Nai terbangun dikarenakan oleh suara alarm di atas nakasnya. Ia mengucek-ngucek matanya dan duduk di sisi tempat tidur sejenak, lalu mematikan benda berisik itu dengan kasar. Setelah menguap dan melakukan serangkaian peregangan, ia beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka.
Setelah selesai, ia mengganti bajunya dengan hoodie dan celana training untuk melakukan rutinitas paginya, yaitu lari pagi. Saat ia keluar dari kamar, Dinda, ibu Nai sedang berada di dapur menyiapkan sarapan.
"Ma, Nai lari dulu ya," pamit Nai.
"Iya sayang, hati-hati ya," jawab Dinda lembut.
Setelah melakukan sedikit pemanasan, ia memasang earphone di kedua telinganya dan berlari sesuai dengan irama lagu.
Perumahan Nai masih sepi kalau sepagi ini. Cuma terdengar suara burung-burung bernyanyi dan terkadang ada sepasang orang tua yang sedang berjalan pagi sembari berbincang-bincang. Udaranya masih sangat segar, sangat baik untuk kesehatan. Berbeda dengan beberapa jam lagi, yang akan terkontaminasi polusi dari kendaraan-kendaraan bermotor.
Saat Nai sedang berlari, ia mendengar langkah-langkah cepat seseorang dan nafas yang terengah-engah. Karena penasaran, ia menghentikan kegiatannya dan menoleh ke belakang.
"Huft... Gila." Orang itu—yang rupanya adalah Reyhan—memegang bahu Nai sebagai tumpuan dan berusaha bernafas. "Gila lo Nai, gue capek banget nyusulin lo."
"Loh, Rey?" cewek itu melihat ke sekelilingnya. Rupanya ia sedang berada di dekat perumahannya Reyhan. Rumah mereka memang satu perumahan, namun jaraknya cukup jauh. "Tumben lo lari pagi? Biasanya kan lo masih molor kalo jam-jam segini."
"Gue mau merubah gaya hidup gue yang nggak sehat, Nai," kata Reyhan, masih mengatur nafasnya yang tak beraturan. "Liat nih masa perut gue mulai buncit gini, kan nggak lucu banget."
Nai tertawa terbahak-bahak. "Iyalah gimana nggak buncit kalo kerja lo cuma belajar, kalo nggak nonton TV sambil ngemil."
"Nah itu dia, makanya gue mau ngikutin cara lo." Cowok itu tersenyum lebar. "Ayo lari lagi!" serunya dengan semangat berapi-api.
"Eh tunggu dulu!" sergah Nai, membuat Reyhan yang sudah berancang-ancang untuk berlari jadi berhenti. Ia menoleh dengan tatapan bertanya. "Kalo lo udah kecapean, jangan dipaksain."
"Belum, kok. Gue masih kuat!" ujar Reyhan tetap bersikeras. Tanpa menghiraukan larangan Nai, cowok itu tetap berusaha berlari. Namun cewek itu menarik ujung kaus bagian belakang Reyhan, sehingga cowok itu hanya berlari di tempat. Menyadarinya, cowok berambut kecokelatan itu langsung protes. "Ngapain sih lo?"
"Biar gue tebak, lo baru mulai hari ini?" tanya Nai sambil menyilangkan tangannya di dada. Reyhan mengangguk. "Tuh kan! Lo jangan langsung jauh-jauh, entar tubuh lo malah bermasalah kalo terlalu diforsir. Bertahap, Rey. Bertahap."
Reyhan menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan nyengir lebar. "Oh gitu ya, Nai?"
"Ya udah mendingan sekarang lo pulang, bentar lagi waktunya berangkat sekolah," suruh Nai setelah melirik ke arah jam yang berada di pergelangan tangan kirinya.
"Siap bos!" dengan cepat, Reyhan berlari ke arah yang berlawanan dari rumah Nai.
Cewek itu menghela nafas. Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan langsung menepuk dahinya keras. "Mampus! Gue telat deh!"
Cepat-cepat ia berlari menuju rumahnya yang terletak agak jauh. Tanpa ia sadari sedari tadi ia telah berkelana terlalu jauh.
Nai mengelap keringatnya dengan handuk kecil lalu bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah mandi bebek dan sebagainya, ia melihat dirinya di depan cermin, memastikan kalau tidak ada yang salah dengan seragamnya. Karena terakhir kali ia tidak bercermin, ia salah mengenakan seragam sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of a Frizzy Haired Girl
Teen FictionNaila adalah cewek berambut keriting bak brokoli yang amat cuek dan cenderung nggak peduli sama pendapat orang lain tentang rambutnya yang menarik perhatian itu. Namun apa yang terjadi jika seseorang yang ia suka mengejek rambutnya? Semuanya berubah...