Bab 3 : Mengais Kenangan

21.8K 1K 31
                                    

Kini aku sudah tiba di kota kelahiran istriku.

Aku tersenyum saat berdiri didepat gerbang rumah itu dan hanya ingin menegakkan hati.

Tidak akan sia sia puasa dan sholat istigharah untuk mengharapkan dukungan dari maha pencipta agar aku memiliki keberanian dan keyakinan diri bahwa aku harus mempertahankan semuanya.

Rasullulah sangat tidak menyukai perceraian bila memang sudah terjalin maka ibarat tali yang terikat mati. Hanya gunting maut yang dapat memisahkannya.

-----

"Assalamuallaikum bu." aku memberikan senyuman pertamaku untuk kesekian lamanya waktu yang tidak mempertemukan kita.

"Wallaikumsalam nak arsen." wahyuningsih. Ibunda nadia. Mempersilahkanku masuk.

Aku kini sudah tiba di tuban, kota dimana istriku dilahirkan sebagai putri satu satunya keluarga ini. Berangkat dari jakarta naik mobil, dan membutuhkan waktu sekitar 9 jam dengan beberapa kali pemberhentian. Aku akhirnya tiba pukul 8 malam. Dirumahnya.

Mata mertuaku itu tampak sayu. Sedangkan ayah mertuaku disampingnya sudah seperti api yang siap membakar tubuhku.

Erdhisa dan mas david juga ada disini ternyata, Aku harus bisa meyakinkan mereka akan keseriusanku didalam membina hubunganku dengan nadia nantinya. Aku akan janjikan akan terus berjuang mencarinya. Dimanapun dan sampai kapanpun.

"Ngapain kamu kesini?" ujar ayah nadia yang terdengar ketus padaku.

"Nggak puas kamu nak. Sudah berselingkuh dan membohongi keluarga istrimu." tambahnya.

"Aku menitipkan putri bungsu dan sekaligus anak perempuan kami satu satunya kepadamu agar dia memperoleh imam terbaik. Yang dapat membimbingnya melalui agama kalian. Dan sebagai ayah aku sudah menilai kamu lebih dari kata sangat layak untuk bersanding dengan putriku dipelaminan." ujarnya yang justru menohok hatiku yang ingin kubuat lebih kuat.

"Maafkan aku ayah. Aku bisa menjelaskan semuanya." ujarku yang tertunduk dihadapan mereka berdua.

Posisiku berhadapan dengan mereka diruang tamu ini. Ayah menatapku geram sedangkan ibu menunduk memandang foto putrinya ditangannya.

"Tidak ada penjelasan. Cukup apa yang dikatakan oleh mereka yang dekat dengan putriku. Semuanya terasa jelas. Kamu adalah suaminya, seharusnya kamu lebih mengenal dirinya. Putriku nadia, tidak akan pernah pergi dan menghilang. Jika tidak ada kenyataan yang terlihat jelas dan nyata benar benar mengusik hidupnya." ujar ayah nadia terang dan lebar.

"Ya allah sen, siapa wanita itu? Siapa yang membutakan laki laki yang sangat aku percayai ini. Ya allah. Kesalahan apa yang telah ayah ini lakukan sehingga puterinya harus mendapatkan laki laki seperti dia." ayah berusaha ingin memukulku. Aku hanya diam. Namun bunda dan mas david mencegahnya.

"Sudah mas, sudah. Kamu lihat arsen. Dia juga sangat merasa bersalah." ibundanya menangis dihadapanku sambil tangannya mencengram kuat tangan kiri suaminya.

"Bagaimana aku tidak marah bu, aku terbayang setiap senyum cerianya. Terbayang setiap rasa bahagianya. Aku sangat dekat dengan putri kecil kita bu. Bahkan dia sangat bahagia bersanding dengan pria ini." tatap ayah geram padaku.

Entah benar ataukah salah kemari, tapi mungkin hatiku harus berani untuk membenarkan.mungkin beginilah reaksi orang tua bila anaknya tiba tiba hilang karena perbuatan seorang suami yang sangat keterlaluan sepertiku.

"Tolong berikan aku kesempatan untuk memperbaiki rumah tangga kami ayah." aku mendekat kearahnya. Ibu menangis tak karuan. Erdhisa juga hanya duduk dan meneteskan air matanya. Ayah seperti sudah tak karuan. Hanya kalimat kalimat isktifar dan sebuatn nama allah dia lantunkan.

I miss You, My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang