Nai berjalan bolak-balik di dalam kamarnya. Besok adalah mimpi buruknya: menghadapi ulangan yang ia paling tidak bisa. Sebetulnya, ia tak terlalu peduli jika ia mendapatkan nilai jelek atau apapun itu. Tetapi membayangkan ia harus menghadapi Bu Tiana lagi saja sudah membuatnya bergidik. Saking putus asanya, sempat terpikir di benaknya untuk meminta tolong Fadil si master bahasa. Tetapi ia langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat ketika ia menyadari bahwa itu adalah ide yang buruk.
Di tengah kebingungannya, ia mendengar ada suara ketukan di jendelanya. Tanpa pikir panjang, ia membuka tirainya yang berwarna biru tua dan mendapati Fadil sedang bergelantungan di pohon bak seekor monyet dengan senyuman lebar di bibirnya.
"Ngapain lo?" tanya Nai tepat setelah ia membuka jendelanya.
"Lo kalo butuh bantuan kan bisa langsung LINE gue, gengsi amat sih?" kata Fadil tanpa basa-basi.
Nih orang serem juga ya bisa baca pikiran orang, pikir Nai.
"Ye malah bengong." Fadil memutar bola matanya.
"Nggak kok. Sekarang mending lo pergi deh," ucap Nai ketus.
"Gue tahu besok lo ulangan bahasa Indonesia kok, Nai."
"Tahu dari mana?"
"Tadi ketemu Devina sama Rey di mall, terus gue tanya aja tumben nggak bareng lo. Katanya lo mau belajar buat ulangan bahasa Indonesia besok," jelas Fadil.
"Oke, gue emang butuh bantuan lo," kata Nai akhirnya.
"Tapi on one condition."
Nai memutar bola matanya dan berkata dengan enggan, "apa?"
"Kalo lo dapet minimal delapan puluh, lo maafin gue ya?" Fadil memasang tampang memelasnya yang membuat Nai tertawa dalam hati.
"Iya deh. Tapi—"
"Tapi apa?"
"Lo tuh sekali-kali masuk dari pintu depan dong! Entar apa dikata emak gue!"
*
Axel memasuki kelas dan mendapati hanya ada satu orang yang berada di dalamnya: Nai yang sedang serius membaca buku bahasa Indonesianya, wajahnya begitu serius sehingga cewek itu tidak menyadari akan kedatangannya.
"Serius amat, Mbak?" Axel tertawa ringan.
Nai mendongak, sedikit terkejut lalu tersenyum. "Iya nih, jam pertama kan ulangan bahasa. Lo nggak lupa kan?"
"Nggak sih. Cuma bahasa Indonesia... Apa yang dipelajarin coba?"
"Lo nggak tahu sih seberapa parahnya gue dalam pelajaran ini. Sumpah, gue mendingan ngerjain fisika atau kimia daripada ini. Nggak ada jawaban pastinya," keluh Nai. "Ntar menurut gue bener, eh tahunya ada yang lebih bener lagi katanya. Pusing."
"Gue yakin kok lo pasti bisa." Axel tersenyum sekali lagi sebelum duduk di tempatnya, di depan bangku Devina.
Nai merasakan suntikan semangat yang luar biasa di dalam dirinya karena perkataan Axel barusan. Ia tak bisa berhenti tersenyum selama beberapa menit ke depan.
Beberapa saat setelah bel masuk dibunyikan, Bu Tiana berjalan memasuki kelas dan memberikan sedikit pembukaan. Lalu ia menyatakan bahwa ulangan akan dimulai. Hawa yang diciptakan oleh guru yang satu ini memang berbeda, begitu dingin dan menegangkan—terutama untuk Nai sang peraih nilai terendah pada ulangan terakhir kali.
"Naila, saya berharap banyak sama kamu kali ini." Bu Tiana menepuk punggung Nai lembut, ia hanya bisa menelan ludah.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of a Frizzy Haired Girl
Teen FictionNaila adalah cewek berambut keriting bak brokoli yang amat cuek dan cenderung nggak peduli sama pendapat orang lain tentang rambutnya yang menarik perhatian itu. Namun apa yang terjadi jika seseorang yang ia suka mengejek rambutnya? Semuanya berubah...