Bab 8

248 38 2
                                    

"Woy, kenapa kemaren balik ga bilang-bilang? Terus kenapa nggak lari bareng gue tadi pagi?" Reyhan yang baru saja datang ke kelas langsung menghampiri meja Nai dan menanyainya bertubi-tubi tanpa sempat meletakkan tasnya terlebih dahulu di tempatnya. "Biasanya nggak pernah absen nih kalo soal lari pagi. Ada apaan?"

Nai yang sedari tadi menidurkan kepalanya di atas mejanya tidak berminat untuk menoleh ke arah sahabatnya itu sama sekali. Ia malah makin menyembunyikan wajahnya agar Reyhan mengira kalau ia sedang tidur.

"Tidur ya?" Cowok itu menggeser pandangannya ke arah wajah Nai agar ia bisa melihat wajahnya lebih jelas. Namun percuma, rambutnya yang tebal itu menutupi seluruh wajahnya. "Nggak mungkin tidur. Gue tahu lo lagi pura-pura kan? Ngaku!"

Kini Nai malah pura-pura mendengkur dengan keras, yang malah memperburuk akting tidurnya. Kalau ada penghargaan untuk dengkuran palsu terpayah yang pernah ada, sudah pasti Nai akan memenangkannya.

"Nggak usah pura-pura lo," ucap Reyhan sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan agar cewek di depannya bisa berhenti berpura-pura.

Lalu, bagai bohlam lampu yang menyala terang di atas kepalanya, Reyhan memiliki ide cemerlang. Senyuman lebar langsung terulas di bibirnya.

"Eh Axel dateng!" Seru Reyhan sambil menahan senyum.

Sontak Nai langsung mengangkat kepalanya dan melihat ke kanan dan kiri untuk melihat sosok yang disebut cowok itu barusan. Namun ia tidak melihat siapa-siapa kecuali kelas yang kosong dan Reyhan yang tawanya meledak.

"Apaan sih lo!"

"Lagian pake pura-pura tidur sih." Cowok itu melemparkan tasnya di atas mejanya, lalu menghempaskan tubuhnya di bangkunya yang sudah diputar seratus delapan puluh derajat agar menghadap ke arah Nai. Ia menatap cewek di depannya serius. "Lo kenapa?"

"Nggak apa-apa." Nai mengikat rambutnya dengan karet rambut yang semula ada di pergelangan tangan kirinya. "Nggak kelihatan kenapa-kenapa kan?"

Reyhan mengernyitkan dahinya, "gimana nggak kenapa-kenapa, kemaren lo langsung ngilang gitu. Seenggaknya biasanya lo kan selalu bilang sama gue atau Devina."

Nai terdiam sejenak lalu berkata perlahan, hampir berbisik. "Emang gue sejelek itu ya, Rey?"

Kata-katanya meluncur dari mulutnya bertepatan dengan terbukanya pintu kelas dengan keras, sehingga Reyhan tidak dapat mendengar kata-katanya. Axel masuk ke kelas dengan ransel hitam di punggungnya. Sepertinya ia baru memangkas rambutnya, cowok itu terlihat sedikit berbeda dari biasanya.

"Tadi lo ngomong apa?" Tanya Reyhan.

"Bukan apa-apa, lupain aja."

*

Devina yang biasanya menemani Nai ketika motornya diparkir di parkiran luar—yang dipenuhi dengan anak-anak berandalan yang hobi menggoda hampir setiap cewek yang lewat—hari ini tidak masuk, dan terpaksa cewek itu mesti melewati orang-orang itu sendirian. Reyhan yang awalnya ingin ia minta untuk menemaninya, ternyata ada urusan rapat OSIS yang tidak bisa ditunda lagi.

Dengan langkah ragu Nai melesat keluar dari gerbang sekolah. Benar saja, Jose dan kawan-kawan sudah nongkrong di situ. Cewek itu berusaha berjalan cepat-cepat melewati mereka, namun mata iseng Jose keburu menangkap wujudnya.

Nai berusaha menutupi wajahnya dengan rambutnya yang tebal, namun tentu saja itu sia-sia. Semua orang—yang setidaknya mengetahuinya—pasti dengan mudah dapat mengenali wujud cewek itu hanya dengan melihat rambutnya.

Jose mulai bersiul, dan teman-temannya menoleh seakan siulannya adalah sebuah kode rahasia yang tertuju untuk mereka.

"Eh ada si Pohon Beringin," sapa Jose sambil tersenyum miring.

The Tale of a Frizzy Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang