Bab 1

852 94 17
                                    

Nai berjalan dengan santai di koridor sekolah sambil menyampirkan ranselnya yang sempat melorot di lengannya. Setiap ia melangkahkan kakinya, pasti ada saja yang memerhatikannya lebih lama dari yang seharusnya. Pasalnya, rambutnya yang keriting seperti tak disisir itu selalu menarik perhatian banyak orang. Namun ia tidak pernah menghiraukannya.

"Hey!" seseorang menepuk pundak kanannya dan secara refleks Nai menghentikan langkah kakinya. Ia menolehkan kepalanya dan tersenyum lebar karena ternyata yang menepuk pundaknya adalah Devina, salah satu sahabatnya. "Ya ampun lo jalannya cepet banget sih, gue sampe lari-lari tahu nggak?" Nafasnya terengah-engah seakan-akan ia sudah berlari berkilo-kilo.

"Ya sorry, Dev. Gue kan emang cepet," ujar Nai sombong sambil menaikkan kerahnya.

"Iya iya deh, yang juara lomba lari bertahan di sekolah ini." Devina memanyunkan bibirnya. Ia mengelap peluh di pelipisnya dan mengikat rambut lurusnya dengan karet rambut berbulu berwarna merah jambu yang semula melingkar di pergelangan tangannya.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka, yaitu 11 IPA 5. Nai membuka pintu dengan kasar, membuat seseorang di dalamnya tersentak kaget. Mereka datang cukup pagi, sehingga murid yang datang baru satu, yaitu Reyhan—yang kini sedang berkutat dengan bukunya, seperti biasa.

"Nai, santai aja kali buka pintunya. Konsentrasi gue jadi buyar nih," keluh Reyhan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

Reyhan adalah salah satu sahabat Nai juga. Dan bertiga, mereka membentuk sebuah grup absurd bernama "Three Idiots". Walaupun pada kenyataannya Reyhan itu amat pintar, jauh dari kata idiot.

Nai meraih buku tulis Reyhan yang disampul rapi dengan seenaknya dan membuat cowok itu protes.

"Fisika? Emangnya ada PR?" tanya Nai sambil melihat sampul bukunya.

"Iya, udah selesai sih di rumah. Gue cuma meriksa kalo ada yang salah," jawabnya sembari menunggu Nai untuk mengembalikan bukunya.

"Rey," panggil Nai sambil tersenyum penuh arti. Cowok itu mengernyitkan dahinya, namun setelah itu Reyhan tahu apa maksud busuk dibalik senyuman itu.

"Iya iya ambil sono," kata Reyhan kecut.

"Yey! Lo emang temen gue yang paling baik deh!" seru Nai senang sambil mengacak-acak rambut Reyhan. Cowok itu cuma bisa pasrah.

Nai duduk di bangku kedua dari depan, seperti biasa. Lalu Devina duduk di sebelahnya sambil memerhatikan sahabatnya itu menyalin PR di buku tulisnya. Tiba-tiba tangan isengnya terangkat dan menyentuh rambut Nai.

"Ish kenapa sih, Dev?" tanya Nai yang seketika menoleh, agak risi.

"Nggak apa-apa, cuma masih penasaran aja," kata Devina sambil melepaskan tangannya dari rambut Nai.

"Penasaran kenapa?"

"Rambut lo bisa lucu gini." Devina terkekeh, ia tidak ingin membuat sahabatnya tersinggung. "Nggak ada niat buat ngelurusin rambut nih?"

"Nggak," jawab Nai singkat sambil terus menyalin PR dari buku Reyhan. Devina mengernyitkan dahinya. "Lo udah berapa kali sih nanya gue pertanyaan yang sama? Jawaban gue juga akan selalu sama, Dev."

"Kenapa?" tanyanya. "Apa lo nggak ribet ngurusinnya? Dan juga... Banyak orang yang ngeledek lo gara-gara rambut lo itu."

Kini Nai menoleh. Ia tersenyum miring. "Ngapain peduli sama apa yang mereka bilang? Lagipula ini rambut-rambut gue, gue yang ngurusin kan? Gue males nanggepinnya. Biarin aja mereka ribet sendiri."

Devina hanya mengangkat bahunya. Lalu ia mengambil buku-bukunya untuk pelajaran pertama dari dalam tasnya. Cewek itu membuka buku tulisnya dan raut wajahnya seketika panik.

The Tale of a Frizzy Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang