Bab 10

268 43 7
                                    

Nai sudah berganti pakaian rumah ketika bel pintu dibunyikan. Cewek itu cepat-cepat turun ke bawah dan membukakan pintu sebelum yang lain melakukannya karena ia tahu bahwa yang datang adalah Devina.

Devina tampak cantik seperti biasa. Ia mengenakan sweater berwarna baby blue dan rok selutut bermotif floral. Rambut lurus panjangnya yang hitam legam diikat membentuk half ponytail. Ia membawa paper bag kecil dan beberapa buku di tangannya, buku biologi beserta catatan-catatannya.

"Masuk Dev." Nai mempersilakan, dan langsung naik ke lantai atas menuju kamarnya yang bernuansa biru.

"Gue punya sesuatu buat lo," ucap Devina sesampainya di kamar Nai.

Nai mengernyitkan dahinya, "ini bukan ulang tahun gue loh Dev."

"Emang bukan." Sahabat Nai itu hanya tersenyum. Tangannya membuka paper bag yang dibawanya sejak tadi. "Kan lo katanya pengen jadi lebih cewek, nah sekarang gue ajarin biar jadinya nggak kayak tadi pagi."

"Emang tadi pagi gue kenapa?"

"Kayak ondel-ondel!" kata Devina terus terang, membuat bibir Nai maju beberapa centi. "Pasti lo ngubek-ngubek makeup Tante Dinda, kan?"

Nai hanya menjawab dengan cengiran lebar, sementara Devina mengeluarkan benda yang dibawanya satu persatu.

"Kalo ke sekolah, lo jangan pake bedak yang coverage-nya tinggi. Entar dempul banget nggak lucu. Nih, pake ini. Dia transparan, tapi nahan minyak seharian jadi muka lo nggak kayak plastik gorengan sampe sore," jelas cewek itu. "Terus lo jangan pake gincu, merah pula. Minta dihajar Bu Neni ya lo?"

"Oke, beauty guru. Tell me what to do," kata Nai patuh layaknya murid pada gurunya.

"Pake lip tint aja." Devina mengeluarkan botol lip tint berwarna soft pink merek Korea yang masih tersegel dengan rapi. "Pakenya warna yang natural aja, jadi keliatan nggak pake makeup tapi tetep fresh."

"Ya ampun Dev, apa jadinya gue tanpa lo," ucap Nai terharu.

"Lebay lo." Devina tertawa. "Oke, sekarang kita mulai belajar biologi ya!"

"Ah maleees."

"Ayo! Besok ulangan!"

*

Pagi ini Nai bangun lebih pagi dan mengikuti semua saran Devina kemarin. Tak lupa ia mengenakan bando berwarna hitam—yang merupakan pemberian dari Devina juga—agar rambutnya tidak bolak-balik menutupi matanya.

"Ma, Nai pergi dulu ya," pamit Nai pada Dinda yang sedang sibuk mengurus pesanan catering bersama Mbak Hani.

"Kamu langsung aja, tangan Mama kotor nih," kata Dinda ketika Nai hendak mencium tangannya. "Hati-hati di jalan ya sayang."

Nai membuka pintu depan ketika tiba-tiba sosok cowok yang paling tidak ingin ia lihat berdiri di depannya. Cewek itu terkejut, lalu rasa terkejut itu langsung tergantikan oleh rasa sebal.

"Fadil! Ngapain sih lo di sini?" tanya Nai ketus. "Pergi nggak? Gue pukul nih!" cewek itu mengangkat helmnya, seakan-akan ingin memukul Fadil dengan benda tersebut.

"Hey! Galak banget sih!" Fadil mundur selangkah. "Gue ke sini karena gue mau minta maaf."

"Nggak gue maafin. Udah minggir sana, gue mau berangkat." Nai mendorong bahu Fadil, lalu beranjak pergi meninggalkannya.

Fadil menghela napas frustasi. "Lo emang keras kepala ya dari dulu Nai," gumamnya frustasi.

*

The Tale of a Frizzy Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang