31 - Cinta Tidak Harus Memiliki

2.2K 166 12
                                    

"Kan!" Kevan lari terbirit-birit ke arah Arkan yang berjalan cepat, "lo putus sama Nara?" tanya Kevan yang kini sudah di samping Arkan sambil terus berjalan, menyeimbangi langkah Arkan.

"Hm." Arkan mengangkat sebelah alisnya, membuat Kevan yakin kalau Arkan serius.

"Kok-" Kevan mengernyit sebentar, "baru juga kemaren-kemaren kalian baik-baik lagi setelah break, eh malah beneran putus."

Arkan tidak menanggapi, sambil terus melangkahkan kakinya ke parkiran. Tidak ada yang perlu ditunggunya sekarang. Kini ia bebas pulang kapan dan mau kemana dulu, karena mengantar Nara pulang bukanlah haknya lagi. Meski sebenarnya ia sangat ingin untuk tetap terus seperti sebelumnya yang selalu membonceng Nara di motor sportnya. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Nara sudah mengambil keputusan. Menurutnya ucapan mantan kekasihnya itu juga cukup mudah di pahami meski sulit untuk diterima kenyataannya.

Setelah berpamitan kepada Kevan yang tengah menaiki motornya, Arkan menjalankan motornya ke luar gerbang sekolah. Namun, baru beberapa meter ia mengendarainya, motornya kembali terhenti tepat di samping halte SMA Airlangga. Arkan membuka kaca helm full facenya.

"Ra."

Gadis yang merasa terpanggil langsung mengangkat kepalanya. Nara menatap Arkan datar, sangat berbeda dengan Nara yang biasanya. Dulu ia akan berbinar kegirangan. Kini kilauan di matanya seakan telah redup ketika melihat cowok yang kini sudah menjadi mantan kekasihnya.

"Gak pulang?" kini kembali Arkan yang membuka suara meski tegurannya tadi tidak digubris dengan ucapan.

Nara mengangguk, lalu mencoba untuk tidak mempedulikan Arkan dengan sesekali melihat ke ujung jalan raya, berharap orang yang di tunggunya segera datang. Arkan rindu Nara yang dulu. Nara yang ceria dan refleks kegirangan ketika bertemu dengannya. Arkan tidak menyangka Nara tidak bisa menerima masa lalunya. Meski ucapan Nara sudah terlewat menusuk ke dalam hatinya, namun perasaan itu tidak bisa hilang. Ia masih sangat menyayangi Nara. Untuk benci pun ia tidak bisa.

"Mau pulang bareng?" tanya Arkan lagi dengan intonasi yang tetap lembut meski perlakuannya akan tetap diabaikan.

Nara melihat Arkan sekilas, lalu kembali melihat ke ujung jalan tanpa mempedulikan Arkan. Tidak lama senyum Nara merekah, bersamaan dengan klakson mobil yang berbunyi pendek dua kali. Arkan juga ikut memalingkan wajah ke arah mobil silver yang berhenti di depan motornya. Tidak lama kaca mobil itu terbuka, menampakkan seorang cowok yang juga memakai seragam, namun berbeda dengan seragam mereka berdua.

"Duluan," pamit Nara sambil berjalan cepat ke dalam mobil Kaliv.

Shit.

Arkan menatap tajam ke arah mobil silver yang sudah melaju jauh dan semakin lama semakin mengecil.

🍁🍁🍁

"Nar, ntar mampir makan dulu gimana?" tanya Kaliv dengan tatapan tetap fokus ke jalan.

Tidak ada jawaban, namun terdengar suara tangis yang tertahan. Itu membuat Kaliv menoleh ke samping. Kaliv terkejut melihat Nara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Nar?"

Nara menurunkan telapak tangannya, lalu mengambil tisu di dalam tas nya untuk membersihkan air mata yang membasahi pipinya meski tangisannya hanya sebentar.

"Gue kangen Arkan." satu kalimat yang terucap dari bibir Nara sukses membuat Kaliv heran.

"Maksudnya?" Kaliv mengalihkan mobilnya ke jalur kiri karena kini ia mengemudi dengan kecepatan di bawah rata-rata.

SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang