Keputusan

105 7 0
                                    

DUA BULAN BERLALU. Setelah kepergian diana. Musa masih terus mengikuti perkembangan pihak kepolisian untuk menuntaskan kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang menimpa kekasihnya itu. Setiap hari dia datang ke kepolisian untuk menanyakan perkembangan kasus. Meskipun beberapa kali dia harus di abaikan, karena tindakan ngotot nya untuk setiap hari mendatangi kantor polisi menanyakan kasus yang sama berkali-kali. Beberapa oknum polisi smpai menganggapnya gila, berlebihan, dan tidak bersikap ko-operativ karena sikap ngeyel nya.

"Sudah, kami sudah melakukan perkembangan dan olah TKP. Saudara bisa pulang, kami akan mengabari terus jika mendapatkan titik cerah yang mendekatkan untuk menemukan pelaku, kalau perlu, saudara juga boleh membantu mencari informasi perkembangan kasus, dan mengabari perkembangan yang saudara dapat ke kami." Ujar polisi yang saat itu memberikan konfirmasi pada musa.

"Tapi pak, ini sudah dua bulan, sementara perkembangan dan kemungkinan siapa pelakunya saja belum ada hasil. Saya mohon pak, saya mohon untuk fokus terhadap kasus ini." Kata musa dengan tangan yang dia dekapkan layaknya orang memohon.

Polisi tersebut tampak sibuk di meja kerjanya. Dia mengambil secarik kertas  dari tumpukan berkas ber map merah di samping monitor komputernya.

"Ini.."
Ujar polisi menatap musa. Tangannya memegang secarik kertas yang di ambil olehnya dari tumpukan map tadi.

"Itu apa?" Jawab musa.

"Apa saudara yang tidak menghargai kinerja kepolisian dalam menangani kasus ini? Kami menerima banyak laporan kriminal setiap harinya, tidak semua kasus bisa tertangani dengan mulus, yang jelas kami sudah berupaya. Kalau saudara keberatan, saudara bisa menarik laporan saudara."

Polisi itu tampak menunjukan mimik serius dan sinis kepada musa. Dia merasa tersinggung dengan perkataan musa mengenai kinerja selama 2 bulan yang sama sekali tidak mendapatkan clue mengenai kasus diana.

"Saya tidak keberatan. Maaf kalau saya bersikap berlebihan. Saya memohon dengan baik-baik."

"Baik-baik tidak berkali-kali!" Jawab polisi itu dengan nada tinggi.

"Oh, maaf. Saya lupa. Berkat bapak, kemarin saya mendapat sms dari presiden tentang nomor kontak pelaku, hobby, makanan kesukaan, dan daftar mantan pelaku. Kinerja yang sangat luar biasa!"
Musa menjadi emosi dan menyindir polisi yang duduk tepat di hadapannya.

"Kamu berani sama saya!? Kamu kira kamu siapa!? Bisa saya robek laporan kamu ini! Maksud kamu apa nyindir gitu!? Kalau gak senang bilang! Biar kita selesaikan diluar!"

Musa tertawa mendengar ucapan polisi yang sangat marah itu. Tawanya semakin membuat polisi yang berada tepat di hadapannya naik pitam dan gelap mata.

Baaaaapp...

Pukulan bogem mentah itu pun mendarat tepat di wajah musa. Bibirnya terkoyak, dari pun mengalir kecil dari bibirnya.

Srak.. Sraakk!

Laporan kriminal tentang pembunuhan diana pun di koyak oleh polisi itu tanpa peduli. Suasana di lokasi itu sontak mengundang perhatian masyarakat dan oknum polisi lain di sekitarnya. Ada yang menenangkan polisi itu dan menghardik musa. Ada yang menenangkan musa dan berusaha membawa musa pergi. Namun musa enggan beranjak dari tempat duduknya. Bibirnya yang mengucur darah tak dihiraukannya, matanya menatap dalam-dalam kepada polisi yang memukulnya itu. Pandangan dalam dan tajam.

"Apa!? Mata kau biasa aja anjing! Sini kau!"
Amarah polisi itu semakin memuncak.

Musa hanya diam tak gentar sedikitpun. Beberapa polisi disana tampak diam. 2 orang diantara mereka berusaha meminta musa keluar dari ruangan itu. Namun tak di gubris oleh musa.

SELECTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang