Hari ini adalah hari pertama libur semester ganjil. Dan besok mereka akan mengadakan Camping gabungan akhir tahun yang sudah menjadi tradisi di SMA Airlangga. Dihari pertama libur ini, Arkan dan teman - temannya memanfaatkan waktu mereka untuk bersantai di halaman belakang rumah Kevan.
"Van, kiri dikit!" teriak Dipon dari bawah sambil mengarahkan tangannya ke kiri.
Kevan berdecak, "ga nyampai! Anjir, semutnya masuk sempak gue!"
Vano yang tengah memainkan gitar Dipon asal-asalan malah tertawa keras. Dipon melihat Vano dengan tatapan bertanya.
"Makanya tulis gede-gede tulisan CLOSE disana, Van!" jawab Vano dengan wajah tanpa dosa.
Dipon ikut tertawa keras mendengar jawaban Vano, sedangkan Kevan memasang muka datar sambil berusaha turun dari pohon Rambutannya.
Vano memberikan gitar Dipon ke Arkan, kemudian beranjak dari kursi, berjalan ke arah Dipon.
"Mana rambutan buat Vano?" tanya Vano mendekati tumpukan rambutan.
"Eh, enak aja, ini buat gue!" Dipon mendekati Vano yang tengah memanyunkan bibirnya.
Namun ekspresi Vano berubah, Vano mengendus-endus badan Dipon lalu memeluk Dipon sambil tersenyum.
"Is! No, lo ngapain?"
"Wangi!" jawab Vano cengengesan.
Dipon berlari ke arah tasnya yang di letakkan di atas meja. Tangannya dengan cepat merogoh tasnya lalu kembali menghampiri Vano.
"Nih!" Dipon melempar botol Parfume yang langsung ditangkap Vano, "daripada lo meluk gue mulu!"
Ketika menerima Parfume Dipon, Vano tersenyum sumringah layaknya anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Dia menyemprotkan Parfume itu ke atas, lalu memutarkan badannya agar wangi Parfume yang di semprotnya tadi mendarat rata di badannya.
Kevan geleng-geleng kepala sambil membuka rambutan hasil petikannya. Kulitnya dia lempar ke Vano yang langsung mengenai Vano tepat di kepala.
"Apaan sih, Van?" dengus Vano seraya mengusap kepalanya.
Kevan diam, dia asik memakan rambutannya.
"Mahal tuh, No! Jangan dihabisin!" ucap Dipon kemudian.
"Iya elah, ntar Vano ganti deh, Raflesia Arnoldie kan mereknya?"
Dipon menatap Vano dengan menyipit.
Mereka bertiga asik saling mencibir satu sama lain. Kecuali cowok yang kini mencat rambutnya dengan warna blonde. Arkan duduk di kursi halaman sambil mengotak-atik handphonenya.
"Kan, lo gamau rambutan?" tawar Kevan sembari ikut duduk di samping Arkan.
Arkan melihat Kevan sekilas, lalu kembali menatap handphonenya yang berarti jawabannya 'tidak mau'.
"Jelaslah Arkan gamau, rambutannya kaya rambut ketek Vano!" celetuk Dipon yang tengah duduk di rerumputan.
"Bulu ketek kali' Pon! Sejak kapan sejarahnya 'rambut ketek'? Protes Vano.
"Nah, tumben pinter!" seru Kevan.
"Kan! Lo ikutan Camping kan?" tanya Kevan sambil memperhatikan rambut Arkan dengan tatapan mengernyit.
Karena Arkan nekat mencat rambutnya, sedangkan SMA Airlangga dilarang untuk mengubah warna rambut.
Arkan menaikkan alisnya, "Hm."
"Itu, rambut lo-"
"Sengaja," jawab Arkan cepat tanpa menunggu Kevan menyelesaikan kalimatnya.
"Lo yakin mau buat Buk Mala ga suka sama lo? Kasihan Nara, Kan," ujar Kevan dengan volume kecil dan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender
Teen FictionCover by Lalinaaa_ Awalnya mudah saja bagi Arkan dan Nara untuk tetap saling percaya dengan komitmen yang mereka genggam. Tetapi bagaimana jika salah satu dari mereka memilih melepaskan?