
Tasya hanya melihat dengan tatapan bertanya.
"Mulai sekarang Tasya jadi pacar Vano, ya!"
Vano cengengesan."Ciee...!" terdengar sorakan riuh dari Siswa-siswi yang berada di parkiran.
"Ish! Apaan sih?" Tasya mendengus kesal, kemudian segera meninggalkan parkiran dengan langkah cepat.
"Pst!" Vano menyenggol bahu Dipon.
"Apaan? Mau meluk gue lagi? Nih, cium sekalian!"
"Is! Bukan! Tuh liat," Vano menunjuk ke depan gerbang Airlangga.
Menampilkan pemandangan seorang gadis yang berusaha menahan tangisnya, "Nara kenapa? Berantem sama Arkan ya? Samperin kuy."
Walau bertingkah kocak dan terkesan bego, Vano tidak pernah main-main dengan perasaan cewek. Dia tidak berstatus 'berpacaran' tetapi dia bisa mengerti cewek. Bisa dilihat dari caranya menghargai maminya.
Eh tapi kemaren maminya dijadikan bahan percobaan penculikan sih🙄
Dipon dan Kevan mengangguk setuju.
Nara menahan tangisnya agar tidak pecah saat ini. Dia tidak ingin terlihat sembab di depan teman-teman sekolahnya. Namun usahanya gagal. Karena terlalu seringnya memendam, tangisannya pun keluar akibat sesak yang sudah bergejolak.
"Nar."
Nara mengangkat kepalanya begitu ada yang memanggilnya. Tangannya sedari tadi masih mengusap air mata yang terus mengalir walau setetes demi setetes.
Nara hanya menatap Kevan sekilas kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tidak ingin ada yang melihatnya sedang rapuh. Namun keinginannya harus sirna karena teman-teman Arkan sudah mengetahuinya.
"Gue mau sendiri, Van," ucap Nara berusaha tegar tanpa melihat ke lawan bicaranya.
"Oke, Tapi gue tunggu cerita lo." Kevan mengode ke Dipon dan Vano untuk meninggalkan Nara sendiri.
Dibalik kejadian sejak Nara turun dari mobil Arkan, ada yang melihatnya senang dengan seringaian khasnya.
🍁🍁🍁
Murid di kelas Nara sesekali melirik ke meja Nara dan Karina karena keingintahuan mereka perihal wajah Nara yang terlihat jelas, habis menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender
Teen FictionCover by Lalinaaa_ Awalnya mudah saja bagi Arkan dan Nara untuk tetap saling percaya dengan komitmen yang mereka genggam. Tetapi bagaimana jika salah satu dari mereka memilih melepaskan?