17 - Balikan?

2.8K 193 9
                                    

"Karena hanya cara ini yang mampu aku lakukan untuk kembali menggenggam tanganmu, walau hanya sesaat"


🍁🍁🍁

"Jangan ketawa mulu."

Nara mengangkat kepalanya perlahan dari lututnya. Tangannya yang sedari tadi memeluk lutut, ia tata untuk mengusap air matanya. Itu semua karena kalimat receh yang baru saja didengarnya. Nara menoleh ke belakang. Di depan pintu tenda sudah ada Arkan yang duduk membelakanginya.

Arkan berbalik ke arah Nara. Ia tersenyum lebar, membuat Nara tambah tidak mengerti dan menganggap Arkan aneh. Tidak biasanya Arkan tersenyum lebar seperti ini. Momentnya tidak pas pula.  Di saat Nara menangis kenapa Arkan justru tersenyum manis?

"Kalau kamu nangis aku sumpahin tembem!" ujar Arkan sambil memperhatikan lekat wajah Nara.

Nara mengernyit. Geraknya menjadi tidak nyaman karena Arkan yang menatapnya lekat, "Kenapa liatin aku mulu sih?" tanya Nara kesal.

"Lucu," kekeh Arkan seraya kembali menolehkan badannnya ke depan, membelakangi Nara.

"Aneh," Nara mengusap kembali jejak air matanya, ia sedikit beranjak, "awas, aku mau keluar!"

"Di luar sedang upacara, kamu bisa kena semprot kalau ketahuan ga ikutan."

Nara berdecak dan kembali duduk. Ucapan Arkan ada benarnya juga. Mamanya bisa melemparkan pertanyaan beruntun jika tahu keadaanya sekarang. Dan ia tidak mau itu terjadi.

Arkan menyodorkan kotak bekal Nara yang diambilnya tanpa izin dari tas Naranya , "aku tau kamu belum makan."

Nara menatap bekal di depannya cukup lama.

"Kenapa? Nunggu aku suapin?" tanya Arkan. Nara menatap Arkan tajam.

"Kamu kenapa sih, Ar?" Nara menatap Arkan dingin, lalu mengambil bekal itu dan memakannya.

Bukannya membantah, Arkan malah tersenyum senang.

"Kenapa sih kamu senyum-senyum mulu?"

Arkan menghentikan senyumannya dengan terpaksa, "aku suka liat kamu marah, Ra. Jarang banget kamu marah gini sama aku. Aku juga merasa bersalah karena selama ini kamu selalu mendem emosi kamu, sekarang kamu bebas kok marahin aku, Ra."

Nara memutar bola matanya malas. Ia beranjak dari tenda karena baru saja mendengar dari mikrofon bahwa upacara telah selesai, dan kegiatan perkemahan sudah resmi di buka. Ketika hendak keluar dan melewati Arkan begitu saja, Nara tersandung oleh kaki Arkan. Bahkan Nara sangat kesal karena dia sengaja mengulurkan kakinya untuk menyandung Nara. Badan Nara tidak seimbang. Ketika badannya sudah benar-benar ingin kehilangan keseimbangan, dengan sigap Arkan menahan tangannya agar tidak jatuh.

Mata mereka terkunci beberapa detik,  hingga Arkan berbicara, memecahkan keheningan keduanya.

"Makanya jalan pakai mata, Ra."

Nara langsung tersentak dan melepaskan tangannya dari genggaman tangan Arkan "Mata buat liat! Gak untuk jalan!" Nara langsung pergi meninggalkan Arkan yang terkekeh geli melihat tingkahnya.

Selama di jalan, Nara tidak habis pikir. Jelas-jelas dia yang menyandungnya, kenapa dia juga yang menolongnya? Dia merasa banyak perubahan dari diri Arkan. Nara rindu Arkan yang dulu. Arkan yang irit kata,  namun mampu melukiskan banyak cerita.

SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang